Catatan Kecil tentang Akreditasi Program Studi

Oleh: Nusa Putra* Akreditasi Program Studi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) didasarkan pada tujuh standar. Ketujuh standar tersebut adalah: Standar 1: Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Strategi Pencap...

Catatan Kecil tentang Akreditasi Program Studi

Oleh: Nusa Putra*

Akreditasi Program Studi yang dilakukan oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) didasarkan pada tujuh
standar. Ketujuh standar tersebut adalah:

Standar 1: Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Strategi Pencapaian

Standar 2: Tata Pamong, Kepemimpinan, Sistem Pengelolaan, dan Penjaminan mutu

Standar 3: Mahasiswa dan Lulusan

Standar 4: Sumber Daya Manusia

Standar 5: Kurikulum, Pembelajaran, dan Suasana Akademik

Standar 6: Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem Informasi

Standar 7: Penelitian, Pelayanan/Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerjasama.

Untuk Program Studi, ketujuh standar itu dijabarkan menjadi seratus
butir elemen penilaian. Masing-masing butir ditetapkan deskriptor, serta
harkat dan peringkatnya. Harkat dan peringkat dibagi menjadi lima
kategori yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang.

Nilai dan peringkat sebuah Program Studi ditentukan oleh pemenuhan
indikator tiap butir sesuai dengan deskriptor, harkat dan peringkat yang
telah ditentukan di atas. Semakin banyak deskriptor yang terpenuhi
dengan nilai dan harkat yang tinggi, maka program studi mendapatkan
nilai dan peringkat yang tinggi.

Oleh karena itu Program Studi sebenarnya bisa memprediksi apakah
mendapat nilai dan peringkat A,B,C atau tidak lolos setelah selesai
membuat borang. Sebab standar yang digunakan untuk menilai dapat dilihat
pada laman BAN PT. Untuk Program Studi, penilaian itu dapat dilihat
pada Buku VI berjudul Matriks Penilaian Instrumen Akreditasi Program
Studi Sarjana. Artinya Program Studi bisa memperkirakan secara kasar
akan mendapat peringkat apa mereka. Karena sebagian besar butir yang
dinilai bersifat kuantitatif dan disediakan rumus untuk menghitungnya.

Dimuatnya matriks penilaian dalam laman BAN PT merupakan bagian dari
transparansi penilaian. Semua pihak yang berkepentingan dapat secara
terbuka memelajari, menggunakan, dan menjadikannya dasar untuk
mengajukan keberatan bila merasa tidak puas dengan penilaian yang
diberikan oleh BAN PT. BAN PT menyediakan kesempatan kepada Program
Studi untuk banding sampai dengan enam bulan sejak Surat Keputusan
Akreditasi dikeluarkan. Dasar untuk keberatan bisa dilakukan dengan cara
membandingkan butir-butir yang dirasa tidak cocok penilaiannya antara
Berita Acara yang dibuat asesor dengan matriks penilaian.

Atas dasar perbandingan itu, pihak prodi mengirimkan surat keberatan ke
BAN PT dengan menyertakan butir-butir yang dirasa tidak cocok antara
penilaian yang diberikan dengan fakta yang ada di Program Studi. Banding
yang tidak menyertakan butir-butir yang dipersoalkan, pasti akan
ditolak. Prinsipnya banding didasarkan pada novum, bukti baru.

Secara sederhana hendak ditegaskan bahwa dimuatnya semua matriks
penilaian yaitu penilaian borang dan evaluasi diri untuk semua jenjang
pada laman BAN PT sungguh memberi kesempatan pada Program Studi untuk
secara terbuka, hati-hati dan cermat memelajari dan menjadikannya
sebagai pedoman dalam penulisan borang dan evaluasi diri serta borang
pengelola.

Persoalannya adalah, mengapa masih sangat banyak Program Studi yang
tidak layak yaitu nilai tidak mencapai dua ratus saat dinilai borangnya
pada Asasemen Kecukupan (AK)?, dan tidak terkareditasi yaitu nilai di
bawah dua ratus setelah divisitasi atau Asasemen Lapangan (AL)? Mengapa
masih ditemukan Program Studi yang menjiplak (copy paste) borang Program
Studi lain yang berasal dari Perguruan Tinggi sendiri atau Perguruan
Tinggi Lain? Mengapa masih banyak Program Studi yang menyewa konsultan
untuk membuat borang?

Mungkin, salah satu penyebabnya adalah pemikiran yang salah tentang
akreditasi. Boleh juga menyebutnya fikiran sesat tentang akreditasi.
Akreditasi dihayati sebagai upaya membuat borang sebagus mungkin agar
mencapai nilai dan peringkat yang diinginkan. Untuk tujuan itu tidak
sedikit Program Studi yang menghalalkan segala cara. Mulai dari menyewa
konsultan yang boleh jadi hafal bagaimana setiap butir dinilai, tetapi
tidak mengerti kenyataan sesungguhnya di Program Studi, menjiplak borang
Program studi lain, sampai menempuh cara-cara lain yang ilegal.

