Pak Aom
Endri Kalianda PAGI ini, gerimis di kampung kami. Tapi, ‘cuaca’ grup-goup WhatsApp panas. Semua ruang seolah penuh berita tertangkapnya Rektor Unila oleh KPK prihal dugaan suap, khususnya untuk masuk Fakultas Kedokteran. Umumnya, di progr...

Endri Kalianda
PAGI ini, gerimis di kampung kami. Tapi, ‘cuaca’ grup-goup WhatsApp panas. Semua ruang seolah penuh berita tertangkapnya Rektor Unila oleh KPK prihal dugaan suap, khususnya untuk masuk Fakultas Kedokteran. Umumnya, di program Simanila itu.
Seketika kita ingat meme. Yang berkisah tentang anak badung dan suka bolos waktu SMA, tak seberapa pintar juga. Kini sudah jadi dokter spesialis karena anak orang kaya. Sementara, temannya, anak yang pintar dan rajin karena keluarga orang miskin, berakhir dengan jadi pendorong gerobak jual mie ayam.
Meme itu menemukan relevansi dan pembenarnya jika dugaan suap masuk Fakultas Kedokteran benar. Diktum soal menjadi dokter bukan hanya butuh kepintaran, mesti jadi anak orang kaya juga sebab mahalnya beaya kuliah, semakin menjadi fakta tak terbantahkan.
Di tengah hujan kepagian, anehnya kenapa banyak orang berkomentar, terlihat senang dan mengapok-ngapokkan Rektor Unila itu.
Menariknya lagi, sekelas rektor, kampus terbaik, bisa juga disebut terbesar di Lampung, yang banyak melahirkan intelektual dan pengisi ruang-ruang jabatan publik di kampung kami, ditangkap KPK?
Atau pertanyaan retorisnya dibalik, sekelas KPK menangkap rektor? Kasusnya suap calon mahasiswa pula, apa ada anak kemenakan pimpinan KPK yang mau nyuap dan atau ada kawan rektor yang tak kebagian jatah yang melaporkan? Atau memang murni penegakan hukum?
Itu di Unila. Bagaimana dengan kampus negeri lain? Lebih parah, atau memang bersih? Tentu kita bisa tertawa dengan persepsi masing-masing.
Bagaimanapun, ini ujian yang mesti dihadapi dunia pendidikan di kampung kita. Sebab, selain rektor Unila yang kampus negeri, salah satu yang ikut ditangkap KPK juga mantan rektor di kampus swasta yang posisinya, baru saja digantikan oleh adiknya.
Ada satu lagi rektor kampus swasta, perkaranya sudah berbulan-bulan ditangani kejaksaan atas dugaan penyelewengan dana KONI, masih bebas aman terkendali. Pak Aom itu, yang tak diketahui publik, tiba-tiba dor! Mengejutkan. Langsung dicokok KPK.
Itulah potret kepastian hukum di negeri ini. Paradoks dan terkesan suka-suka aparatur penegaknya.
Namun yang pasti, meski ada yang gembira, tentu ada juga yang medoakan agar Pak Aom tabah dan sabar. Yang membuat saya tertawa terbahak-bahak adalah komentar itu. “Petani melon aja ditipu, apalagi calon mahasiswa yang anak orang kaya.”(*)