Kesepakatannya tidak Dipatuhi Perusahaan, Pemkab Lampung Utara ‘Cuek Bebek’
TERASLAMPUNG.COM, Kotabumi–Entah apa alasannya, Pemkab Lampung Utara terlihat begitu melunak terhadap proses pembangunan pabrik tapioka di Desa Talangjembatan, Abungkunang. Padahal, pemkab dan DPRD Lampung Utara telah sepakat agar pembangunan d...
TERASLAMPUNG.COM, Kotabumi–Entah apa alasannya, Pemkab Lampung Utara terlihat begitu melunak terhadap proses pembangunan pabrik tapioka di Desa Talangjembatan, Abungkunang. Padahal, pemkab dan DPRD Lampung Utara telah sepakat agar pembangunan di sana belum dapat dimulai sebelum aturan lama dirubah.
Kesepakatan mengenai hal itu terjadi pada tanggal 5 Agustus 2024. Kala itu, Pemkab dan DPRD Lampung Utara sepakat untuk merevisi aturan yang menjadi pengganjal pendirian pabrik tapioka di Desa Abungkunang.
Meski begitu, sepanjang aturan itu belum dirubah, Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Penataan Ruang Lampung Utara, Erwin Syaputra menegaskan, pihak perusahaan hanya diperkenankan untuk melakukan proses pembersihan lahan. Namun, untuk proses pembangunan belum dapat dilakukan selagi belum mengantongi izin lingkungan.
Sikap lunak pemkab itu secara tersirat diperlihatkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Utara, Lekok. Ia terlihat enggan menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan untuk menghentikan proses pembangunan yang di luar kesepakatan tersebut atau sebaliknya.
Meskipun berulang kali didesak apakah pemkab akan menghentikan atau tidaknya proses pembangunan yang sedang berlangsung tersebut, berulang kali juga ia menjawabnya dengan jawaban yang nyaris serupa, yakni tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Sama sekali tak ada ketegasan apakah akan menghentikan aktivitas pembangunan di sana atau malah sebaliknya.
“Kami nunggu dokumen Amdal sebagai dokumen yang bisa meneruskan atau tidak. Sementara saat ini masih menunggu Amdal dari provinsi,” dalihnya, Senin (7/10/2024).
Sebagaimana yang dikutip dari media online lintaslampung, pihak pabrik tapioka diduga telah memulai proses pembangunan meskipun secara diam-diam. Pembangunan yang sedang dikerjakan adalah pembangunan rumah para calon pekerja pabrik, dan pengerjaan fondasi pabrik.
Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Mursalin yang menjadi orang kepercayaan perusahaan, ia beralasan bahwa pembangunan itu telah mendapatkan dukungan dari salah satu tokoh masyarakat dan juga dilandasi olehbkeinginan masyarakat yang menginginkan lapangan pekerjaan baru di wilayahnya.
“Saya bukan orang perusahaan, hanya ingin berbuat baik, inisiatif mendukung pembangunan pabrik, agar masyarakat nanti bisa bekerja disana,” elaknya.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Lampung Utara, Iwan Sagita Riza melalui Kabid Penyelenggara Perizinan dan Nonperizinan, Berta menegaskan pihaknya tidak pernah menerbitkan izin PBG untuk PT Sinar Baturusa Prima yang bergerak di bidang pengolahan singkong (Pati ubi kayu) hingga saat ini.
Rencana pembangunan pabrik di lokasi tersebut sempat menjadi polemik belum lama ini. Sebab, lokasi di sana bukanlah kawasan industri yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Lampung Utara tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2014-2034.
Pemkab dan DPRD Lampung Utara sempat beda pendapat mengenai lokasi tersebut. Di satu sisi pemkab mengklaim tidak menyalahi aturan, di sisi lain DPRD menyatakan sebaliknya. Meski begitu, DPRD bergeming dengan keputusan mereka. Mereka mendesak pemkab untuk menghentikan proses pembersihan lahan yang sedang dilakukan.
Polemik pabrik itu juga memantik reaksi dari DPRD Lampung dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Lampung (Walhi). Menurut keduanya, pendirian pabrik di sana layak untuk tidak disetujui jika memang melanggar perda.
Menariknya, dalam perjalanannya, Pemkab dan DPRD Lampung Utara ternyata sepakat untuk merevisi perda yang menjadi pengganjal berdirinya pabrik di sana. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mengakomodir pendirian pabrik tersebut. Sikap tersebut sempat mendapat kritikan tajam dari Walhi. Menurut Walhi, kesepakatan itu tak ubahnya seperti upaya pembodohan publik.
Apa yang dilakukan oleh Pemkab dan DPRD Lampung Utara itu sama saja membiarkan kesalahan yang terjadi. Bahkan, kesalahan itu diberikan kemudahan agar tidak terus dianggap sebagai sebuah kesalahan melalui revisi aturan.