Harus ditegaskan, akreditasi bukan sekadar menulis borang. Akreditasi
adalah bagian dari serangkaian proses penjaminan mutu yang harus
dilakukan secara terencana, terstruktur, tersistem, dan terukur oleh
Program Studi bersama Fakultas, dan Perguruan Tinggi. Program Strategis
Program Studi dibuat bukan hanya untuk memenuhi persyaratan yang
diwajibkan ada dalam borang. Program Strategis itu adalah program nyata
yang menjadi dasar bagi Program Studi untuk mengembangkan diri dan
meningkatkan mutu, yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Dengan
demikian borang tak lebih dari pendokumentasian semua kegiatan yang
telah dilakukan oleh Program Studi.

Bila borang akreditasi dibuat hanya bersandar pada matriks penilaian dan
mengira-ngira atau menduga-duga apa saja yang pernah dilakukan oleh
Program Studi, model seperti inilah yang memenuhi kategori bohong dan
ngarang atau bohong dan curang, sebuah istilah yang biasa digunakan
untuk memplesetkan istilah borang. Harus diakui model borang seperti ini
banyak yang masuk ke BAN PT. Hasilnya, tidak layak atau tidak
terakreditasi. Beberapa bahkan harus dihukum karena ketahuan menjiplak
borang Program Studi lain.

Mengapa bisa diketahui? Karena akreditasi merupakan serangkaian proses
yang melibatkan banyak orang sebagai pemeriksa. Ketika borang diserahkan
ke bagian penerimaan, semua kelayakan formal diperiksa. Sebagai contoh,
bila Program Studi tidak aktif di PD DIKTI, atau dosen tetap kurang,
foto copy surat izin tidak ada, terdapat lembar yang tidak jelas foto
copynya, atau halamannya tidak lengkap, borang pasti ditolak. Jadi, ada
sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi agar borang dapat diterima.

Selanjutnya borang diperiksa dan dinilai oleh dua orang asesor pada
Asesmen Kecukupan (AK). Sebelum memeriksa lebih rinci, para asesor
biasanya memeriksa status Program Studi pada PD DIKTI. Kedua asesor pada
mulanya bekerja secara mandiri, kemudian mendiskusikan hasil
penilaiannya. Oleh karena asesor yang memeriksa merupakan dosen terpilih
yang kebanyakan sudah memeriksa Program Studi pada Perguruan Tinggi
lain, seringkali mereka menemukan adanya borang yang merupakan jiplakan.
Sebab pada umumnya mereka sudah sangat mengenal segala sesuatu tentang
Program Studi yang diperiksa, karena berasal dari Program Studi yang
sama.

Asesor memeriksa borang dengan teliti, rinci dan lengkap. Itulah
sebabnya, tidak jarang mereka menemukan ketidakkonsistenan butir-butir
yang memiliki hubungan atau satu kluster, baik deskripsi verbalnya
maupun angka-angkanya. Sebagai contoh, pada program sarjana elemen
penilaian 4.3 kualifikasi akademik, kompetensi, dan jumlah dosen tetap
dan tidak tetap untuk menjamin mutu program akademik. Elemen ini
dikembangkan menjadi lima deskriptor, semuanya tentang dosen. Seringkali
angkanya tidak konsisten. Akan semakin tampak ketidakkonsistenan itu
saat dikaitkan dengan elemen penilaian 4.3.2 tentang rasio mahasiswa:
dosen, dan 4.3.3 rata-rata beban dosen mengajar per semester.
Ketidakkonsistenan itu biasanya karena jumlah dosennya terus
berubah-ubah jika dijumlahkan. Saat mengisi elemen penilaian yang
menjadikan jumlah dosen sebagai unsur pembagi yaitu elemen penilaian
7.1.1 tentang jumlah penelitian yang sesuai dengan bidang keilmuan, dan
7.2.1 tentang jumlah kegiatan pelayanan/ pengabdian masyarakat yang
dilakukan oleh dosen, ketidakkonsistenan itu muncul lagi. Pada kedua
butir ini ada kecenderungan jumlah dosen tetap dikurangi agar jumlah
rata-rata penelitian dan pengabdian masyarakat meningkat. Tentu saja
ketidakkonsistenan juga bisa ditemukan terkait mahasiswa, penelitian dan
mata kuliah, karena elemen ini ditanyakan berulang-ulang untuk
keperluan yang berbeda.

Ketidakkonsistenan itu paling banyak ditemukan pada borang yang ditulis
dengan model bohong dan ngarang atau bohong dan curang. Karena borang
model ini tidak ditulis berdasarkan data yang tersedia di Program
Studi.

Setelah kedua asesor menyelesaikan pekerjaannya, hasil penilaiannya yang
berbentuk tertulis dan rinci, diverifikasi oleh Anggota Majelis dan Tim
Ahli BAN PT. Penilaian didasarkan pada Buku VI. Pada saat verifikasi
diperiksa dengan cermat apakah asesor menilai mengikuti deskriptor,
harkat dan peringkat dalam buku itu. Bila tidak, misalnya pada elemen
3.1.3 terkait prestasi dan reputasi akademik, bakat dan minat mahasiswa,
nilai Sangat Baik atau 4 diberikan pada pencapaian tingkat
internasional dan nasional, 3 pada tingkat wilayah. Bila asesor memberi
nilai 4 pada pencapaian tingkat wilayah karena jumlahnya banyak, asesor
diminta memperbaiki. Karena seberapa banyak pun prestasi pada tingkat
wilayah, tidak dapat disamakan dengan tingkat nasional atau
internasional. Boleh lebih dari tiga, tetapi tidak empat. Intinya,
asesor diharuskan mengikuti pedoman dalam Buku VI. Hal yang sama juga
berlaku untuk elemen yang bersifat kualitatif seperti Visi, misi, dan
tujuan.

