Kudeta Meja

Oleh Slamet Samsoerizal Jika kudeta dapat dipadankan dengan penggulingan atau menggulingkan sesuatu, maka sesungguhnya aksi anggota fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang membalikkan meja ditengah Sidang Paripurna ke-7 yang membahas pen...

Kudeta Meja
Oleh
Slamet Samsoerizal
Jika
kudeta dapat dipadankan dengan penggulingan atau menggulingkan sesuatu, maka
sesungguhnya aksi anggota fraksi Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yang membalikkan meja ditengah Sidang Paripurna
ke-7 yang membahas penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di Kompleks Parlemen
Senayan, Jakarta, 28 Oktober 2014. Itu dapat dikategorikan sebagai kudeta meja.
Apalagi, Sidang Paripurna berakhir ricuh setelah Hasrul Azwar tak mengurungkan
untuk membalikkan meja, karena tidak sependapat dengan pimpinan sidang. 
Walau peristiwa
itu dicerca banyak kalangan, karena dianggap mencemari lembaga dewan yang
terhormat, namun atas nama harga diri dan kesal (pastinya emosi) peristiwa
tersebut telah terjadi  sejak bangsa ini
merdeka dan memiliki parlemen yang bermartabat.
Jadi, perlu
dicatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia baik daring (online), luring (offline)
maupun yang dicetak untuk memasukkan makna baru dari kudeta, yakni:
‘menggulingkan sesuatu (bisa meja, dsb) dengan sadar karena emosi atas reaksi
sesuatu’. Penggulingnya pun tidak mesti birokrat atau teknokrat, tetapi anda
pun asal mampu menggulingkan meja di rumah karena mencari koin recehan seribu
yang jatuh di kolong meja dapat diklasifikasikan sebagai kudeta.
Kalau selama ini
pemahaman kita melalui kamus politik, kudeta biasanya melibatkan militer, atas
peristiwa politik, namun kali ini tidak. Oleh karena itu, Vicky pun pernah lanacang
menggunakan istilah kudeta hati. Sayangnya, ia ditertawakan, padahal ia berjasa
sebagai orang yang pertama kali menggunakan istilah kudeta dengan makna lain.
Juga peristiwa gedubrak yang terjadi di Warung Kerja
Mpok Nunung pagi ini. Tiba-tiba Mang Abar, lelaki pengojek yang menyekolahkan
anak-anaknya hingga tamat SMA dan SMK itu berang lantaran ketika ia ungkapkan
niatnya  kelak ingin kedua anaknya bisa
jadi sarjana dilecehkan Bi Yul si tukang sayur.
“Kalau kamu
bukan perempuan, udah aku tonjok mulut liarmu Bi!”
Kang Aria, Bang
Adi, dan Mas Yanto mencoba melerai sambil merapikan minuman dan makanan yang
berseak di lantai.
“Wis, Mang!
Lagumu kok jadi kayak anggota legislatif yg kemarin kita tonton bareng disini!”
“Habisnya, kesel
aku” umpat Mang Abar, “Zaman kan berubah, jadi sarjana itu
tren keren yang mesti kita tanamkan ke anak-anak kita.’”
“Lanjut deh tu
ngopinya! Ngerokok dulu ni Bang ada merek baru!” sodor kang Aria.
“Tapi, kalau
dipikir-pikir ada benernya juga ya. Coba kalau kita sekolahnya lempeng,
bisa-bisa kagak disini. Kang Aria mungkin udah mangkal di gedung DPR. Mang Abar
ungkin ditarik jadi pembantu. Pembantunya presiden, maksud ane. Menteri!”
nyerocos Bang Adi.
“Eh, Bang Adi,
minjem istilahnya Mang Abar jaman juga berubah. Siapa pun kita kalau
profesional, bias juga diangkat ja”di menteri. Tu contohnya Mbak Susi
Pudjiastuti yang baru diangkat jadi Menteri
Kelautan dan Perikanan. Sekolahnya magel.
Cuma sampai kelas II SMA, tapi dia jadi bos di dua perusahaan kepesawatan
dan perikanan laut. Kalau baca kisah suksesnya, dengan modal Rp 750.000, 00
kelak Mbak Susi bisa mengekspor lobster ke mancanegara. Sukses itu dilanjutkan
pula dengan mendirikan perusahaan Susi Air. Opo ndak hebat?”
“Lho, ini ngomong jadi kemana sih?”
“Gini, nasib orang taka da yang tahu. Pria
beruntung dengan pendidikan minim juga ada. Namanya Mas bob Sadino.”
“Waduh, kok jadi melemahkan syahwat saya
sebagai lelaki yang bernafsu agar kedua anakku jadi sarjaa ya. Bahkan kalau
perlu lebih.”
“Bukan, bukan itu Mang. Maksudnya: apa pun
profesi kita kalau ditekuni,pasti bias profesional. Kita-kita ini contohnya.
Pemilik warung ini, Mpok Nunung, betapa dia tak profesional? Wong tiap hari
kita pasti punya catatan utang aja, warungnya masih bisa eksis. “
”Mang Abar adalah contoh lain. Siapa tak kenal
Mamang sebagai pengojek di kampung ini? Saking profesionalnya, Mamang punya
akun facebook, blog, dan twiter padahal pendidikan juga sampai
kelas II SMP. Cuma untuk menjaring pelanggan mulai dari siswa SD hingga ibu-ibu
yang rajin ke pasar tradisional.”
“Tapi kenapa presiden kita luput menggandeng
kita ya?”
“Hahahahahaa” tawa serempak terdengar riuh.
“Kalau ada Menteri pendayagunaan Transportasi
Kampung, kayaknya Pak Jokowi akan lantik Mang Abar.”
“Sialan kalian, malah ngledek” kesal Mang Abar
sambil berdiri. Tangannya dikepalkan, giginya gemeretak.
“Eit! Awas! Jangan kudeta meja lagi. Meja Mpok
Nunung ini lebih mahal dibanding dengan meja yang ada di gedung DPR sana. Lho,
jelek-jelek gini, meja ini dibeli dengan keringat halal Mpok kita ini….” ujar
Pak Haji Bandi yang rupanya sejak tadi memperhatikan obrolan Mang Abar dan
kawan-kawan. ***