Bencana Beruntun di Sumatera Jadi Alarm Serius untuk Lampung Hadapi Musim Hujan
Oleh: Muhammad Hakiem Sedo Putra
Rangkaian bencana hidrometeorologi yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh dalam beberapa hari terakhir menjadi peringatan kuat bagi wilayah lain di Sumatera, termasuk Lampung. Hujan dengan intensitas tinggi yang memicu banjir bandang dan longsor itu kembali menunjukkan bahwa kondisi alam semakin tidak terprediksi dan kerentanan daerah semakin meningkat.
Lampung, khususnya Kota Bandar Lampung, berada pada kondisi yang secara geografis mirip dengan sejumlah wilayah terdampak tersebut. Topografi berbukit, kepadatan permukiman, alih fungsi lahan yang terus berlangsung, serta drainase yang tidak seragam membuat beberapa titik di kota ini rawan mengalami banjir saat hujan lebat turun.
Sejumlah kawasan seperti Teluk Betung, Kedamaian, Rajabasa, hingga bagian atas Way Halim hampir setiap tahun dilaporkan mengalami genangan dan pergerakan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa persoalan mitigasi dan pengelolaan risiko bencana masih memerlukan perhatian lebih serius dari berbagai pihak.
Peristiwa yang terjadi di Sumbar, Sumut, dan Aceh memperlihatkan pola yang sama: hujan ekstrem, sistem penyaluran air yang tidak mampu menahan debit, serta berkurangnya area resapan akibat pembangunan. Pola itu bukan hal yang asing di Lampung. Jika tidak diantisipasi, kejadian serupa bisa saja terjadi di sini, terutama pada puncak musim hujan yang kerap didominasi cuaca ekstrem.
Mitigasi bencana di perkotaan tidak cukup hanya mengandalkan peringatan ketika curah hujan meningkat. Pemerintah daerah perlu memperkuat program normalisasi drainase, menyelesaikan titik-titik penyumbatan aliran air, serta memperketat izin pembangunan di kawasan perbukitan. Transparansi mengenai wilayah rawan banjir dan longsor juga penting agar warga dapat bersiap menghadapi potensi ancaman.
Di sisi lain, warga juga perlu meningkatkan kesadaran untuk menjaga lingkungan di sekitar tempat tinggal. Sampah yang dibuang ke saluran air, penebangan pohon di lahan miring, hingga pembangunan yang tidak memperhatikan kontur tanah merupakan faktor yang kerap memicu bencana.
Bencana di Sumatera pekan lalu seharusnya menjadi pengingat bahwa perubahan cuaca ekstrem bukan lagi isu jauh. Lampung berada dalam jalur risiko yang sama, dan kewaspadaan harus dibangun sejak sekarang. Dengan koordinasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas lokal, dampak bencana hidrometeorologi dapat diminimalkan. Keselamatan warga harus tetap menjadi prioritas utama di tengah dinamika cuaca yang semakin sulit diprediksi.***







