Empat Tipe Pemilih Pilpres 2014: Di Manakah Anda ?
Syarifudin Yunus* Makin bising, makin berisik. Begitu kesan seusai Debat Capres Sesi Dua , 15 Juli 2014 lalu. Hari-hari ini, hingga jelang Pilpres 9 Juli nanti, para pendukung dan simpatisan ke-2 pasangan Capres-Cawapres N...

Syarifudin Yunus*
Debat Capres Sesi Dua , 15 Juli 2014 lalu. Hari-hari ini, hingga jelang Pilpres
9 Juli nanti, para
pendukung dan simpatisan ke-2 pasangan Capres-Cawapres No. 1 (Prabowo-Hatta)
dan No. 2 (Jokowi-JK) secara beramai-ramai masih menebar fitnah, caci-maki, dan
fanatisme mereka. Kampanye negatif atau black campaign secara bertubi-tubi
dilansir melalui media televisi, radio, koran,e-paper,
surat elektronik (e-mail), pesan
singkat (SMS), kelompok chatting (grup BBM, mailing
list) maupun sosial media, seperti Facebook dan Twitter. Lagi-lagi,
makin bising. Makin berisik.
jujur, tim sukses masing-masing Capres-Cawapres pun makin tidak masuk akal
dalam menunjukkan keberpihakannya. Fitnah dan caci-maki makin merajalela.
Berita yang tidak kredibel, broadcast hoax makin
mengundang fanatisme sempit. Alhasil, hari ini makin banyak teman, keluarga,
bahkan suami istri bersitegang. Saling membela “kandidat” Capres-Cawapres
pilihannya. Di saat yang sama, mencari-cari alasan untuk menjelek-jelekan
Capres-Cawapres lawannya.
Debat Capres 15 Juni kemarin, tidak akan banyak memengaruhi pilihan pemilih
dalam PILPRES nanti. Mengapa? Karena secara retorika, Capres hanya menyajikan
visi misi dan program tentang pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang
belum tentu sejalan dengan implementasinya jika terpilih nanti. Pemilih
tradisional/fanatis juga sudah menentukan “pilihannya”, yang tidak akan bisa
dipengaruhi. Sedangkan pemilih pragmatis, tentu masih menunggu “mahar konkret”
hingga jelang 9 Juli nanti sebagai tanda jadi ikatan emosional untuk memilih
Capres. Ini sinyal bahwa pemilih yang memilih atas dasar “dorongan” kesadaran
politik makin langka di negeri ini.
sosok pasangan Capres-Cawapres nomor 1 dan 2, menarik untuk kita
klasifikasikan tipe pemilih Pilpres pasca-Debat Capres. Memang, ada banyak
model pemilih di Indonesia. Secara objektif, dalam konteks Capres-Cawapres
Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, pada akhirnya hanya ada empat tipe pemilh dalam
Pemilihan Presiden 9 Juli 2014 nanti:
“Pro Sejarah” Prabowo Hatta. Pemilih tipe ini merupakan pengagum historikal
figur Prabowo yang mantan militer yang dinilai tegas, berani, dan bersifat
patriotik. Pemilih Tipe 1 ini adalah simpatisan/pengagum berat Prabowo.
Dasarnya, ada ikatan sejarah positif dengan Prabowo.
“Anti Sejarah” Prabowo Hatta. Pemilih tipe ini merupakan penolak figur Prabowo
yang dianggap memiliki “catatan kelam” atas peristiwa penculikan aktivis 98.
Dalih pemilih tipe 2 ini sangat sederhana, “asal bukan Prabowo”. Dasarnya, ada
ikatan “luka” sejarah dengan Prabowo.
“Pro Debutan” Jokowi-JK. Pemilih tipe ini merupakan pengagum berat figur Jokowi
yang dianggap sebagai “rising star” atau debutan politik yang fenomenal
di Indonesia. Dari Walikota Solo, terus Gubenur DKI, sekarang maju sebagai
Capres. Sebuah debutan yang tak terbantahkan. Pemilih tipe 3 ini mengandalkan
rasionalitas atas kiprah Jokowi di kancah politik sebagai “debutan baru”.
