Kasus Korupsi DKP Bandarlampung, Kejari Tahan Konsultan

Zainal Asikin/teraslampung.com Ilustrasi BANDARLAMPUNG-Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung, menahan satu tersangka, Chandra Priyantoni (29) Konsultan Pengawas, atas dugaan korupsi pembangunan proyek Kios Mini di Dinas Kelautan dan Perik...

Kasus Korupsi DKP Bandarlampung, Kejari Tahan Konsultan

Zainal Asikin/teraslampung.com

Ilustrasi

BANDARLAMPUNG-Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung, menahan satu tersangka, Chandra Priyantoni (29) Konsultan Pengawas, atas dugaan korupsi pembangunan proyek Kios Mini di Dinas Kelautan dan Perikana (DKP) Kota Bandar Lampung tahun 2012 senilai Rp300 juta.

Usai menjalani pemeriksaan di ruang penyidik Kejari Bandar Lampung selama empat jam, sejak pukul 10.00 WIB, tersangka Chandra Priyantoni akhirnya dijebloskan ke rumah tahanan (Rutan) Way Hui sekitar pukul 14.00WIB, dengan menggunakan mobil tahanan Kejaksaan Negeri Bandarlampung.

Kasi Pidsus Kejari Bandar Lampung, Fredy Simanjuntak mengatakan, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polresta Bandarlampung, tersangka Chandra tidak dilakukan penahanan.

“Setelah dilakukan tahap II, tersangka Chandra langsung kami tahan di Rutan Wayhui selama selama 20 hari kedepan terhitung mulai hari ini (kemarin),” kata Fredy, Senin (9/3).

Fredy menjelaskan, penahanan tersebut dilakukan lantaran memiliki alasan yang kuat, salah satunya karena nilai kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp300 juta.

“Ditahannya tersangka, salah satunya adanya kerugian negara makanya kami ia (tersangka) kami tahan untuk menghindari penghilangan barang bukti dan agar dalam proses pemeriksaan lebih lanjut berjalan lancar, maka kami titipkan di Rutan Way hui”jelasnya.

Dikatakan Fredy, dalam perkara ini, peran dari tersangka Chandra ini, yakni tidak melakukan pengawasan pada proyek pembangunan kios mini di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Bandarlampung tahun 2012.

“Ya karena tersangka Chandra ini tidak mengawasi proyek tersebut secara maksimal, sehingga terjadilah tindak pidana korupi pada pembangunan kios mini itu secara bersama-sama,”jelasnya.

Dalam perkara tersebut, ada dua orang yang statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Agus Sujatma (Anggota DPRD Kota Bandarlampung) dan Hendrik (rekanan). Namun hingga kini, berkas kedua tersangka tersebut belum dinyatakan lengkap atau P21.

“Seperti apa yang saya katakan pada sebelumnya, tersangka Agus Sujatma dan Hendrik berkas dari keduanya masih dilengkapi oleh penyidik Polresta Bandarlampung,”terang Fredy.

Ditambahkannya, Ia berharap  penyidik Polresta Bandarlampung untuk segera melengkapi dua berkas tersangka Agus Sujatma dan Hendrik agar dapat segera untuk dapat disidangkan.

“Ya dalam hal ini, saya sih berharap berkas itu dapat secepatnya kami nyatakan lengkap. Tapi ya mau
gimana lagi mas, kalau memang belum lengkap. Seharusnya para tersangka itu, bisa dijadikan satu saat di meja persidangan, karena kan perkara ini satu hanya beda berkas saja. Apalagi kasus ini kan saksi-saksinya pun pasti sama juga,” tegas dia.

Diberitakan sebelumnya, dalam perkara ini, Polresta Bandarlampung menetapkan lima tersangka yakni Agus Sujatma, Hendrik, Chandra, Ery Adil Rahman dan Agus Mujianto. Untuk dua orang tersangka, Ery dan Agus sudah menjalani sidang dan divonis bersalah di Pengadilan Tipikor
Tanjungkarang.

Pada pembangunan kios mini, diketahui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Bandar Lampung mendapat anggaran yang bersumber dari APBN dan dana pendamping APBD tahun anggaran 2012
sebesar Rp1,5 miliar. Diproses tender, dimenangkan Hendrik selaku Direktur CV Tita Makmur Cahaya. Kemudian Hendrik memberi kuasa kepada Ery Adil Rahman sebagai kuasa direktur.

Dalam perjanjian kontrak kerja sama antara CV Tita Makmur Cahaya yang merupakan rekanan DKP, ada tanda tangan Hendrik yang dipalsukan. Lalu proses pengerjaannya, Ery bekerja sama dengan Agus Sujatma, namun hanya atas dasar kepercayaan dan tanpa ada bukti tertulis.

Peran Agus Sujatma sendiri sebagai penyandang dana dan yang pemilik paket proyek serta pengorder barang-barang yang digunakan dalam proyek tersebut. Namun, ternyata barang yang dipesan, dibeli, dan dibayar Agus Sujatma tidak merujuk spesifikasi yang tertulis dalam kontrak kerja yang sudah disepakati dengan DKP.