Verifikator juga memerhatikan kecocokan deskripsi dengan nilai yang
diberikan. Jangan sampai deskripsi yang diberikan mengikuti harkat dan
peringkat sangat baik (4), tetapi nilai yang diberikan baik (3).

Bila asesor memberikan deskripsi verbal baik untuk elemen penilaian yang
kuantitaif seperti jumlah buku, verifikator meminta agar diperbaiki
dengan menyebutkan jumlah kuantitatifnya. Semua butir yang bersifat
kuantitatif harus dituliskan angkanya.

Verifikator dengan cermat memperbandiingkan nilai kedua asesor. Bila
perbedaannya sangat besar, di atas dua puluh, kedua asesor diminta untuk
memeriksa ulang agar perbedaan itu jangan terlalu besar. Verifikator
biasanya juga mencaritemukan pada elemen atau butir penilaian mana
terjadi perbedaan nilai yang sangat besar.

Di samping pemeriksaan yang lebih bersifat teknis seperti dijelaskan di
atas, juga diperiksa aspek yang bersifat etis yaitu apakah asesor
melakukan penjiplakan terhadap pekerjaannya sendiri, biasanya asesor
ditugasi memeriksa dua Program Studi, atau menjiplak pekerjaan rekannya.
Pastilah ada sanksi bagi asesor yang melakukan pelanggaran yang
bersifat teknis dan etis, dengan derajat sanksi yang berbeda. Mulai dari
teguran, penyegaran, dan tidak lagi boleh menilai sebagai asesor.

Para verifikator juga membuat berbagai catatan yang akan dibawa ke rapat
pleno. Misalnya, jumlah dosen tetap yang meragukan, dugaan adanya
penjiplakan borang oleh Program Studi, nilai meloncat jauh dari
akreditasi sebelumnya dari C ke A, dan berbagai catatan lain yang
dianggap penting. Para asesor pun selalu membuat berbagai catatan temuan
yang harus ditandatangani. Semua catatan ini dibawa ke sidang pleno
sebagai dasar untuk membuat keputusan kelayakan kelanjutan akreditasi
Program Studi.

Setelah proses verifikasi dan perbaikan dilakukan, hasilnya dibawa ke
sidang pleno untuk diputuskan layak atau tidak layak. Pada sidang pleno
yang dihadiri seluruh Anggota Majelis dan Tim Ahli, semua hasil kerja
asesor dilihat dan diperiksa ulang. Semua catatan dari asesor dan
verifikator diperiksa. Untuk penilaian yang masih diragukan biasanya
keputusan untuk prodi tersebut ditunda. Penundaan dilakukan agar ada
kesempatan untuk memeriksa ulang borang, jika ada dugaan penjiplakan
dikumpulkan bahan untuk memastikan apakah penjiplakan itu sungguh
terjadi. Bila terjadi perbedaan nilai yang sangat besar dengan nilai
akreditasi sebelumnya dari tidak terakreditasi ke B, atau dari C ke A,
atau mendapatkan nilai A namun jumlah dosen hanya memenuhi syarat
minimal yaitu enam orang, kelulusan tepat waktu rendah, karya penelitian
dosen kurang, maka akan dilakukan kajian ulang oleh Anggota Majelis dan
Tim Ahli. Intinya yang masih meragukan dan bermasalah harus dikaji
ulang. Pada tahap ini pencocokan dengan PD DIKTI juga dilakukan.

Rapat atau sidang pleno membuat keputusan Program Studi yang layak untuk
dilanjutkan dengan Asesmen Lapangan (AK) atau visitasi, tidak layak,
dan tunda. Berdasarkan keputusan inilah asesor kemudian melaksanakan AK
atau tidak.

Proses berikutnya adalah asesor melakukan AL. Pada dasarnya AL adalah
verifikasi dan konfirmasi isi borang dengan data lapangan di tingkat
Program Studi, dan sebagian di tingkat Pengelola. Bila borang dibuat
berdasarkan data yang ada di Program Studi, nilai AL minimal sama dengan
nilai AK atau bertambah karena adanya data tambahan yang memerinci dan
memperkuat penjelasan borang.

Para asesor wajib melakukan pemeriksaan dokumen,  wawancara dan
pengamatan untuk memastikan bahwa isi borang sesuai atau tidak dengan
kenyataan. Ambillah contoh prestasi mahasiwa yang telah dijelaskan di
atas. Asesor harus menemukan bukti-bukti dari prestasi yang disebutkan
dalam borang berupa piagam, piala atau bentuk-bentuk bukti yang lain.
Ini dilakukan karena dalam harkat dan peringkat pada Buku VI diuraikan,
ada bukti penghargaan juara lomba ilmiah, olah raga maupun seni tingkat
nasional atau internasional, nilai 4. Bila apa yang dijelaskan di borang
tidak ditemukan bukti pendukungnya sama sekali maka nilainya turun
menjadi 1.

AL atau visitasi memang memberi peluang untuk naik atau turunnya nilai
yang telah diperoleh pada AK. Khusus untuk borang yang ditulis dengan
model bohong dan ngarang atau bohong dan curang, pada saat inilah dapat
dilihatbuktikan kebohongan dan kecurangannya. Kejatuhan nilai pasti
terjadi.

