Mendulang Asa

Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila Pagi itu saya harus menunaikan dua pekerjaan yang berbeda di tempat yang berbeda pada waktu yang sama. Jika peristiwa itu terjadi tiga tahun yang lalu, pasti ada yang harus dikorba...

Mendulang Asa

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila

Pagi itu saya harus menunaikan dua pekerjaan yang berbeda di tempat yang berbeda pada waktu yang sama. Jika peristiwa itu terjadi tiga tahun yang lalu, pasti ada yang harus dikorbankan. Karena berkah adanya pandemi, semua bisa disambungteruskan menggunakan piranti teknologi. Maka semua itu bisa berlangsung secara bersamaan secara online atau dalam jaringan (daring).

Menjadi menarik karena dua acara itu berbeda judul, berbeda masalah, berbeda tujuan; namun memiliki hakekat yang sama, yaitu ingin memberikan pelayanan terbaik kepada pengguna agar mereka merasakan manfaat dari kehadiran lembaga. Misi mulia ini disadari betul oleh kedua lembaga pelayanan yang berbeda atap, namun memiliki makom yang sama.

Pada kesempatan yang sangat sempit itu ternyata masih ada celah untuk melayani tamu istimewa; sahabat karib yang sudah lembih empat puluh tahun tidak jumpa. Ternyata sang sahabat ingin berkontribusi untuk membesarkan lembaga ini walau dengan cara yang berbeda. Menariknya, ketiga peristiwa tadi bermuara pada mewujudkan asa bagi sesama agar mereka mendapatkan yang terbaik dalam perjalanan hidupnya. Tuhan memerintahkan manusia untuk membantu sesama dengan tanpa pamrih. Itu adalah tugas kemanusian yang mulia. Namun, dalam merealisasikannya tidaklah mudah.

Dalam hal pengaturan jadwal kegiatan, pengaturan personel, mekanisme sistem, pemberian pelayanan; ternyata selama ini kita menjadi juara dalam teori, namun menjadi bebal dalam pelaksanaan. Bisa dibayangkan bagaimana panitia harus bertungkus lumus mengatur, hanya ingin memenuhi kehendak segelintir orang dengan mata acara yang berbeda. Ternyata memenuhi asa setiap manusia, sebagai manusia pun kita memiliki keterbatasan.

***

Mengapa manusia setiap hari harus bergelut dengan asa, tidak pernah berhenti sejenak untuk mengambil napas sebagai enargi kehidupan?  Hal ini terjadi karena manusia memiliki dua peluang yang sama dalam hidupnya, yaitu salah dan benar.

K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus) pernah menukilkan  risalah: “Malaikat tidak pernah salah. Setan tidak pernah benar. Manusia bisa benar bisa salah. Maka kita dianjurkan saling mengingatkan, bukan saling menyalahkan.”

Nukilan di atas selaras dengan ungkapan budayawan Rendra:  “Kesombongan yang paling sulit kita sadari di hati adalah ketika kita sudah merasa diri paling benar dan paling baik dari pada orang lain.”

Gambaran seperti ini sangat tampak. Contohnya, saat dilangsungkan wawancara bagi calon mahasiswa program doktor, banyak di antara mereka yang grogi. Mereka  berdiri di depan cermin, kemudian mematut diri. Ternyata mereka menemukan bayangan kaca bagaimana kekurangan dan ketidaksempurnaan yang melekat pada dirinya. Padahal selama ini merasa diri siap dan sempurna.

Seharusnya mereka berterimakasih kepada Tuhan telah diberi kesempatan meminjamkan cermin untuk mematut diri. Karena pada saat itulah kita mengenal banyaknya kekurangan dan sedikitnya keunggulan diri. Hanya rahmat dan kasih Tuhan yang mampu menyelamatkan diri untuk terus berjalan di muka bumi-Nya,  karena lulus atau tidak lulus di dunia ini sudah ditulis sebelum ujian berlangsung. Hanya saja pena dan bukunya di mana diletakkan Tuhan, kita tidak akan pernah mengetahui sampai kapan pun.

Hidup ini pada hakikatnya indah bila kita bisa menikmatinya. Maka syukurilah walau kecil dengan apa yang ada digenggamanmu. Bisa jadi yang besar atau banyak itu bukan diperuntukkan kepada mu; namun juga bukan pula yang kecil atau sedikit itu bagianmu. Karena segala milikmu sudah tertera alamat bagimu, dan tidak akan mungkin tertukar apalagi salah alamat. Demikian ungkapan bijak yang dinukilkan seorang filsuf  Timur pada salah satu kitabnya.

Mendulang adalah pekerjaan kuno yang melelahkan dalam sejarah manusia, manakala dikaitkan dengan cara memperoleh logam mulia; namun menjadi lebih melelahkan lagi jika dikaitkan dengan asa yang diharap. Jikalah logam nyata hasilnya, sementara asa hanya tinggal dalam harap. Oleh karena itu, kesabaran dan doa dalam keberterimaan akan ketentuan keilahian adalah kunci utama untuk menanti datangnya asa.

Selamat minum kopi hangat.