Kostum Paranoid
Syamsul Arifien* BANYAK peristiwa sejarah atau momen-momen spesial, insidental, regional – yang jika dihitung bisa melampaui 10 jari tangan – diupacarai oleh pemerintah setiap tahun. Pemandangan yang lazim dijumpai pada even-even serimonial ters...

Syamsul Arifien*
BANYAK peristiwa sejarah atau momen-momen spesial, insidental, regional – yang jika dihitung bisa melampaui 10 jari tangan – diupacarai oleh pemerintah setiap tahun. Pemandangan yang lazim dijumpai pada even-even serimonial tersebut, adalah aksi mencolok para pejabat mengenakan kostum seragam baru, yang mempresentasikan kegemerlapan dan bermakna kesuksesan perhelatan acara.
Bisa dibayangkan berapa kali dalam satu tahun para pejabat kita dari berbagai level itu bergonta-ganti kostum seragam gres penyelenggaraan beragam kegiatan. Apakah itu acara HUT RI, HU Daerah, MTQ, Safari Ramadhan, Pameran Pembangunan, aneka ekspo, festival, pelantikan organisasi ini organisasi itu, Lomba Nasi Tumpeng PKK, Lomba Senam Ibu-Ibu Dharma Wanita, dan lain-lain. Anda bisa daftar sendiri berdasarkan pengetahuan, pengalaman maupun kesaksian Anda selaku penikmat alias penonton aktif atau pasif. di setiap ajang-ajang kegiatan resmi SKPD-Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Dari bibir lapangan, dari tengah kerumunan massa, para pejabat duduk berjejer di tenda VIP atau berdiri di panggung utama, dalam parade kostum rapih dengan rupa-rupa dan jenisnya seperti kain batik khas daerah, busana muslim, training olah raga, t-shirt, dan seterusnya yang jumlahnya bisa mencapai ratusan biji.
Parade kostum seragam acara-acara resmi pemerintah, itu pasti berbeda kesejarahannya dengan pakaian yang kita kenakan dan kita beli dengan keringat sendiri, yang itu pun sangat mungkin kita hanya mampu berganti baju baru satu tahun sekali di hari raya lebaran.
Artinya jelas, bahwa belanja kostum seragam kegiatan seremoni di kantor-kantor pemerintah itu bersumber dari kantung APBD. Dari meja perencanaan SKPD-Satuan Kerja Perangkat Daerah, dari perjuangan program dan anggaran di forum hearing DPRD, dari koneksi (langganan) produsen bahan, pengusaha jasa konveksi, sampai dengan pola distribusi, dapat dirunut asbabun nuzul rancang bangun konvensional bagaimana kostum upacara-upacara itu diadakan.
Pertanyaannya, adakah relevansi pemanfaatan uang APBD untuk belanja barang atau jasa yang tidak terlalu urgen, dan ada manfaat langsung bagi masyarakat? Kostum seragam kegiatan-kegiatan seremoni yang pasti hanya dinikmati segelintir pejabat dan pegawai. Ini satu hal saja, dari banyak hal program anggaran yang hanya bersifat pemborosan, general dan minus kepekaan sosial, produk dari sesat logikal.
Tak jauh beda, bahkan lebih tak masuk akal, adalah trend pejabat-pejabat kita yang gemar nampang di papan-papan billboard dan baliho-baliho besar di jalan-jalan raya perkotaan. Yang dipastikan itu semua diongkosi oleh duit APBD.
Karena otoritas pangkat di pundak, karena punya kekuatan jengkol di dada, kesalahan-kesalahan fatal pemanfaatan APBD seperti sudah dipermaklumkan atau tidak dianggap lagi sebagai keanehan. Padahal, jika sedikit saja akal dan hati memiliki kejernihan, praktik-prakik bodoh semacam itu tak lain sebagai wujud kepribadian orang sakit mental. Paranoid-isme kekuasaan.
*Ketua Kelompok Musik Jamus Kalimosodo Lampung