Asesor pun sangat paham mana dokumen atau peralatan yang mendadak atau
tiba-tiba ada saat visitasi. Artinya dalam keseharian pelaksanaan proses
di Program Studi, dokumen dan peralatan itu tidak ada.

Sangat penting bagi Program Studi untuk sangat mencermati Berita Acara
sebelum ditandatangani. Sebuah contoh bisa memberi pelajaran sangat
berharga. Sebuah Program Studi sebelumnya mendapat A, saat reakreditasi
turun menjadi B gemuk. Program Studi tersebut kurang lima poin untuk
bisa tetap A.

Dipimpin WR 1, ditemani dekan dan para pembantunya, ketua program studi
dan dosen senior mereka datang protes ke BAN PT. Bisa dimengerti mereka
datang dalam rombongan besar karena Program Studi yang turun peringkat
itu merupakan Program Studi yang laku dan bergengsi.

Bersama-sama kami memeriksa Berita Acara AL dengan cermat. Ternyata ada
sembilan elemen atau butir penilaian yang dinilai oleh asesor dengan
kata memadai. Padahal menurut mereka kondisinya sangat baik dan baik.
Persoalannya adalah, mengapa mereka bersedia menandatangani Berita Acara
yang menyatakan kondisinya memadai? Karena memadai itu sama dengan
cukup, nilainya 2.

Berdasarkan pencermatan terhadap Berita Acara AL menjadi terang
benderang mengapa mereka turun peringkat. Karena itu mereka disarankan
mengajukan banding, tentu dengan menjelaskan elemen atau butir penilaian
yang menjadi dasar banding dan memberikan bukti baru.

Program Studi memang memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap
asesor saat AL. Juga hak banding ke BAN PT jika tidak menerima hasil
penilaian.

Hasil AL yang berisi deskripsi dan nilai yang dihasilkan oleh asesor
kemudian divalidasi oleh sebuah tim yang terdiri dari dua orang. Anggota
tim berasal dan dipih dari Anggota Majelis, Tim Ahli, asesor senior.

Tim validasi memeriksa dengan cermat mengacu pada pedoman penilaian
yaitu Buku VI untuk Sarjana. Validator harus memastikan apakah asesor
menilai sesuai dengan Buku VI.

Pada saat validasi nilai masih bisa berubah, naik atau turun. Karena
validator memiliki kewenangan untuk mengubah nilai jika tidak sesuai
dengan Buku VI.  Patokan untuk menentukan apakah sesuai atau tidak
adalah deskripsi yang dibuat asesor dalam laporannya. Juga dengan cara
membandingkan elemen atau butir penilaian yang memiliki keterkaitan.

Bila asesor setelah AK memberi nilai B, dan validator berdasarkan
pemeriksaan yang cermat menurunkan atau menaikkan nilai sehingga terjadi
penurunan atau penaikan peringkat, maka hasilnya akan direvalidasi oleh
tim validator yang lain. Bila setelah direvalidasi nilainya pada batas
(borderline) yang belum bisa dikategorikan peringkatnya, maka akan
dilakukan rerevalidasi oleh tim validator yang lain lagi. Keputusan
untuk melakukan revalidasi atau rerevalidasi dibuat dalam sidang pleno
Majelis BAN PT. Setelah rerevalidasi, didapatkan hasil akhir untuk
dibawa lagi ke pleno.

Selama proses validasi, revalidasi, dan rerevalidasi, para validator
bisa dan biasa kembali melihat borang Program Studi untuk mencari data
awal, mencari tambahan informasi dari PD Dikti atau sumber lain seperti
para asesor dan Kopertis.

Bila banyak ditemukan data atau informasi yang meragukan, validator bisa
menyarankan kepada pleno Majelis BAN PT agar dilakukan surveillen
investigasi untuk memperoleh kejelasan dan kepastian. Semua ini
dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip kehati-hatian untuk
memastikan akurasi dan kepastian.

Para validator juga membuat berbagai catatan tentang asesor terkait
dengan cara dan hasil pekerjaannya. Berdasarkan temuan ketidaktelitian
dan kesalahan, para asesor akan diberi peringatan dan sanksi sesuai
dengan tingkat kesalahannya. Boleh jadi asesor diberi sanksi berupa
peringatan lisan dan/atau tertulis, harus mengikuti penyegaran, tidak
ditugaskan sementara atau tidak ditugaskan sama sekali.

Hasil validasi, revalidasi, dan rerevalidasi yang sudah final kemudian
dibawa ke sidang pleno Majelis BAN PT untuk dicermati, didiskusikan, dan
diputuskan. Pada sidang pleno Majelis BAN PT inilah dibuat keputusan
apakah Program Studi disetujui mendapatkan nilai dan peringkat yang
telah melalaui proses validasi, revalidasi, dan rerevalidasi. Juga
diputuskan apakah perlu melakukan revalidasi atau rerevalidasi.

Bila setelah divalidasi ternyata hasilnya naik atau turun peringkat dari
nilai AK yang dibuat asesor, diputuskan untuk direvalidasi. Jika
setelah direvalidasi mendapatkan nilai batas (borderline) yang belum
bisa ditetapkan peringkatnya, diputuskan untuk direrevalidasi. Hasil
akreditasi Program Studi yang tidak bermasalah bisa diputuskan nilai dan
peringkatnya.

