Soto dari Peru
Asarpin* Sudah cukup lama para petinggi negara dipusingkan cara mengkudeta kemiskinan. Mungkin kita perlu pembanding dari para pemikir Peru, yang selain Mario Vargas Llosa yang 2010 lalu menyabet Nobel Sastra—pengarang sosialis yang perlahan-la...

mengkudeta kemiskinan. Mungkin kita perlu
pembanding dari para pemikir Peru, yang selain Mario Vargas Llosa yang 2010
lalu menyabet Nobel Sastra—pengarang sosialis yang perlahan-lahan menjadi
liberal itu—ada seorang pemikir ekonomi
bernama Hernando de
Soto. Dalam bukunya
tentang misteri pasar, ia menawarkan solusi yang menyegarkan
walau oleh sebagian aktivis dianggap menyesatkan.
Peru membuat de Soto berpikir keras bagaimana merobohkan tangga kemiskinan yang
kian menjulang. Lalu ia merumuskan sebah tesis sederhana: untuk mengatasi kemiskinan, yang penting diperhatikan adalah apa aset
warga, bagaimana aksesnya. Kalau aset warga dianggap ilegal, harus
dilegalkan dengan cara memberikan sertifikat tanah yang mereka miliki. Hasil
penelitiannya di banyak negara eks-sosialis menunjukkan bahwa ketika aset
rakyat sudah legal dan rakyat telah memiliki sertifikat yang bisa diagunkan di bank,
maka rakyat telah memiliki modal.
kemiskinan sedangkan si miskin tak
punya modal. Mau bisnis kecil-kecilan tetap saja butuh modal.
Mau ini itu sulit karena tak punya uang.
Usulan de Soto bukan
lagi perkara antara umpan dan kail, Memang untuk
mengatasi kemiskinan tak bisa dengan memberi
umpan, tapi belum tentu juga bisa
menjamin dengan memberikan kailnya sekaligus. Di
negara-negara maju, kata de Soto, 70 persen pengusaha meraih modal pertamanya
dengan memanfaatkan rumah dan tanahnya sebagai agunan untuk meminjam ke bank.
Langkah ini juga diyakininya bisa membuat para “lintah darat” yang menawarkan kredit dengan bunga tinggi
bisa dihindari rakyat miskin.
lama semakin sulit diatasi, menurutnya, bukan
karena ekses globalisasi dan kapitalisme, namun karena banyak pemerintah
menutup akses rakyat miskin untuk menerapkan kapitalisme. Hernando de Soto
mengusulkan untuk mengatasi kemiskinan maka perlu membuat aturan hukum agar
rakyat miskin bisa mengakses modal.
Soto adalah: sebagian besar orang miskin dan ekstralegal itu pendidikannya
rendah dan jika mereka menjadikan tanah dan rumahnya sebagai agunan untuk modal,
apa jaminannya bahwa mereka tidak akan lebih sengsara karena tanah dan rumah
mereka disita bank? Bahkan orang berpendidikan yang baik pun, sudah memiliki
pengalaman bisnis yang baik pula, seringkali berurusan dengan bank akibat tak
bisa mencicil. Atau kalau sudah punya
sertifikat, bisa jadi tanah dan rumah mereka di jual karena harganya lumayan,
tapi kemudian memilih rumah kontrakan.
sajalah de Soto. Tapi saya khawatir dengan rakyat miskin yang hendak keluar
dari jeratan kemiskinan itu justru terperangkap lebih jauh ke dalam tangan
tersembunyi yang berkedok aset dan akses yang menggiurkan. Mengubah aset jadi
kapital bukan perkara cetek. Ini gagasan yang sudah dilontarkan Adam Smith, dan
terbukti layu di tengah perjalanan.