Kopi Pagi: Dunia Maya dan Tempat Sembunyi yang Aman
Tomi Lebang Belantara media sosial yang luas tak tepermanai membuat banyak pengecut berkeliaran dengan jumawa. Dalam jubah gelap, nama samaran, atau topeng bajakan, mereka mengumbar tantangan, kemarahan, dan kedengkian, juga membagi kesakitannya ke d...

Tomi Lebang
Belantara media sosial yang luas tak tepermanai membuat banyak pengecut berkeliaran dengan jumawa. Dalam jubah gelap, nama samaran, atau topeng bajakan, mereka mengumbar tantangan, kemarahan, dan kedengkian, juga membagi kesakitannya ke dunia yang ramai.
Ia melepas avatar dengan sifat-sifatnya yang berlawanan. Seolah hidupnya ramai, tapi sesungguhnya ia kesepian. Seolah dalam gemerlap panggung, tapi sebenarnya ia nelangsa. Seolah bahagia, tapi betapa ia merana.
Ia menyeringai, bukan sumringah, tapi kesakitan. Kerap kali ia berkata: “Aduh, kasihan dia…. ” tapi sesungguhnya yang ia kasihani jauh lebih berbahagia ketimbang dirinya.
Dan mungkin dunia memang tengah berada di masa seperti ini, ketika manusia bisa berupa pribadi-pribadi yang terbelah, satu di dunia nyata, separuh di kelimunan dunia maya. Ketika manusia dengan berkepribadian ganda sedang menikmati masa keemasannya, ketika setiap orang punya tempat untuk pribadinya yang lain. Alter ego telah menemukan persemayamannya yang damai, yang sepenuhnya bisa dikendalikan dengan sadar.
Dunia maya adalah tempat berlindung yang aman, luas, leluasa, bagi pribadi yang lain. Bagi belahan jiwa yang sebenar-benarnya.
Berbahagialah manusia yang utuh, hidup yang padu, yang jiwanya tak terbelah, di dunia yang nyata maupun maya. Mereka tak perlu melepas lalu mencari-cari bayangannya sendiri. Yang hidup di dunia nyata, itu jugalah yang tampil di dunia maya. Tak perlu kuatir akan berakhir seperti John Forbes Nash, matematikawan dalam A Beautiful Mind, yang kian sengsara sebagai pribadi yang terbelah.