Sidang pleno Majelis BAN PT, bisa dan biasa membuat keputusan menunda
memberi nilai dan peringkat Program Studi bila masih ditemukan keraguan
atau ketidaklengkapan data dan informasi. Juga karena ada pemberitahuan
tertulis dari institusi yang berwenang seperti Dikti dan Kopertis bahwa
Program Studi bermasalah, misalnya membuka kelas jauh. Keputusan juga
bisa ditunda bila ada informasi dari masyarakat yang menyatakan Program
Studi bermasalah, atau informasi terbaru dari PD DIKTI bahwa Program
Studi nonaktif atau dosennya kurang.

Dewasa ini sering terjadi, saat memasukkan borang ke BAN PT Program
Studi tercatat aktif di PD DIKTI. Namun, saat proses akreditasi
berlangsung, Program Studi bersangkutan memiliki masalah sehingga
dinonaktifkan di PD DIKTI. Sidang pleno Majelis BAN PT pasti menunda
keputusan bagi Program Studi tersebut, sampai statusnya pada PD DIKTI
kembali aktif.

Proses akreditasi Program Studi memang merupakan rangkaian kegiatan yang
panjang dengan penilaian dan pemeriksaan berulang-ulang oleh banyak
orang yang memiliki kualifikasi yang telah ditentukan oleh BAN PT.
Meskipun begitu, Program Studi diberi kesempatan untuk mengajukan
banding dan perbaikan bila hasilnya tidak memenuhi harapan. Banding
diperbolehkan diajukan sampai dengan enam bulan dihitung dari tanggal
Surat Keputusan Akreditasi ditandatangani. Sementara perbaikan
diperbolehkan satu tahun setelah Surat Keputusan Akreditasi
dikeluarkan.

Lembaga, masyarakat, media massa atau pihak manapun boleh mengajukan
keberatan terhadap keputusan BAN PT dengan cara mengajukan surat dan
menunjukkan bukti-bukti pendukung keberatannya. BAN PT sudah sangat
sering memeroses keberatan lembaga dan masyarakat terhadap keputusan
yang telah dibuat.

Semua ini dilakukan karena BAN PT adalah lembaga publik yang memang
harus menerima, memeriksa, dan menanggapi semua keberatan, masukan, dan
kritik, bahkan pengaduan ke PTUN dari Program Studi yang diakreditasi,
lembaga, dan masyarakat. Tentu saja semuanya harus diajukan secara
tertulis dengan identitas yang jelas dan lengkap, berdasarkan fakta dan
data.

Rangkaian panjang proses akreditasi yang dijelaskan di atas seharusnya
menjadi perhatian serius bagi Program Studi, dan membangun kesadaran
bahwa akreditasi sejatinya “memotret” apa yang sudah dan sungguh-sungguh
dikerjakan oleh Program Studi yang dibuktikan dengan berbagai data,
dokumen, sarana, dan parasarana yang keberadaan dan pemeliharaannya
sangat menentukan nilai dan peringkat Program Studi. Borang adalah wadah
bagi pencatatan fakta dan data tersebut.

Dengan demikian Program Studi yang tidak mengembangkan budaya mutu
secara terus menerus dalam jangka panjang, pastilah akan kesulitan
mendapatkan nilai dan peringkat unggul. Sebagai akibatnya akan
ditinggalkan atau kehilangan peminat. Karena itu keberadaan dan
kebertahanan Program Studi sepenuhnya ditentukan oleh dibangunnya budaya
mutu secara terencana, tersistem, dan terukur yang berujung pada
akreditasi sebagai penilaian oleh pihak eksternal yaitu BAN PT.

Proses panjang akreditasi yang melibatkan banyak orang yang memeriksa
dan menilai, dan tidak terjadi kontak di antara yang memeriksa dan
menilai, serta nilai akhirnya tidak dapat ditentukan oleh satu dua
orang, termasuk asesor, seharusnya memekarkan kesadaran Program Studi
bahwa tidak ada jalan lain untuk mendapatkan nilai dan peringkat unggul
selain secara terus menerus dan berkelanjutan meningkatkan budaya mutu.
Bukan dengan cara hanya meningkatkan kemampuan menulis borang.

Bila ada asesor yang menyatakan bisa menentukan nilai akhir, pastilah
dia bercanda atau berbohong. Jangankan asesor, anggota Majelis BAN PT
secara individual pun tidak dapat menentukan. Sebab Majelis BAN PT
bekerja mengikuti prinsip kolektif kolegial. Artinya keputusan harus
diambil dalam rapat pleno yang harus diikuti lebih dari setengah anggota
Majelis yang berjumlah 15 orang.

Beberapa catatan perlu ditambahkan sebagai pelengkap. Catatan tambahan
ini terkait dengan sejumlah kesalahan yang umum terdapat dalam borang.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap borang Program Studi selama proses
akreditasi terdapat sejumlah kelemahan yang sangat umum yaitu:

1). Elemen atau butir penilaian yang bersifat kualitatif tidak diuraikan dengan jelas dan rinci, sekadar disebutkan

2). Elemen atau butir penilaian  yang bersifat kuantitatif, angka yang ditampilkan tidak akurat

3). Elemen atau butir penilaian yang berkaitan atau satu kluster, baik yang kualitatif maupun kuantitatif tidak konsisten.

