Nah! Perahu PDIP untuk Mukhlis Basri dan Herman HN!
“Perahu PDIP di Pilgub Lampung 2018 jatuh untuk Mukhlis Basri dan HN!” Itulah harapan sebagian simpatisan atau pendukung Mukhlis Basri. “Harusnya dibalik, untuk Herman dan Mukhlis!” Para pendukung Herman HN barangkali akan mem...

“Perahu PDIP di Pilgub Lampung 2018 jatuh untuk Mukhlis Basri dan HN!”
Itulah harapan sebagian simpatisan atau pendukung Mukhlis Basri.
“Harusnya dibalik, untuk Herman dan Mukhlis!”
Para pendukung Herman HN barangkali akan memekiki lebih sengit seperti di atas.
Sabaarr…. Para pendukung kandidat harus sabar. Seperti kita juga mesti sabar menanti saat durian matang di pohonnya.
Para kandidat cagub-cawagub yang mengincar perahu PDIP sudah mengikuti tahap penjaringan di Kantor DPP PDIP. Mereka harus percaya bahwa partai akan mengeluarkan keputusan terbaik. Tentu bukan keputusan yang akan membuat semua orang senang.
DPP PDIP tentu tidak mau gegabah memunculkan nama untuk diserahi perahu dan berlayar di samudera Pilgub Lampung 2018. DPP PDIP masih harus melakukan survei terhadap para calon, menganalisisnya, untuk kemudian menentukan pilihan.
Selain hasil survei menunjukkan elektabilitas yang tinggi, yang tak kalah pentingnya tentu soal kesiapan dana. Sangat boleh jadi, DPP PDIP akan mengonfirmasi kembali kepada para calon yang namanya muncul sebagai yang terkuat terkait pendanaan Pilgub. Maklum, biaya untuk memenangi Pilgub tidaklah murah. Perlu dana besar untuk menggerakkan semua potensi partai, jaringan relawan, sakti di semua TPS, hingga pengacara untuk mengantipasi munculnya sengketa hasil Pilgub.
Sebab itulah, hasil fit and proper test di DPP PDIP bagi cagub dan cawagub Lampung tidak bisa diumumkan secepatnya.
***
WAKTU dua minggu terlalu cepat. Namun, bagi para kandidat calon gubernur dan calon wakil Gubernur Lampung yang mengikuti proses penjaringan di PDIP barangkali waktu tersebut terlalu lama. Ya, masih harus menunggu hingga akhir Agustus 2017 mereka baru bisa mendapatkan kepastian siapa yang beruntung untuk mendapatkan perahu yang dipakai mengarungi Pilgub Lampung 2017.
Sambil menunggu saat pengumuman DPP PDIP tentang kandidat yang akan diusung pada Pilgub Lampung 2018, boleh kita berandai-andai.
Eh , tetaaaaaaaaapi… ada yang heboh lho…. Pengandaian saya kemarin tentang PDIP memberikan perahu kepada Ridho Ficardo – Mukhlis Basri, alhamdulillah, menempatkan diri saya sebagai orang paling oon di dunia. Saya disebut bodoh karena telah membuat berita hoax oleh para ahli pers dan wartawan yang sudah sangat mintilihir menulis dan tidak pernah nadangin ludah narasumber.
Okelah saya bodoh di bidang tulis menulis. Saya mengaku. Harap maklum, karena saya baru belajar menulis. Baru beberapa bulan saja saya menjadi wartawan. Tapi ketahuilah, tulisan saya tentang perahu PDIP untuk Ridho dan Mukhlis itu bukan news, bukan berita. Apalagi itu tulisan berita hoax. Itu juga bukan kesimpulan. Itu adalah tulisan opini. Pendapat. Pendapat saya sebagai warga Lampung yang pernagh mengikuti proses Pilgub sejaik gubernur dipilih oleh DPRD hingga saat ini.
Sebagai opini, tulisan saya adalah konstruksi pikiran yang idenya bersumber dari kabar yang berseliweran dan diramu dengan referensi dan inferens pengalaman mengamati fenomena Pilgub Lampung 2014 lalu. Justru karena saya ingin menguarkan pemikiran dan memotret fenomena yang tampak itulah maka saya membuat tulisan opini, bukan berita. Namanya saja opini, tentu isinya versi penulisnya. Ia bisa dibantah.
Kembali ke masalah kandidat yang berpeluang meraih perahu PDIP untuk maju di Pilgub Lampung, benarkah Ridho Ficardo nemanya begitu mencorong di pengurus DPP PDIP sehingga menyilaikan sehingga PDIP memberikan perahunya kepada petahana yang juga Ketua Partai Demokrat Lampung itu?
Logika apa yang menjadikan nama Ridho mengalahkan kader PDIP sendiri? Sebegitu kuatkah basis argumentasi DPP PDIP sehingga memilih calon di luar kader? Ah, barangkali orang akan menghubungkan-hubungkan contoh di Pilgub DKI Jakarta, saat PDIP mengusung pasangan Ahok – Djarot.
Namun, mesti diingat Lampung beda dengan DKI. Analisis sosial -politiknya berbeda, relasi Ahok – Megawati berbeda dengan relasi Ridho – Megawati. Ahok juga bukan orang partai lagi yang terikat secara ideologis dengan partai. Kasusnya berbeda dengan Ridho Ficardo yang saat ini menjadi orang nomor satu di Partai Demokrat Lampung.
Kalau itu dikaitkan proyeksi dua tahun ke depan — Pemilu dan Pilpres 2019 — maka logika PDIP memberikan perahu kepada Ridho patah dengan sendirinya. Bagaimanapun, kepala daerah yang berasal dari partai adalah kebanggaan bagi partai yang bersangkutan.
Ketika sudah terpilih sebagai kepala daerah, kader partai merupakan sumber daya (dan sumber dana) yang bisa menjadi andalan partai. Maka, muskil rasanya PDIP dan Demokrat akan berbagi perhatian kepada Ridho (dan sebaliknya). Itu sama saja dengan mengharapkan Megawati dan SBY minum teh bareng di Lenteng Agung atau menikmati nasi goreng bersama di Cikeas.
Kalau argumen untuk mempercayakan perahu PDIP dikayuh Ridho Ficardo bisa dipatahkan, lalu siapa yang layak diberi kepercayaan PDIP pada Pilgub 2018? Mukhlis Basri? Herman H.N.? Atau kader PDIP lainnya?
(Bersambung…)
Oyos Saroso H.N.