Resolusi Aliansi Jurnalis Independen: “Jurnalis Sejahtera, Pers Profesional”

Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-9 di Bukittinggi, November 2014, telah mengeluarkan 12 poin resolusi baru. RESOLUSI AJI memandang perjuangan atas kesejahteraan jurnalis sebagai hal yang tetap relevan terhadap upaya menegakkan profesio...

Resolusi Aliansi Jurnalis Independen: “Jurnalis Sejahtera, Pers Profesional”

Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-9 di Bukittinggi, November 2014, telah
mengeluarkan 12 poin resolusi baru.

RESOLUSI

AJI memandang perjuangan atas kesejahteraan jurnalis sebagai hal yang tetap relevan terhadap upaya menegakkan profesionalisme pers. Iklim kebebasan pers dan industrialisasi media belum sepenuhnya berimbas pada nasib jurnalis, yang merupakan subyek paling penting dalam industri pers.

Realitas hubungan industrial antara jurnalis dan perusahaan di Indonesia menjadi alasan bagi AJI untuk terus mendorong terwujudnya jurnalis yang sejahtera. AJI mendesak perusahaan media atau perusahaan pers untuk mematuhi undang-undang SJSN dan BPJS sebagai kewajiban perusahaan memberikan perlindungan sosial.

Adapun soal pengupahan AJI terus mendesak perusahaan pers mengikuti standar upah layak jurnalis di masing-masing daerah. Perusahaan pers yang memperkerjakan jurnalis tidak tetap (koresponden, kontributor, freelance, stringer) agar menerapkan skema kontrak kerja sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang mengacu kerja waktu tertentu dengan kompensasi yang layak, serta memberikan jenjang karir mulai dari freelance, jurnalis kontrak, dan karyawan tetap sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan. AJI mendesak negara agar menindak tegas perusahaan media yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam sistem jaminan sosial.

• Menolak Impunitas dan Ancaman Terhadap Pers

AJI menolak praktik impunitas untuk pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Oleh sebab itu AJI mendesak rezim Presiden Joko Widodo mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap wartawan harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin yang meninggal di Yogyakarta, 16 Agustus 1996 (pada usia 32 tahun). Juga untuk 7 kasus lainnya yang saat ini belum tuntas. Soal Kasus Udin, AJI menolak untuk melupakan. Demi melawan praktik impunitas, AJI menolak anggapan bahwa per 16 Agustus 2014 yakni memasuki 18 tahun, kasus pembunuhan Udin telah kedaluwarsa. AJI meminta kepada Presiden RI untuk menetapkan tanggal 16 Agustus sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis di Indonesia.

Ancaman terhadap kemerdekaan pers bukan hanya datang dari lingkungan di luar pers. Untuk pertama kali dalam sejarah AJI, lembaga ini menyatakan pada peringatan HUT ke-20 AJI bahwa beberapa penanggung jawab media lembaga penyiaran di Indonesia sebagai musuh kebebasan pers. Hal ini menjadi catatan penting, sekaligus pengingat pada publik dan insan pers. Oleh sebab itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) agar tetap menjadi acuan bagi penegakan hukum soal ancaman terhadap kebebasan pers. AJI menolak segala bentuk intervensi dari pemilik modal dan partai politik di dalam ruang redaksi.



• Komoditas Media dan Perempuan 

AJI mendorong agar pers menjadikan isu mengenai perempuan yang bisa mendorong kemandirian perempuan ketimbang hanya menjadikan perempuan sebagai komoditi pemberitaan. Menjadikan perempuan sekadar bahan isu-isu sensasional kriminalitas maupun kasus korupsi tak boleh luput dari kritik AJI. Sementara perlindungan terhadap identitas perempuan korban kejahatan asusila perlu selalu didengungkan.

Hal ini mengacu pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 5 : Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila. Penafsirannya, ”Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak”.  AJI juga mengingatkan bahwa wartawan dan media harus bisa membedakan antara wilayah publik dan privat dalam pemberitaan kasus kejahatan terhadap perempuan baik perempuan sebagai korban maupun pelaku.