Agar mendapatkan informasi yang lebih rinci, berikut dijelaskan kesalahan-kesalahan tersebut.

1). Elemen atau butir penilaian yang bersifat kualitatif tidak diuraikan dengan jelas dan rinci, sekadar disebutkan

Ambillah contoh elemen atau butir penialaian

1.1 Kejelasan dan kerealistikan visi, misi, tujuan, dan sasaran, serta strategi pencapaian Program Studi

Deskriptornya adalah

1.1.b Strategi pencapaian sasaran dengan rentang waktu yang jelas dan didukung oleh dokumen.

Harkat dan Peringkatnya diuraikan untuk Sangat Baik adalah

1.1.2 Strategi pencapaian sasaran:

(1) dengan tahapan waktu yang jelas dan sangat realistik

(2) didukung dokumen yang sangat lengkap.

Sangat banyak Program Studi yang tidak jelas dan rinci menguraikan
sasaran berdasarkan tahapan waktu. Tidak jelas karena uraian hanya
berisi ungkapan umum, seringkali tahapan waktunya tidak ada. Contoh
ungkapan umum adalah:

2011-2012 Program Studi meningkatkan mutu pembelajaran.

2012-2013 Program Studi mengupayakan peningkatan mutu penelitian para dosen.

Tidak ada uraian singkat padat yang menjelaskan lebih lanjut tentang
cara dan bentuk peningkatan mutu pembelajaran. Disebut uraian singkat
padat karena memang tidak disarankan untuk membuat penjelasan yang
sangat panjang dan rinci. Cara terbaik untuk membuat uraian singkat
padat adalah menggunakan tabel.

Seringkali sasaran yang dirumuskan tidak atau kurang realistis seperti
mendapatkan hibah penelitian internasional. Padahal di Program Studi
belum ada seorang pun dosen yang pernah memenangkan hibah penelitian
pada tingkat nasional, bahkan jumlah penelitian dosen yang dibiayai oleh
Perguruan Tinggi sendiri sangat kecil.

Ketidakcocokan sasaran yang dirumuskan di atas akan semakin terlihat
jika dibandingkan dengan Standar 6 yaitu elemen penilaian 6.2.1 dan
6.2.2 serta Standar 7 yaitu elemen penilaian 7.1.1.

Ada pula Program Studi yang sangat baik membuat uraian elemen penilaian
dengan deskriptor 1.1.b ini, sehingga asesor memberikan nilai 4 saat AK.
Namun ketika AL tidak ditemukan dokumen pendukung. Apapun alasannya,
temuan ini membuat nilainya pasti turun.

2). Elemen atau butir penilaian  yang bersifat kuantitatif, angka yang ditampilkan tidak akurat

Sebagian besar elemen atau butir penilaian dalam borang bersifat
kuantitatif. Cara menilainya menggunakan rumus atau perhitungan lain
seperti prosentase dan kekerapan. Data kuantitatif itu digunakan
berulang-ulang untuk menjawab pertanyaan yang berbeda. Dalam banyak
borang Program Studi, kerap ditemukan data yang tidak akurat.

Ketidakakuratan itu paling banyak teterkait dengan Standar 3 Mahasiswa
dan Lulusan, Standar 4 Sumber Daya Manusia, Standar 6 Pembiayaan, Sarana
dan Prasarana, serta Sistem Informasi, dan Standar 7 Penelitian,
Pelayanan/Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerjasama.

Sebagai contoh,  jumlah mahasiswa ditampilkan dalam banyak kategori
yaitu: mahasiswa sebagai peminat, mahasiswa yang lulus seleksi masuk,
mahasiswa yang registrasi, mahasiswa transfer, mahasiswa reguler,
mahasiswa yang lulus tepat waktu, mahasiswa yang DO, mahasiswa yang
mendapat pekerjaan dalam waktu cepat, mahasiswa yang dilibatkan dalam
studi pelacakan, mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir, mahasiswa yang
ikut serta penelitian dosen, dan mahasiswa yang membantu pengabdian
masyarakat yang dilakukan dosen.

Berbagai kategori itu ada yang ditampilkan secara mandiri, dan ada pula
yang digunakan dengan cara dibandingkan, serta sebagai faktor pembagi.
Misalnya untuk rasio dosen:mahasiswa, rasio mahasiswa transfer: bukan
transfer. Seringkali angka-angka itu tertukar, atau muncul dalam jumlah
yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang berbeda. Padahal seharusnya
jumlahnya tetap sama jika menyangkut jumlah mahasiswa reguler sebagai
pembanding dan pembagi. Begitupun dengan jumlah dosen yang diminta dalam
banyak kategori.

Sudah pasti ketidakakuratan ini menjatuhkan nilai karena menimbulkan
ketidakpastian. Juga bisa mendorong asesor menyimpulkan bahwa Program
Studi tidak dikelola dengan baik. Sebab data penting dan utama tidak
akurat. Ketidakakuratan jumlah mahasiswa dan dosen tetap maupun tidak
tetap, akan berakibat banyak data terkait pembiayaan, tatakelola kelas,
kecukupan sarana dan prasarana menjadi tidak dipercaya.

