Polresta Bandarlampung Sidik Perkara Dugaan Korupsi di Dinas Lingkungan Hidup

Zainal Asikin|Teraslampung.com BANDARLAMPUNG–Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Bandarlampung tengah menyidik perkara dugaan korupsi pengelolaan dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi pengujian sampel air di UPT...

Polresta Bandarlampung Sidik Perkara Dugaan Korupsi di Dinas Lingkungan Hidup
Ilustrasi

Zainal Asikin|Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG–Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Bandarlampung tengah menyidik perkara dugaan korupsi pengelolaan dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi pengujian sampel air di UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung tahun anggaran 2015 dan 2016.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung, Kompol Harto Agung Cahyono mengatakan, terkait dugaan kasus penyelewengan dana PAD di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung tahun anggaran 2015 dan 2016 tersebut, pihaknya sudah memeriksa sekitar 40 saksi dalam perkara tersebut.

“Saksi yang diperiksa, dari para pegawai di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung dan juga beberapa perusahaan yang melakukan uji sampel air,”ujarnya, Minggu (10/9/2017).

Dikatakannya, dari hasil pemeriksaan para saksi dan juga bukti-bukti yang didapatkan, kasus tersebut statusnya tingkatkan ke penyidikan. Saat ini, penyidik sedang menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Lampung.

“Hasil penghitungan kerugian dari BPK belum keluar, kalau sudah keluar penyidik akan segera menetapkan tersangka dalam perkara tersebut,”ungkapnya.

Menurutnya, penyidik memang sudah mengantongi siapa saja nama-nama yang akan ditetapkan sebagai calon tersangkanya, dalam kasus korupsi PAD di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung tersebut.

“Calon tersangkanya, orang yang bertanggungjawab pada pengelolaan retribusi pengujian sampel air di UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan,”bebernya.

Mantan Kasat Reskrim Polres Lampung Tengah ini mengutarakan, kasus ini terjadi di tahun 2015 dan 2016. Saat itu UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan, melakukan pengujian kualitas air seperti limbah cair dari beberapa perusahaan industri, rumah sakit serta perhotelan.

Setiap melakukan uji sampel air, kata Harto, UPT menarik retribusi yang besarannya ditetapkan pemerintah daerah (Pemda). Mengenai besaran retribusi tersebut, tergantung jumlah parameter yang akan diuji serta biaya pengambilan sampel air kepada perusahaan-perusahaan.

“Seharusnya, biaya retribusi tersebut disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Ada 100 perusahaan yang telah melakukan uji sampel air, di UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan,”terang Alumnus Akpol 2005 ini.

Dalam pengelolaan retribusi tersebut, pihaknya menduga ada penyimpangan anggaran. Kemudian penyidik melakukan penyelidikan mengambil sampel dari 25 perusahaan yang telah melakukan uji sampel air. Diketahui, jumlah anggaran yang telah disetorkan dari 25 perusahaan tersebut, sebesar Rp 753.905.000. Namun yang tercatat dalam laporan keuangan UPT, hanya sebesar Rp 408.717.000.

“Dari fakta tersebut, ada perbedaan laporan pendapatan UPT dengan yang disetorkan 25 perusahaan. Sehingga disinyalir, adanya penyelewengan dana dalam pengelolaan retribusi tersebut,”jelasnya.

Penyelewengan dana tersebut, lanjut Harto, yakni tidak disetorkan sebagian retribusi tersebut ke kas negara. Berdasarkan hasil hitungan kasar penyidik, didapat jumlah kerugian negara hingga mencapai Rp 345.608.000.

“Untuk kerugian negaranya, hingga saat ini kami masih menunggu hasil penghitungan dari BPK. Ya mudah-mudahan saja, hasil penghitungannya cepat keluar dan segera menetapkan tersangkanya,”pungkasnya.