Pasal Penghinaan Presiden, Pengalihan Isu?

Nusa Putra Apakah ada suatu kejadian luar biasa atau alasan tertentu, sehingga perlu membangkitkan kembali pasal penghinaan presiden yang sudah dikubur sejak lama? Rasanya tidak ada. Boleh jadi, wacana yang sengaja digulirkan pemerintah tentang pas...

Pasal Penghinaan Presiden, Pengalihan Isu?

Nusa Putra

Apakah ada suatu kejadian luar biasa atau alasan tertentu, sehingga perlu membangkitkan kembali pasal penghinaan presiden yang sudah dikubur sejak lama? Rasanya tidak ada. Boleh jadi, wacana yang sengaja digulirkan pemerintah tentang pasal itu adalah upaya pengalihan isu.

Rencana-rencana besar Pemerintahan Jokowi-JK mungkin saja akan mendorong perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa dan negara dalam jangka panjang. Namun, kenyataan sekarang ini sangat jauh dari harapan yang pernah muncul saat Jokowi memenangkan pemilihan presiden. Jauh panggang dari api.

Pemerintahan Jokowi-JK tampaknya berkutat dengan sejumlah masalah yang menunjukkan lemahnya kepemimpinan, buruknya koordinasi, dan centang prenangnya berbagai program yang ditawarkan, tidak fokus dalam menentukan prioritas, dan lambatnya daya sahut terhadap berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

Kepemimpinan Jokowi benar-benar diuji. Bagaimana pemerintahan ini akan dipersepsi masyarakat, dan mencapai keberhasilan, antara lain ditentukan oleh kepemimpinan Jokowi. Terutama ketegasan dan kecepatannya merespon masalah-masalah yang muncul.

Jokowi memulai pemerintahannya dengan kontroversi penyusunan kabinet. Jokowi saat itu berada di bawah tekanan partai politik pendukung, sehingga sulit baginya untuk melaksanakan apa yang telah dikatakan dan dijanjikannya saat kampanye. Ia berhasil memecah kebuntuan dengan melibatkan KPK dan PPATK. Namun, masyarakat tetap meributkan sejumlah menteri yang dianggap kurang layak pada posisinya. Tuduhan bahwa Jokowi di bawah tekanan dan kendali partai politik mengemuka di media massa dan media sosial.

Berikutnya adalah kebijakannya terkait BBM. Ia sama sekali mengubah paradigma kebijakan BBM yang mungkin dalam jangka panjang akan sangat bermanfaat dan bermakna bagi kesehatan keuangan negara. Tetapi pada saat ini telah sangat merepotkan masyarakat. Sebab, harga kebutuhan pokok jadi melambung, dan biaya transpotasi meningkat. Sedangkan pertambahan penghasilan tidak terjadi. Kondisi ini pastilah meningkatkan angka kemiskinan.

Tentu saja yang paling heboh adalah pengusulan Budi Gunawan menjadi calon tunggal Kapolri yang berujung keributan panjang dengan KPK. Persoalan ini sungguh telah menghabiskan energi pemerintah dan masyarakat. Masyarakat mulai mempersoalkan kepemimpinan dan pemerintahan Jokowi yang dirasakan payah tatakelolanya. Banyak orang mulai meragukan, bahkan meninggalkan Jokowi. Media mulai menunjukkan sikap yang lebih kritis. Media sosial dipadati oleh kritik, kekesalan, kekecewaan dan hujatan.

Kini, masalah yang dirasakan mulai akut adalah melambatnya pergerakan ekonomi dan semakin menurunnya angka pertumbuhan ekonomi. Banyak masalah ikutan yang tak terelakkan terjadi. Nilai rupiah terus merosot, mulai terjadi PHK massal, daya beli masyarakat semakin turun, harga-harga bahan pokok tak terkendali. Ditambah lagi masalah yang diakibatkan oleh kekeringan, dan kekisruhan tatakelola sapi. Benar-benar masalah rumit yang tidak mudah diurai dan diselesaikan.

Salah satu penyebab melambatnya ekonomi adalah rendahnya serapan dana APBN. Sesungguhnya ini tidak perlu terjadi jika tim transisi yang dibentuk oleh Jokowi membuat program yang rinci, akurat dan terukur saat menyarankan reorganisasi kementrian.

Lambatnya proses penataan organisasi kementrian baru, telah membuat  kementrian lambat bekerja, dan macetnya banyak kegiatan yang menyebabkan anggaran tak terserap dengan baik. Ditambah lagi berlarut-larutnya pengangkatan pejabat esselon di kementrian karena lelang jabatan yang ternyata banyak menimbulkan masalah. Keseluruhannya membuat Pemerintahan Jokowi-JK bekerja lambat tertatih-tatih.

Di Kemdikbud misalnya, calon pejabat yang lolos seleksi dan ikut tes wawancara tidak terpilih menjadi pejabat esselon satu. Orang yang terpilih malah yang tidak lolos seleksi administrasi. Tampaknya lelang jabatan telah menjadi ajang bagi partai politik untuk ikut menentukan orang-orangnya menjadi pejabat di bawah menteri. Majalah Tempo bahkan menjadikan masalah ini sebagai berita utamanya.

Sialnya, kondisi sangat tidak menyenangkan ini terjadi saat perekonomian dunia juga dirundung sejumlah masalah. Dengan demikian Pemerintahan Jokowi-JK menjadi tidak populer pada masa awal bertugas. Kebanyakan orang mulai merasa pemerintahan ini tidak efektif, lamban, dan tidak sesuai dengan semboyannya kerja, kerja, kerja.

Wajar jika masyarakat dan partai politik mulai menyuarakan pergantian menteri sesegera mungkin. Isu pergantian menteri ini telah menimbulkan gesekan antara partai politik. Sejumlah menteri mulai saling serang. Segera terlihat bahwa para menteri tidak kompak.
Sementara itu sering terjadi silang pendapat antara Jokowi dan Jusuf Kalla. Misalnya soal impor beras dan PSSI. Pastilah kondisi ini makin memperburuk suasana.

Pemerintahan Jokowi-JK baru seumur palawija. Belum sempat panen pertama, sudah diluluhlantakkan kemarau panjang. Dalam kondisi seperti inilah, mendadak muncul wacana pasal penghinaan presiden. Langsung saja memancing reaksi sangat keras dari masyarakat, para tokoh dan orang-orang partai.

Tak berlebihan jika ada yang menduga bahwa ada kesengajaan mencuatkan wacana ini untuk mengalihkan isu. Maklumlah, memunculkan pasal ini di mata banyak orang dimaknai sebagai tanda kemunduran bagi demokrasi dan kebebasan yang selama zaman reformasi ini sudah semakin maju berkembang.

Menilik banyaknya masalah yang sedang dihadapi masyarakat sebagai akibat lambatnya pemerintah, semestinya

PEMERINTAHAN JOKOWI-JK FOKUS UNTUK MEMENUHI JANJI-JANJINYA, BUKAN MEMUNCULKAN KONTROVERSI TERUS MENERUS.