Dugaan Pelanggaran Prosedur Pengelolaan Sapi Bantuan Diduga sedang Didalami Polres Lampung Utara
Teraslampung.com, Kotabumi–Persoalan penjualan sapi bantuan di Desa Merambung, Tanjungraja, Lampung Utara sepertinya tengah ditangani oleh pihak kepolisian. Kabar ini dibenarkan oleh Kepala Desa Merambung, Kamis (1/5/2025). “Saya tidak pe...

Teraslampung.com, Kotabumi–Persoalan penjualan sapi bantuan di Desa Merambung, Tanjungraja, Lampung Utara sepertinya tengah ditangani oleh pihak kepolisian. Kabar ini dibenarkan oleh Kepala Desa Merambung, Kamis (1/5/2025).
“Saya tidak pernah tahu-menahu mengenai perkembangan sapi-sapi bantuan dari kelompok penerima,” kata Kepala Desa Merambung.
Ia baru mengetahui perkembangan sapi bantuan program aspirasi dari mantan anggota DPR RI, Alimin Abdullah saat ketua kelompok penerima bantuan bersaudara mendatanginya belum lama ini. Namun, kedatangan ketua kelompok yang bernama Kemis itu hanya untuk meminta tanda tangannya seputar sapi yang mati.
Tanda tangannya diperlukan sebagai bukti penguat bahwa tiga ekor sapi bantuan memang benar mati saat memenuhi panggilan pihak kepolisian. Terang saja permintaan itu ditolaknya. Sebab, foto warna sapi mati yang diperlihatkan kepadanya diduganya tidak sesuai.
Sapi yang mati itu berwarna merah, sedangkan sapi bantuan yang diketahuinya berwarna putih. Di samping itu, selama ini juga ia tidak pernah diberitahukan mengenai perkembangan sapi bantuan itu. Sementara mengenai lima ekor sapi yang dipotong dan dijual dagingnya, ia juga mengaku, tidak tahu menahu.
“Besoknya mau diperiksa polisi, baru minta tanda tangan. Jadi, saya enggak mau tanda tangan pada waktu itu,” tuturnya.
Sebelumnya, dugaan pelanggaran prosedur dalam penjualan sapi bantuan di Kecamatan Tanjungraja, Lampung Utara sepertinya bukan hanya isapan jempol. Sejumlah fakta baru yang ditemukan kian menguatkan dugaan tersebut.
“Sapi itu dipotong sebelum dijual oleh kelompok itu,” kata Sekretaris Dinas Perkebunan dan Perternakan Lampung Utara, Ria Yuliza usai meninjau langsung lokasi kelompok penerima yang bermasalah tersebut.
Ria mengatakan, alasan sapi majer (bermasalah dalam reproduksi) yang diklaim kelompok jelas tidak berdasar. Petugas kesehatan hewannya tidak pernah menyatakan bahwa sapi itu majer.
Selain permasalahan di atas, pihaknya juga mendapati banyaknya pelanggaran prosedur lainnya yang dilakukan oleh pihak kelompok tersebut. Pelanggaran pertamanya adalah kelima sapi pengganti yang dibeli oleh kelompok ukuran dan harganya tidak sesuai. Harganya mulai dari Rp8,5 juta hingga Rp11 juta. Sapi-sapi penggantinya berusia 8 bulan sampai dengan 1 tahun alias sapi anakan.
Kemudian, tidak ada pihak terkait mulai dari Babinsa atau Bhabinkamtibmas hingga aparatur desa yang mengetahui rencana penjualan sapi bantuan itu. Dasarnya hanya musyawarah kelompok saja.
“Ini jelas salah karena tidak boleh seperti itu,” tuturnya.
Pelanggaran selanjutnya adalah sapi-sapi bantuan itu tidak ditempatkan ke dalam satu kandang melainkan terpisah. Terdapat tiga kandang untuk menampung ke-20 sapi tersebut. Pihak kelompok beralasan, kesibukan anggotanya yang membuat mereka terpaksa mengambil keputusan tersebut.
Dalam kunjungannya, ia meminta jaminan dari pihak kelompok jika memang sapi-sapi pengganti itu memang hasil mereka beli. Bukannya hasil meminjam yang akan dipulangkan setelah pihaknya pergi. Terdapat surat pernyataan dari kelompok terkait status sapi itu.
Semua temuan ini akan mereka laporkan kepada Balai Veterina Lampung. Balai ini merupakan unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, yang memiliki fungsi utama dalam bidang kesehatan
“Berdasarkan keterangan di lapangan ternyata persoalan penjualan ini juga sedang ditangani oleh pihak Polres Lampung Utara,” jelas dia.
Di sisi lain, ketua kelompok Bersaudara, Kemis berdalih bahwa sapi itu dijual untuk diganti dengan sapi yang lain yang dianggap subur. Pergantian kelima ekor sapi lama itu karena sapi-sapi lama dianggap sapi majer.
“Sudah diganti karena yang lama majer,” tutur Kemis.
Feaby Handana