Negeri Melodrama
Oyos Saroso H.N. Kasihan betul para pembantu rumah tangga (PRT) di Indonesia. Sejak berpuluh tahun mereka kerap dicap sebagai kelompok yang doyan menikmati melodrama di televisi. Padahal, yang hobi sinetron cengeng dengan alur cerita kampungan, logi...

Oyos Saroso H.N.
Kasihan betul para pembantu rumah tangga (PRT) di Indonesia. Sejak berpuluh tahun mereka kerap dicap sebagai kelompok yang doyan menikmati melodrama di televisi. Padahal, yang hobi sinetron cengeng dengan alur cerita kampungan, logika cerita tak masuk akal, dan bingkai cerita nyontek sinetron negara tetangga juga terdiri atas para tuan dan nyonya.
Kasihan betul para remaja anak mami. Mereka acap diolok-olok sebagai generasi kekanak-kanakan. Padahal, yang berperilaku lebih kanan-kanak dibanding kanak-kanak termasuk kelas menengah Indonesia, kaum cerdik pandai, legislator yang wajahnya sering nongol di televisi, dan politikus pokrol bambu.
Kasihan betul para pengacara yang sering dicap pokrol bambu. Padahal, yang lebih pokrol bambu ketimbang preman pasar adalah tuan pemerintah, pegiat medsos, tukang sate, kuli bangunan, dan pengangguran.
Kasihan Indonesia. Berpuluh-puluh tahun merdeka hanya bisa melahirkan sineas melodrama, kelompok salah paham, dan generasi linglung.
Melodrama terus diproduksi dan reproduksi hanya demi hajat nafsu sang tuan pemilik kapital, Yang bukan drama pun dibikin drama. Yang bukan melodrama dibuat agar kisah benar-benar menguras air mata.
Penonton harus iba dan tersentuh hatinya. Rating harus dikejar biar membubung dan pengiklan besar bergembira dalam antrean panjang.
Maka, berita tragedi pun dibikin agar fakta menjadi dramatik, penuh sensasi, berbalut tahayul, dan mempertontonkan kebodohan atas nama ekslusifitas,
Sementara itu, nun di luar sana, melalui medsos atau dunia nyata, banyak juga orang baik-suci yang bertepuk tangan ketika mendengar kabar tragedi. Mereka menyangka, musibah hanya akan menimpa orang-orang kafir berlumur dosa.
Ada pula kelompok ‘orang suci’, dengan kekuatannya ingin mempertontonkan kekuasannya. Tragedi pun hendak dijadikan momen mendapatkan panggung biar orang yang semula tak tahu mereka kuat dan kuasa akhirnya tahu dan mafhum.
Di negeri melodrama, semua aktor double casting. Mereka aktor sekaligus penonton.
Di negeri melodrama, hati nurani boleh dicantelkan di kapstok. Sementara otak bisa disimpan di musium.