3). Elemen atau butir penilaian yang berkaitan atau satu kluster, baik yang kualitatif maupun kuantitatif tidak konsisten.

Ketidakkonsistenan paling banyak terdapat pada elemen atau butir yang
menyangkut mahasiswa dan dosen, kurikulum dan tatakelola perkuliahan.
Sebab elemen ini paling banyak ditanyakan. Kategori pertanyaannya
beragam. Dengan demikian data yang disajikan juga menjadi sangat beragam
caranya ditampilkan dan dihitung.

Sebagai contoh untuk elemen atau butir penilaian kualitatif adalah

5.1 Kurikulum harus memuat standar kompetensi lulusan yang terstruktur
dalam kompetensi utama, pendukung dan lainnya yang mendukung
ketercapaian tujuan, terlaksananya misi, dan terujudnya visi program
studi.

Sudah pasti elemen penilaian 5.1 ini berkaitan secara langsung dengan
elemen penilaian 1.1, 1.2, dan 5.1.1.a, 5.1.1.b, 5.1.2.a, 5.1.2.b,
5.1.2.c, 5.1.3, 5.1.4, 5.2.a, 5.2.b, 5.3.2. Banyak ditemukan kata kunci
dalam visi, misi dan tujuan tidak muncul atau tidak terjelaskan dalam
uraian tentang kurikulum, dan sama sekali tidak terlihat dalam soal
ujian.

Memang tidak mudah menjaga dan memertahankan konsistensi dalam elemen
penilaian yang sangat banyak itu, apalagi bersifat kualitatif. Namun,
harkat dan peringkat tinggi hanya didapat dengan cara menguraikan tiap
elemen penilaian tersebut secara jelas, rinci dan akurat, serta menjaga
konsistensinya dengan elemen-elemen yang terkait langsung.

Contoh untuk elemen penilaian kuantitatif yang sering tidak konsisten
terkait dengan dosen. Pada elemen penilaian 4.3 diminta penjelasan
tentang kualifikasi dosen tetap. Elemen penilaian ini diurai menjadi
delapan deskriptor. Dalam semua deskriptor yang harus dimunculkan adalah
angka-angka. Kemudian muncul lagi elemen tentang dosen tetap pada 4.5.2
terkait dengan peningkatan kemampuan dosen tetap. Pada elemen ini juga
harus muncul angka. Pada 4.5.3 diminta data kegiatan dosen tetap. Pada
5.4 diminta data tentang keterlibatan dosen tetap sebagai Pembimbing
Akademik. Pada 5.5 sebagai pembimbing tugas akhir. Pada 6.2 tentang
pembiayaan penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan dosen.
Pada 6.3 tentang ruang kerja dosen. Pada 7.1 tentang produktivitas dosen
dalam penelitian, dan 7.2 tentang kegiatan pengabdian pada masyarskat.
Keseluruhannya harus menampilkan angka hasil perhitungan yang menjadikan
jumlah dosen tetap sebagai pembagi.

Seringkali jumlah dosen tetap sebagai pembagi tersebut berubah-ubah. Ada
pula yang menampilkan dosen pembimbing tugas akhir, lebih banyak dari
jumlah dosen tetap. Padahal Program Studi menyebutkan tidak ada dosen
tidak tetap. Begitupun halnya dengan jumlah dosen tetap yang melakukan
penelitian. Jumlah dosen berubah-ubah. Saat menjelaskan dosen tetap yang
meneliti ada tujuh orang dosen. Namun sewaktu menguraikan jumlah dana
penelitian, jumlah dosen tetap yang meneliti menjadi lebih kecil.
Pastilah ketidakkonsistenan ini sangat menjatuhkan nilai dan membuat
Program Studi bisa masuk dalam daftar Program Studi bermasalah.

Mengapa begitu banyak kekeliruan yang terdapat dalam borang Program
Studi yang dikirimkan ke BAN PT untuk dinilai? Sangat banyak kemungkinan
penyebabnya. Beberapa di antaranya diurai berikut ini.

Borang ditulis dengan pendekatan deduktif. Pendekatan ini dikerjakan
dengan cara menulis borang mengikuti pedoman yang telah dibuat oleh BAN
PT. Setelah membaca berbagai pedoman, biasanya yang sangat diperhatikan
dan diikuti adalah Buku VI untuk Program Studi Sarjana. Borang ditulis
mengikuti pedoman tersebut dengan kurang atau tidak memerhatikan kondisi
nyata Program Studi terkait dengan data yang sungguh-sungguh dimiliki.
Biasanya terselip pemikiran bahwa data pendukung bisa dicari dan
dikumpulkan setelah borang ditulis.

Ada pula yang kurang memerhatikan berbagai buku pedoman yang dibuat BAN
PT. Borang dibuat berdasarkan borang yang pernah dikirimkan sebelumnya
atau borang milik Program Studi lain. Isinya disesuaikan dengan kondisi
Program Studi yang sedang dibuat borangnya. Acapkali kurang didukung
oleh bukti.

Seringkali borang dibuat dalam jangka waktu yang singkat menjelang masa
akreditasi sebelumnya akan berakhir. Singkat dan sempitnya waktu yang
tersedia menyebabkan borang ditulis dalam ketergesaan yang berakibat
rendahnya kejelasan, kerincian, keakuratan, dan kekonsistenan.