• Jurnalis Independen Menolak Suap

AJI mengapresiasi kepala daerah, kepala instansi maupun perusahaan swasta yang menyatakan menghapus anggaran amplop bagi wartawan. Kabar penghapusan anggaran amplop untuk wartawan di Propinsi Jawa Tengah menjadi angin segar bagi upaya mendorong pers yang independen, bebas dari suap. AJI mengingatkan segenap jurnalis agar tetap independen tak tergoda suap. Realita ada praktik suap dengan beragam bentuk dan dalih pemberiaan juga harus dicermati dan ditolak.

• Media dan Internet

Kemajuan teknologi dan internet diikuti oleh berkembangnya industri media televisi dan online. Perusahaan pers pun menuntut kecepatan bagi jurnalis dalam pelaporan. Potensi kesalahan kian menganga didorong praktik berebut cepat ini. AJI mengingatkan jurnalis dan perusahaan pers agar tetap berpegang pada kode etik jurnalistik yang sudah diakui oleh Dewan Pers. Ada pula pedoman pemberitaan media siber serta yang terbaru, adalah kode perilaku yang disahkan di Kongres ke-9 AJI di Bukittinggi.

Oleh sebab itu Kongres AJI menyampaikan beberapa poin sikap sebagai resolusi organisasi ini :

1. Mendesak perusahaan pers menerapkan standar pengupahan yang layak bagi jurnalis baik mereka yang berstatus karyawan maupun kontributor. Terkait skema upah terhadap kontributor, AJI juga mendesak perusahaan pers menerapkan skema kontrak yang jelas, tidak merugikan jurnalis serta memberikan jenjang karir mulai dari freelance, jurnalis kontrak, dan karyawan tetap sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan.

2. AJI mendesak negara agar menindak tegas perusahaan media yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam sistem jaminan sosial. Bagi perusahaan yang telah menyediakan sistem jaminan sosial bagi jurnalis, agar tetap memberikan sistem jaminan yang bermutu selain sistem jaminan sosial nasional.

3. Menyerukan pengurus AJI di daerah-daerah terhadap anggota AJI agar mengawasi dan mengingatkan tentang standar pengupahan yang layak.

4. Mendesak Presiden Joko Widodo menuntaskan kasus pembunuhan terhadap jurnalis Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin yang tak terungkap hingga 18 tahun berlalu dan kematian 7 jurnalis lainnya yaitu Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi, 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press, meninggal 1999 di Timor-Timur), M. Jamaluddin (kamerawanTVRI yang bekerja dan hilang di Aceh tahun 2003), Ersa Siregar  (jurnalis RCTI tewas 29 Desember 2003 di Aceh), Herliyanto, jurnalis Tabloid Delta Pos Sidoarjo yang ditemukan tewas di hutan jati Desa Tarokan, Banyuanyar, Probolinggo, pada 2006), dan  Ardiansyah Matra’is Wibisono, jurnalis TV lokal di Merauke yang ditemukan tewas pada 2010 di kawasan Gudang Arang, Sungai Maro, Merauke).

5. Mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengusut pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan sudut pandang UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

6. AJI menolak segala bentuk intervensi dari pemilik modal dan partai politik di dalam ruang redaksi.

7. Mengingatkan para jurnalis dan perusahaan pers tak mengabaikan kode etik jurnalistik serta memiliki sensitifitas terutama tentang pemberitaan perempuan dan anak.

8. Menyerukan jurnalis agar tetap menjaga independensi di tengah menjalankan tugas-tugas jurnalistik dengan menolak suap, apapun bentuknya.

9. Menyerukan perusahaan dan instansi pemerintah menghapus anggaran untuk jurnalis dalam bentuk apapun.
10. Mengingatkan jurnalis untuk teguh mematuhi kode etik jurnalistik
11. Mendesak pemerintah mencabut semua UU yang mengancam kebebasan berekspresi

Bukittinggi,   29 November 2014