Apanya yang Baru?

Gunawan Handoko Kita semua tentu berharap agar di tahun 2016 yang hanya tinggal dalam hitungan jam ini akan membawa kebaikan, dalam segala hal tentunya. Kita dituntut untuk tetap optimis menatap masa depan, walau banyak diantara saudara-saudara kit...

Apanya yang Baru?

Gunawan Handoko

Kita semua tentu berharap agar di tahun 2016 yang hanya tinggal dalam hitungan jam ini akan membawa kebaikan, dalam segala hal tentunya.

Kita dituntut untuk tetap optimis menatap masa depan, walau banyak diantara saudara-saudara kita yang kehilangan semangat akibat sulitnya kehidupan yang membelitnya.

Wajar jika mereka bersikap apatis alias masa bodoh dalam berbagai hal, termasuk datangnya tahun baru ini.

“Sama sekali ndak ada yang baru, semua tetap seperti biasa. Matahari terbit dari Timur di pagi hari, dan angslup di ufuk Barat pada sore hari. Yang baru cuman satu, yaitu penanggalan atau kalender….” itulah ungkapan polos dari seorang pekerja bangunan yang boleh jadi mewakili ribuan bahkan ratusan ribu warga kita yang nasibnya belum beruntung.

Apa yang dikatakannya benar, walau penuh frustasi. Hanya dalam legenda Sang Kuriang dan Roro Jonggrang saja matahari terbit sebelum waktunya. Sang matahari merasa berisik mendengar para wanita yang membunyikan lesung menumbuk padi, dan matahari mengira bahwa hari sudah pagi…..

Untungnya, meski hidupnya terhimpit berbagai kesulitan namun mereka tidak banyak menuntut Pemerintah. Mereka lebih memilih pasrah dan meyakini bahwa semua kejadian ini karena murkanya Tuhan atau peringatan Illahi Rabb kepada manusia. Hanya yang mereka sesalkan, kenapa kok yang menjadi korban adalah mereka yang sehari-hari tergolong makhluk yang paling nrimo, suci, tidak korupsi dan melakukan kecurangan.

Teori apapun, termasuk teoritisasi sastra-sosial yang percaya pada marxisme tidak akan mampu menjelaskan mengapa mereka yang harus secara terus menerus menjadi pelengkap penderita…. Apakah karena mereka yang mampu bersikap tegar sehingga Allah memberikan cobaan kepada?

Benar, sebagian besar kaum papa memiliki ketegaran yang luar biasa. Mereka sangat percaya pada filsafat Cakra Manggilingan, bahwa hidup ini seperti putaran roda, kadang di bawah dan kadang di atas. Meski hanya aliran filsafat, namun terbukti sangat ampuh dan memberi kekuatan batin, membangkitkan semangat dan harapan bahwa pada suatu saat roda akan berputar ke atas. Pada titik inilah apa yang disebut ‪#‎baru‬ sungguh terjadi dalam pengalaman mental yang dimiliki kaum lemah miskin..

Nah, agar harapan baru itu benar-benar terjadi dalam pengalaman mental, kita pun perlu melakukan refleksi. Seyogyanya kita melakukan sujud syukur ketika memasuki detik-detik pergantian tahun, duduk dalam keheningan untuk melihat dengan jernih srraya mengharap bimbingan Allah dalam memasuki pergantian tahun.

Mari kita berpikir ulang, masih pantaskah menggelar pesta pora dan gegap gempitanya suara petasan kembang api?

Mungkin akan lebih bermakna apabila uang yang dihambur-hamburkan untuk krnikmatan sesaat tersebut dibelikan makanan kecil untuk dinikmati bersama-sama dengan mereka, sekaligus untuk mempererat tali silaturrahim dalam menumbuhkan kerukunan warga masyarakat…..