Walhi: Mal Boemi Kedaton Langgar GSS dan GSB
BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com–Direktur Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Bejoe Dewangga, menegaskan Mall Boemi Kedaton (MBK) di dekat pertigaan Jl. Teuku Umar-Jl, Sultan Agung-Jl. ZA Pagaralam, Bandarlampung, melanggar gari...

BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com–Direktur Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Bejoe Dewangga, menegaskan Mall Boemi Kedaton (MBK) di dekat pertigaan Jl. Teuku Umar-Jl, Sultan Agung-Jl. ZA Pagaralam, Bandarlampung, melanggar garis sempadan sungai(GSS). Menurut Bejoe, jarak antara bangunan dan bantaran sungai tidak sesuai dengan ketentuan batas minimal.
“Seharusnya banguna tersebut sesuai dengan GSS agar bisa mengahalangi jalannya air dan menyebabkan banjir,” kata Bejoe Dewangga,Selasa (4/11).
Menurut Bejoe, selain melanggar bantaran sungai, bangunan MBK juga menutupi sabuk hijau (green belt) sehingga berpotensi menimbulkan banjir. Pedangakalan dan penyempitan sungai akibat adanya bangunan mal tersebut, menurut Bejoe, juga berpotensi sangat besar
.
“Mall itu menghalangi green belt dan jelas sangat berpotensi untuk menyebabka, penyempitan sungai, dan pedangkalan sungai,” kata dia.
Bejoe mengatakan, pihak Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kota Bandarlampung hendaknya segera menegur MBK dan jika manajemen Mall tersebut tidak mentaati aturan hendaknya di berikan sanksi. Menurut Bejoe, BPLHD bisa saja memberikan sanksi kepada pihak mal tersebut karena melakukan pelanggaran.
Pada Selasa (4/11) Dinas Tata Kota (Distako) Bandarlampung bersama BPMP melakukan pengukuran di MBK terkait adanya indikasi pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Sungai (GSS). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diketahui bangunan MBK melebihi batas sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2011.
“Hasil pengukuran tim tadi bahwa untuk GSS ada yang 10 meter dan ada yang 11 meter. Perda Nomor 10 tahun 2011 menyebutkan, batas yang diperbolehkan minimal 5 meter. Dan sesuai PP nomor 38 tahun 2011 adalah 3 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang aliran sungai,” kata Kabid Pengawasan dan Monitoring Distako Bandarlampung, Dekrison, seusai meninjau pengukuran, Selasa, (4/11).
Sedangkan untuk GSB, kata Dekrison, bangunan MBK tercatat 25 meter dari badan jalan. Padahal, batas yang diperbolehkan sesuai peraturan tersebut yaitu 22 meter.
“Sehingga bisa kita nyatakan bahwa untuk batas GSS dan GSB Mal Boemi Kedaton ini tidak ada yang melanggar peraturan. Kalau ada pihak yang menyebutkan bahwa berdirinya mal ini melanggar GSS dan GSB, itu tidak benar, bisa dilihat tadi kan saat pengukuran,” kata dia.
Dekrison mengaku, pengukuran ulang tersebut bukan inisiatif dari pihak Distako, tetapi tindak lanjut surat permintaan pengukuran ulang dari pihak manajemen Mal Boemi Kedaton terhadap GSS dan GBS.
Perwakilan manajemen MBK, Jimmi, membenarkan pengukuran ini memang atas permintaan pihaknya untuk mengukur ulang GSS dan GSB mal tersebut.
“Ya, seperti kita ketahui selama ini bahwa beberapa pihak mempermasalahkan GSS dan GSB Mal Boemi Kedaton, katanya melanggar peraturan. Untuk itu kita kirimkan surat permintaan kepada distako untuk dilakukan pengukuran ulang supaya semua jelas,” terang Jimmi.
“Kami bersyukur karena sesuai hasil pengukuran tadi bahwa tidak ada yang melanggar, baik itu GSS maupun GSB. Dan untuk surat-surat yang lain juga sudah lengkap. Kami selaku pelaku usaha tentu berusaha untuk mematuhi segala peraturan yang berlaku,” imbuhnya.
Terpisah, anggota Komisi III Yuhadi ketika dikonfirmasi persoalan tersebut mengatakan pihaknya akan memanggil BPLHD terkait pendangkalan sungai dan penyempitan sungai yang diakibatkan oleh pembangunan MBK itu.
Terkait adanya pengukuran oleh Distako dan BPMP ia mengaku belum mengetahui hasil pengukuran tersebut.
“Kami akan panggil dulu BPLH terkait amdal dan pendangkalan sungainya,kalau untuk pengukuruan kita belum mengetahui hasilnya seperti apa,”katanya.
Riski/Mas Alina
Baca Juga: Pelanggaran Garis Sempadan, Dewan Panggil Pemilik Mal Bumi Kedaton dan Hotel Horison