Klaim Hutan Register Bisa Jadi Hak Milik, Mafia Tanah Tipu Miliaran Rupiah dari Enam Desa di Lamsel
Zainal Asikin | Teraslampung.com BANDARLAMPUNG—Komplotan mafia tanah yang melakukan penipuan enam desa di Kabupaten Lampung Selatan dan rugikan korbannya hingga mencapai Rp 1,064 miliar, diungkap petugas Unit II Harta Benda (Harda) Direktorat Reserse...

Zainal Asikin | Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG—Komplotan mafia tanah yang melakukan penipuan enam desa di Kabupaten Lampung Selatan dan rugikan korbannya hingga mencapai Rp 1,064 miliar, diungkap petugas Unit II Harta Benda (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung.
Pelaku komplotan mafia tanah yang ditangkap itu berisinial IS dan AR. Sementara satu pelaku berinisial C, sudah meninggal dunia. Ketiga pelaku, warga Kabupaten Pesawaran, Lampung. Para pelaku mafia tanah ini, mengaku bisa mengurus surat keterangan kawasan hutan register 40 menjadi hak milik.
Kasubdit II Harta Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP Dodon Priyambodo mengatakan, komplotan mafia tanah ini, terdiri dari tiga orang pelaku. Dua pelaku berinisial IS dan AR, saat ini sudah diamankan dan ditahan di Rutan Mapolda Lampung. Sementara pelaku berinisial C, sudah meninggal dunia.
“Ketiga pelaku mafia tanah tersebut, menggelapkan uang sebanyak Rp.1,064 miliar milik warga (Kades) dari enam desa di Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Kedua pelaku mengaku, uang itu disetorkan kepada oknum Dinas Kehutanan,”ujarnya dalam press reles di Mapolda Lampung, Rabu (20/4).
Komplotan mafia tanah ini, kata AKBP Dodon, mengaku bisa mengurus pelepasan lahan kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani yang ditempati sebagai wilayah administrasi keenam desa di Kecamatan Jati Agung tersebut menjadi hak milik. Enam Desa itu adalah Desa Karang Rejo, Suber Jaya, Sidoharjo, Sinar Rejeki, Purwotani dan Desa Margo Lestari.
“Jadi uang miliaran rupiah tersebut diminta oleh para pelaku, sebagai biaya pengurusan dan penebusan SK pelepasan kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani,”ungkapnya.
Mantan Waka Polres Bojonegoro ini mengutarakan, kasus ini berawal saat ketiga pelaku menemui enam Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan yang wilayahnya berada dikawasan Hutan Register 40 Gedong Wani pada tahun 2018 lalu.
“Saat menemui keenam Kades, ketiga pelaku mengaku bisa membantu pengurusan pelepasan kawasan Hutan Resgister 40 di enam desa tersebut. Para pelaku juga mengaku punya kenalan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga pengurusan surat itu bisa diproses cepat,”kata dia.
Kemudian, kata AKBP Dodon, agar proses di Kementerian KLHK bisa cepat dan langsung disetujui, ketiga pelaku mafia tanah ini meminta uang sebesar Rp.1,064 miliar sebagai biaya pengurusannya. Ketika itu, para pelaku juga menyertakan sebuah dokumen yang disebut sebagai dokumen resmi dari Kementerian KLHK.
“Para pelaku menjanjikan SK pelepasan kawasan Hutan Register 40 Gedong Waniitu selesai pada akhir 201, dan lahan kawasan Hutan Register itu bisa menjadi hak milik. Jadi keenam Kades ini merasa tertipu oleh para pelaku dengan modus mempunyai kenalan di Kementerian KLHK,”terangnya.
Diduga Libatkan Oknum KLHK dan Dishut
AKBP Dodon menambahkan, berdasarkan dari hasil penyelidikan, wilayah administrasi enam desa di Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan itu sempat dilakukan pengecekan titik koordinatnya oleh seseorang berinisial AHA diduga sebagai pegawai dari Dinas Kehutanan (Dishut).
“Sempat dicek titik koordinatnya oleh AHA yang belum diketahui keberadaaannya saat ini, dengan maksud agar titik koordinat itu dapat diajukan untuk ditelaah oleh Balai Penetapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah XX Bandarlampung,”kata mantan Kasubdit I Ditreskrimsus Polda Jatim ini.
Setelah pengecekan titik koordinat selesai, lanjut AKBP Dodon, kemudian dibuatkan surat permohonan telaah dengan disaksikan seseorang berinisial DAW, PNS di KLHK RI, sehingga surat permohonaan yang memuat titik koordinat.
Namun setelah enam Kades di Kecamatan Jati Agung itu melakukan klarifikasi ke pihak BPKH wilayah XX Bandarlampung, ternyata titik koordinat yang diajukan itu bersatus bukan berada di wilayah kawasan Hutan Register 40 dari keenam desa tersebut, melainkan titik koordinat yang berada di lokasi lain.
“Jadi dalam surat permohonan itu, semua titik koordinat yang telah ditelaah bukan kawasan Hutan Register 40 tapi berada dilokasi lain. Atas dasar itu, enam Kades ini melaporkannya ke pihak kepolisian atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan kerugian senilai Rp.1,064 miliar,”bebernya.
Selain mengamankan kedua pelaku, barang bukti yang disita yaknisatu lembar kwitansi uang setoran Rp.5 juta, satu lembar surat pernyataan bermaterai dengan setoran Rp.395 juta, satu lembar surat pernyataan bermaterai dengan setoran Rp.664 juta, satu eksemplar fotocopy surat forum komunikasi antar enam desa wilayah Kecamatan Jati agung, satu eksemplar surat BPKH wilayah XX Bandarlampung, satu lembar peta telaah lokasi permohonan forum komunikasi antar enam desa dan sat unit ponsel.
“Kasusnya, saat ini masih dilakukan pendalaman. Sementara untuk kedua pelaku tersebut, dikenakan Pasal 378 KUHP Tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP Tentang Penggelepan,”tandasnya.