Banyak Program Studi yang membentuk tim untuk mengisi borang. Sangat
beragam bentuk tim itu. Ada yang membagi tim menjadi dua, satu tim
mengerjakan elemen penilaian kualitatif, dan satu tim menyelesaikan
elemen penilaian kuantitatif. Terdapat Program Studi yang membuat tiga
tim, dua tim mengerjakan masing-masing dua standar, dan satu tim menulis
tiga standar. Tentu varian lain masih ada.

Diharapkan mengerjakan borang dengan cara membentuk tim akan
menghasilkan borang yang jelas, akurat, dan rinci. Sebab masing-masing
tim akan fokus mengerjakan elemen penilaian tertentu.

Namun sangat disayangkan, jarang sekali dilakukan singkronisasi dan
harmonisasi tiap standar ketika borang itu selesai dikerjakan. Kondisi
inilah yang menyebabkan terjadinya ketidakkonsistenan seperti yang telah
diuraikan di atas.

Jangan pernah dilupakan, ada keterkaitan antara ketujuh standar yang
harus dikerjakan. Keterkaitan itu bersifat langsung dan tidak langsung.
Langsung maksudnya uraian pada elemen penilaian tertentu menjadi faktor
pembagi atau pembanding untuk elemen penilaian lain pada standar yang
berbeda.

Dengan demikian bila Program Studi hendak mendapatkan nilai dan
peringkat unggul atau terbaik, maka ada serangkaian kegiatan yang
dilakukan, yang keseluruhannya merupakan perujudan dari terlaksananya
budaya mutu. Dengan pendekatan ini, penulisan borang adalah bagian dari
serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan mutu. Bukan
sebagai kegiatan khusus yang dirasakan sangat merepotkan seperti yang
sekarang ini terjadi di sejumlah besar Program Studi.

Sebagai ujud pelaksanaan budaya mutu, Program Studi membuat rencana
strategis yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan tujuan yang
lebih dulu telah dirumuskan. Kemudian secara konsisten melaksanakan
rencana strategis itu dalam praktik nyata keseharian di Program Studi.

Bila rencana strategis itu telah berjalan, maka Program Studi
berkewajiban menyedian laci atau tempat penyimpan berkas untuk tiap
dosen. Semua dosen diwajibkan mengumpulkan di dalam laci itu semua
dokumen terkait apa yang telah dikerjakannya. Mulai dari SAP kuliah yang
dikreasinya, sertifikat yang didapatkan dari berbagai kegiatan dan
semua karyanya. Kunci laci itu dipegang oleh dosen yang bersangkutan dan
Ketua Program Studi.

Secara berkala dan terjadwal Ketua Program Studi memeriksa isi laci itu
untuk melakukan evaluasi. Bagian mana dari rencana strategis yang belum
berjalan dengan baik berdasarkan penilaian terhadap dokumen dan data
lain yang dihasilkan oleh tiap dosen. Misalnya mengingatkan dosen yang
belum melakukan penelitian atau belum memperbarui SAP agar segera
melaksanakannya.

Bila tiba saatnya untuk menulis borang, maka bisa digunakan pendekatan
deduktif sekaligus induktif. Deduktif karena para penulis borang harus
memerhatikan dengan cermat semua pedoman yang telah dibuat oleh BAN PT.
Induktif karena berbasis data dan dokumen yang telah dikumpulkan
sepanjang waktu sampai datang saatnya menulis borang. Pastilah menulis
borang menjadi mudah, rinci, akurat, dan konsisten. Pasti tidak akan
digunakan penulisan borang model bohong dan ngarang atau bohong dan
curang.

Perlu ditegaskan agar para penulis borang jangan hanya membaca dan
mencermati Buku VI untuk jenjang sarjana. Baca dan pelajari dengan
cermat:

1.BUKU 1-NASKAH AKADEMIK AKREDITASI PROGRAM STUDI SARJANA

2.BUKU 2-STANDAR DAN PROSEDUR AKREDITASI SARJANA

3.BUKU 3A-BORANG AKREDITASI SARJANA

4.BUKU 3B-BORANG FAKULTAS-SEKOLAH TINGGI

5.BUKU 4-PANDUAN PENGISIAN INSTRUMEN AKREDITASI S1

6.BUKU 5-PEDOMAN PENILAIAN INSTRUMEN AKREDITASI PROGRAM SARJANA

7.BUKU 6-MATRIKS PENILAIAN INSTRUMEN AKREDITASI PS S1

8.BUKU 7-PEDOMAN ASESMEN LAPANGAN

9.PEDOMAN_EVALUASI_DIRI

Bila hanya membaca dan memedomani Buku VI, para penulis borang tidak
akan memahami secara mendalam kemengapaan, tujuan, alasan, substansi,
ruang lingkup, dan mekanisme keseluruhan proses akreditasi. Misalnya
mengapa harus ada studi pelacakan terhadap lulusan, mengapa yang menjadi
subjek studi pelacakan sampai ke tingkat pengguna? Bila semua buku di
atas dibaca dengan cermat, maka penulis borang akan sangat memahami dan
mampu mengisi borang dengan tepat, jelas, rinci, akurat dan konsisten.

AKREDITASI BUKANLAH PEKERJAAN INSTAN UNTUK MENGISI BORANG.

* Dr.Nusa Putra, M.Pd. adalah dosen UNJ