“Anti Debutan” Jokowi-JK. Pemilih tipe ini merupakan penolak figur Jokowi yang
dianggap “boneka” PDIP atau bahkan “debutan yang tidak punya pengalaman” dalam
memimpin bangsa. Pemilih yang meragukan “kapasitas” Jokowi karena belum belum
rampung mengurus DKI Jakarta.
terang saja, ke-4 tipe pemilih di atas, pada dasarnya tidak akan pernah bisa
dipengaruhi. Mereka bukan hanya pemilih fanatis, tetapi juga pemilih yang
memiliki “permanent mind set” terhadap kandidat Capres yang ada.
Kebetulan cuma dua pasangan capres-cawapres, sehingga pemilih “mengerucut” pada empat tipe pemilih di
atas.
Debat Capres-Cawapres itu untuk memengaruhi siapa? Tentu
saja ada pengruhnya. Dan sangat besar, bahkan suara mereka sangat menentukan pada Pilpres kali ini. Mereka adalah, pertama,kelompok golput yang
jumlahnya sebesar 34% atau mencapai 63 juta pemilih saat Pileg 9 April 2014
lalu (versi LSI).
Kedua, kelompok Swing
Voters atau
pemilih mengambang, pemilih yang masih ragu-ragu atau belum menentukan pilihan
Capres-Cawapres sebesar 42% atau mencapai 78 juta pemilih (versi LSI). Asal
tahu saja, swing voters secara aktual jumlahnya masih lebih dominan dari yang
diraih kedua pasangan Capres-Cawapres yang sedang berpacu meraih simpati
masyarakat melalui kampanyenya.
dasar ketidak-dekatan masyarakat terhadap Parpol sebesar
85% (versi Burhanudin Muhtadi). Cukup besar atau mencapai 104
juta pemilih.
saja Swing Voters itu?
memetakan tentang swing voters ini, kita dapat mengklasifikasikan mereka ke
dalam beberapa kelompok pemilih, di antaranya: pertama, kaum muda atau
pemilih pemula yang masih mengandalkan “rasionalitas dan objektivitas” dalam memilih
Capres-Cawapres. Kelompok ini bisa jadi baru dapa menentukan “pilihan” saat injury
time atau
bahkan di kotak TPS nanti.
sebenarnya siapapun “yang terpilih” tidak akan berpengaruh terhadap kehidupan
mereka. Mereka ini hanya kelompok mapan yang ingin terlibat dalam “partisipasi
politik”. Hanya menggunakan hak suara, tidak lebih dari itu.
“undecided voters” atau pemilih yang belum memutuskan
pilihan. Bisa juga disebut pemilih “galau”. Menurut pengamatan saya, kelompok
ini dari pemilu ke pemilu semakin besar dan bertambah terus. Bisa jadi, mereka
butuh “referensi atau rekomendasi” dari pihak lain untuk menentukan pilihannya.
dari hasil survey elektabilitas yang terus bergulir belakangan ini, terlepas
dari visi-misi pasangan Capres-Cawapres, aspek pemilih dalam Pilpres 2014 kali
ini semakin menarik. Ramainya ocehan, cacian, fitnah, kampanye negatif atau black
campaign sangat-sangat
jelas punya “sasaran tembak” pada kelompok swing voters.
Capres-Cawapres, ikatan emosional, dan relasi partai politik tidak menjadi
penting. Di hari-hari ke depan hingga 9 Juli nanti, swing voters hanya
mengandalkan “sarana” untuk menambah tensi pilihannya. Dan itu dapat dilakukan
melalui Debat Capres-Cawapres untuk mengetahui: (1) kekuatan logos atau
logika penalaran, (2) kekuatan etos yang
merujuk pada etika dan kepribadian, (3) kekuatan patos yang
terkait aspek permainan emosi, dan yang tak kalah penting (4) kekuatan public
speaking dalam
penyampaian pendapat dan subtansi pertanyaan.
Di Manakah Anda ?
berlama-lama untuk menentukan pilihan Capres-Cawapres pilihan yang sesuai
dengan “hati besar, bukan hati kecil” sehingga fitnah, cacian, dan ejekan yang
mengumbar saat ini dapat segera berhenti.
yang kita pilih atau lakukan, pikirkanlah baik-buruknya di belakang”.
Salam Pilpres!
*Staf pengajar Unindra dan Uhamka, Jakarta