Menghentikan dan Melanjutkan Kurikulum 2013

Oleh Slamet Samsoerizal Jika Mas Nakurat bersua dengan Pak Anis Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, dan mampu mengajaknya ke warung kaki lima tentu Mas Nakurat akan memberondong Pak Menteri ihwal penghentian dan pelaksanaan Kurikulum 2013...

Menghentikan dan Melanjutkan Kurikulum 2013
Oleh Slamet Samsoerizal

Jika Mas Nakurat bersua dengan Pak Anis Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, dan mampu mengajaknya ke warung kaki lima tentu Mas Nakurat akan memberondong Pak Menteri ihwal penghentian dan pelaksanaan Kurikulum 2013.

Mengapa surat bernomor : 179342/MPK/KR/2014 5 Desember 2014 perihal : Pelaksanaan Kurikulum 2013 dan ditujukan kepada Ibu / Bapak Kepala Sekolah di Seluruh Indonesia ditulis pada Jumat malam, 5 Desember 2015? Padahal, itu bukan saat yang tepat karena masih ada hari esok, yakni: Senin, 8 Desember
2014.

Saya paham, bahwa info segera disampaikan. Kabar penting soal pro-kontra pelaksanaan Kurikulum 2012 tak boleh kau biarkan berlarut-larut. Apalagi jika bertolak dari alasan: “Dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, serta diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan,” Mas Anies berhak untuk segera mengambil langkah taktis.

Kang Abdoel Azis, rekan guru dari Jawa Timur berkomentar santai: “Bagi saya mau KTSP, K-13, atau kurikulum apa saja pada prinsipnya sama saja; mengajar dan mendidik. Tapi jangan sekali-sekali cemburu karena guru bisa pulang jam 02 siang, murid libur ikut libur, itu kan cuma kasat mata. Coba sekarang pikir, berapa jam guru hrs mempersiapkan bahan ajar mempersiapkan RPP, mengoreksi hasil ulangan, dll. Kalau dihitung waktu guru bekerja bisa lebih 18 jam/ hari. Guru juga bukan mesin yang hanya mengajar seperti robot, ia juga orang yang selalu berusaha mengenal karakter murid- muridnya.”

Tahukah butir pertama pernyataan Pak Menteri ini lebih populer: “Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006. Bagi Ibu/Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, mohon persiapkan sekolah untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015.

Harap diingat, bahwa berbagai konsep yang ditegaskan kembali di Kurikulum 2013 sebenarnya telah diakomodasi dalam Kurikulum 2006, semisal penilaian otentik, pembelajaran tematik terpadu, dll. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi guru-guru di sekolah untuk tidak mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Kreatifitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari praktik-pratik lawas adalah kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia.”

Sekadar info Pak: Pernyataan yang demikian ringkas tetapi jelas tegas, disalahpahmi banyak pihak, seolah pak Menteri menghentikan total. Padahal masih ada lanjutan dari keterangan pers yang dirilis di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Bagaimana bunyinya? Simak yang berikut!

“Tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester ini menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya.

Bagi Ibu dan Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, harap bersiap untuk menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013. Kami akan bekerja sama dengan Ibu/Bapak untuk mematangkan Kurikulum 2013 sehingga siap diterapkan secara nasional dan disebarkan dari sekolah yang Ibu dan Bapak pimpin sekarang. Catatan tambahan untuk poin kedua ini adalah sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.”

Bahkan, dengan tegas pula dinyatakan, bahwa Kementerian “Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pengembangan Kurikulum tidak ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh guru-guru kita di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa-siswa kita.

Sayangnya, boroboro sanggup untuk mengajak mampir Pak Menteri di warung kaki lima, kenal secara pribadi pun tidak. Lantas?

Ah, sebagai catatan – apa pun yang Anda lakukan, Mas Nakurat patut mengapresiasi. Akan tetapi, asal diketahui, banyak sekolah sejak “kepastian” Kurikulum 2013 yang mendapat julukan mulai dari K 13, Kurtilas hingga Kutil ini sekolah berbenah. Hal yang tampak antara lain, disingkirkannya jutaan buku dari rak-rak perpustakaan sekolah. Bahkan ada yang sudah telanjur mengilokannya ke tukang loak buku.

Mengapa? Mereka beranggapan, bahwa Kutil akan diberlakukan dan sejumlah buku yang berkaitan dengann itu adalah dikirimkannya sejumlah buku yang merupakan buku utama pelaksanaan Kutil.

Belum lagi sejumlah persiapan pun dilakukan, mulai dari mengirim guru ke pusat-pusat pelatihan yang berkaitan dengan Kutil. Malah persiapan lain, seperti yang disampaikan Pak Ruswandi Mangun Prawiro, sahabat Mas Nakurat, guru di Jakarta Timur yang menyayangkan. Mengapa?

“Temen2 baru semangat mulai mengisi rapor online, K-13 …
dihentikan. Nasib jadi “kuli” apa kata pak bos …”

Yang terhormat Pak Menteri, Guru atau pendidik di sekolah sebenarnya cuma penerima dan pelaksana. Penerima kebijakan dari Kementrian dan pelaksana apa pun nama Kurikulumnya yang lagi-lagi merupakan produk dari Kementerian. Jadi tak usahlah
kau sindir dengan ungkapan: “Kreativitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari praktik-pratik lawas adalah kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia” seolah mereka –para pendidik itu– selama ini belum melaksanakan pembelajaran dengan suasana kondusif.

Pak Maman di Bekasi seorang guru berusia 74 tahun yang masih berstatus honorer pasti sudah paham bagaimana mengemas kelas dalam suasana menyenangkan. Artinya, sebelum orang berteriak guru mesti kreatif, mesti mampu berinovasi.

Saya sangat yakin para guru adalah manusia yang pasti kreatif dan selalu berinovasi. Jika tidak, sekolah sudah lama ditinggalkan peserta didik.***