Eksekusi Rumah dan Warung di Kotabumi Ricuh
Feaby|Teraslampung.com Kotabumi--Kericuhan mewarnai eksekusi bangunan berupa rumah dan warung makan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri di jalan Soekarno-Hatta Kotabumi, Lampung Utara, Selasa (22/1/2019). Penyebabnya, Yusanti, pemilik bangunan meno...

Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi--Kericuhan mewarnai eksekusi bangunan berupa rumah dan warung makan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri di jalan Soekarno-Hatta Kotabumi, Lampung Utara, Selasa (22/1/2019).
Penyebabnya, Yusanti, pemilik bangunan menolak untuk dikesekusi karena menilai proses hukum masih berjalan. Mereka berusaha menghalang-halangi petugas juru sita PN saat akan mengeluarkan barang-barang dari dalam warung.
Aksi saling dorong dan teriakan histeris menjadi pemandangan dan suara yang tidak dapat terelakan saat proses eksekusi berlangsung. Kendati demikian, akhirnya proses eksekusi berjalan sesuai yang direncanakan.
Eksekusi terhadap bangunan warung yang dilakukan oleh PN merupakan salah satu objek eksekusi selain rumah Yusanti. Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor 110k/PDT 2017 atas perkara perdata nomor 1160 k/perdata/2017 jo nomnor 68/perdata/ 2016/Tanjung Karang, Jo nomor: 2/perdata/2016/PN Kotabumi.
“Kami hanya sebagai pelaksana dalam putusan ini,” terang juru sita PN, Suwardi di lokasi.
Ia menjelaskan, proses eksekusi ini merupakan puncak dari persoalan yang terjadi sejak tahun 2015 silam. Sebelumnya, pihak Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi memenangkan gugatan Yusanti sehingga tergugat melakukan kasasi di tingkat MA. Ternyata, keputusan MA ‘mementahkan’ kedua keputusan sebelumnya.
“Hari ini yang kami eksekusi baru warungnya saja karena pemilik yang lama meminta tenggat waktu satu minggu untuk mengosongkan rumahnya,” kata dia.
Di sisi lain, Yusanti menilai eksekusi terhadap bangunan miliknya tersebut sedianya belum dapat dilakukan. Selain karena masih dalam proses hukum, eksekusi ini juga dinilainya tidak sesuai prosedur dan terindikasi syarat rekayasa.
Yusanti menuturkan, persoalan ini berawal saat ia mengajukan pinjaman sebesar Rp300 juta di BTPN. Dalam perjalanannya, Yusanti sempat menaruh curiga dengan pihak BTPN. Sebab, setoran Rp3 Juta yang disetorkannya sempat ditulis sebesar Rp700 ribu dan bahkan sempat ada setorannya yang ditolak.
“Tahu – tahu, tanpa pemberitahuan rumah dan warung saya dilelang Bank dan dimenangkan oleh Selly,” kisahnya.
Tak terima dengan keputusan ini, ia pun menggugat pihak terkait di PN Kotabumi. Hasilnya, gugatannya dimenangkan oleh PN Kotabumi. Hasil yang sama juga ia peroleh saat pihak tergugat banding di Pengadilan Tinggi.
Selanjutnya, pihak tergugat mengajukan kasasi di tingkat MA. Keputusan MA cukup membuatnya terpukul karena pihak MA memenangkan gugatan dari pihak tergugat. Ia pun langsung mengajukan Peninjauan Kembali terkait keputusan MA tersebut. Belakangan diketahuinya bahwa PK yang diajukannya ternyata tidak pernah dikirimkan oleh pihak PN Kotabumi.
“Ternyata PK saya tidak dikirim oleh PN Kotabumi. Bahkan pegawai PN Kotabumi meminta sejumlah uang kepada saya,” papar dia.