Pertemuan yang Mempertemukan

Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila Pagi itu cuaca sangat tidak bersahabat, di samping dingin juga hujan turun tidak henti-hentinya sepanjang pagi dan siang hingga prtang. Namun karena mendapatkan kehormatan untuk me...

Pertemuan yang Mempertemukan

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila

Pagi itu cuaca sangat tidak bersahabat, di samping dingin juga hujan turun tidak henti-hentinya sepanjang pagi dan siang hingga prtang. Namun karena mendapatkan kehormatan untuk menghadiri pertemuan daerah dari satu organisasi guru terbesar dan tertua di republik ini,  kondisi tadi tidak menyurutkan semangat di usia senja untuk bergabung bersama mereka.

Ternyata pertemuan itu bukan sekadar pertemuan formal organisasi, karena  juga mempertemukan diri dengan sejumlah anak didik pada waktu mereka menempuh studi pascasarjana. Jadilah pertemuan itu semacam reuni kecil yang  heboh karena diselingi dengan banyak berswafoto dengan mereka. Tentu saja di usia yang tidak muda lagi ini, jika ditanya siapa mereka, harus berpikir ulang mengingatnya atau membaca papan nama yang ada di dada mereka terlebih dahulu baru ingat.

Belum lagi mereka yang bertaut dengan organisasi, karena karakteristik organisasi ini sudah penulis kenal betul. Jika ada persoalan menggunung, biasanya penulis diminta hadir untuk memberikan pemikiran jalan keluar. Namun jika sudah jalan, maka selesailah segala urusan. Tak ubahnya seperti tukang parkir; kendaraan sudah jalan diambil pemiliknya, juru parkir melayani kendaraan lain. Namun untuk periode kepemimpinan saat ini nuansanya sangat berbeda. Sampai-sampai penulis mendapat penghargaan diberi baju organisasi. Bisa dibayangkan semenjak tahun delapan puluhan baru kali ini ada pengurus yang perhatian sampai ke masalah pakaian seragam disiapkan.

Apa sebenarnya dinamika yang terjadi dengan organisasi ini kaitannya dengan perkembangan kekinian? Ternyata hipotesis sosiologis yang selama ini berkembang, membuktikan kebenarnya; yaitu hubungan horizontal dengan pemangku kepentingan di daerah sangat beragam bahkan variatif sekali. Ada daerah yang sangat mendukung keberadaan organisasi profesi ini, sampai sampai mereka diberi ruang kantor, fasilitas kendaraan, penghargaan inmaterial, mereka semua berikan untuk keberlangsungan kehidupan organisasi.

Keberadaan organisasi ini sangat dirasakan manfaatnya oleh anggota, bahkan untuk jabatan tertentu di sekolah mendapatkan tunjangan khusus. Sebaliknya, ada daerah yang memposisikan organisasi ini sebagai oposan, bahkan dianggap sebagai lembaga swadaya masyarakat.  Lebih keterlaluan lagi ada daerah yang tega mempolisikan pengurus organisasi dengan melaporkan sebagai koruptor. Padahal, organisasi profesi yang sangat sukarela dan memiliki sumber keuangan dari anggota untuk anggota. Uang negara mana yang dikorupsi atau lembaga negara mana uangnya yang dicuri? Kalau pemikiran ini dipelihara, berarti berapa organisasi kematian yang uang iurannya terpakai pengurus, kemudian harus dituntut pengurusnya sebagai koruptor; padahal mekanisme organisasi sudah ada untuk menyelesaikan kasus model ini. Kasihan penjara hanya akan penuh oleh kecoak, sementara tikus besarnya yang ada dibiarkan di luar.

Organisasi ini sudah sangat besar, namun masih perlu dipikirkan bagaimana melakukan pengkaderan anggota dan pengurus dengan secara perlahan mengajak dan melibatkan generasi milenial. Regenerasi ini jika tidak dilakukan; maka postur organisasi akan seperti “gajah besar” tetapi memiliki kaki yang kecil, sehingga dalam berjalan akan mengalami kesulitan. Keberlangsungan dan kepemilikan organisasi perlu diestafetkan kepada generasi penurus, baik secara alami maupun secara terencana dan tersetruktur. Kerelaan para tetua organisasi sangat dituntut, mengingat keberagaman pilihan akan organisasi profesi sekarang sudah sangat terbuka, dan itu dibolehkan oleh undang-undang. Tentu saja organisasi lainnya akan terposisi sebagai rival dalam arti untuk melipatgandakan jumlah anggota, serta meneruskembangkan organisasi.

Esok tidak akan ada perubahan jika kita tidak mengubah sesuatu hari ini. Itu kata orang bijak. Demikian halnya dengan organisasi apa pun termasuk organisasi profesi. Sebab,  tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Oleh sebab itu, setiap pertemuan dalam organisasi sudah seharusnya mempertemukan bukan hanya ide, pemikiran, pemecahan persoalan; akan tetapi juga generasi penerusnya. Mereka sudah harus dikenalkan “roh” organisasi dari awal, sehingga pada waktunya mereka tampil sebagai pengganti, akan tumbuh subur, dan tumbuh kembang semerbak mewangikan mengharumkan organisasi.

Belajar dari pengalaman sejarah, organisasi profesi pendidik tertua ini mengalami pasang surut karena faktor sikap kemandirian yang dipertanyakan. Pada suatu masa organisasi ini pernah terbelah karena disusupi oleh ideologi yang bertenangan dengan falsafah negara, sehingga ada polarisasi yang tajam dan membahayakan. Pada periode tertentu lainnya menjadi “alat tekan” penguasa untuk melanggengkan kekuasaan, sehingga setiap pemilihan umum para pendidik sibuk menjadi “penipu politik” demi sang penguasa. Pada era lain saat kemandirian organisasi ditonjolkan, maka organisasi ini, minimal namanya; diduga pernah dimanfaatkan oleh kepentingan kelompok dan oknum  untuk membuat yayasan atas namanya; yang sebenarnya hanya untuk memuluskan mencari cuan.

Tentu era ke depan organisasi ini harus berhitung dengan cermat jika kebesarannya tetap ingin besar. Bukan hanya dalam arti jumlah, tetapi juga kualitas. Oleh karena itu, periodisasi saat ini adalah periodisasi transisi antargenerasi. Penandanya adalah dikembangluaskannya sistem digitalisasi di semua lini, pelayanan teknologis dikedepankan. Sebagai contoh untuk pertemuan masa depan tidak perlu pengerahan masa besar-besaran, cukup dengan teknologi komunikasi terkini, semua dapat terhubung.

Pekerjaan berat yang tidak tampak tetapi hasilnya berdampak adalah meneruskembangkan jiwa keorganisasian kepada generasi penerus; kemudian mengemas sedemikian rupa agar organisasi ini tampak “seksi” di mata generasi milenial, sehingga mereka terpanggil untuk masuk dan membesarkan organisasi.

Semoga organisasi pendidik tertua di negeri ini tetap menjaga marwahnya sebagai organisasi perjuangan, bukan organisasi “perdagangan”; sehingga tetap bisa lestari ke depan dan selalu menyongsong zaman.

Selamat ngopi pagi.