Buruk Muka Cermin Diganti
Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila Hasil penelusuran beberapa sumber ditemukan informasi bahwa Cermin yang dibuat paling awal adalah kepingan batu mengkilap seperti obsidian, sebuah kaca volkanik yang terbentuk seca...

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila
Hasil penelusuran beberapa sumber ditemukan informasi bahwa Cermin yang dibuat paling awal adalah kepingan batu mengkilap seperti obsidian, sebuah kaca volkanik yang terbentuk secara alami. Cermin obsidian yang ditemukan di Anatolia (kini Turki), berumur sekitar 6000 SM. Cermin batu mengkilap dari Amerika tengah dan selatan berumur sekitar 2000 SM.
Cermin dari tembaga yang mengkilap telah dibuat di Mesopotamia pada 4000 SM dan di Mesir purba pada 3000 SM. Di China, cermin dari perunggu dibuat pada 2000 SM. Cermin kaca berlapis logam diciptakan di Sidon (kini Lebanon) pada abad pertama M, dan cermin kaca dengan sandaran dari daun emas disebutkan oleh seorang pengarang dari Romawi bernama Pliny dalam buku Natural Historyyang dikarang sekitar tahun 77 M. Orang Romawi juga mengembangkan teknik menciptakan cermin yang kasar dari kaca hembus yang dilapisi dengan timah yang dilelehkan.
Sementara itu cermin parabola pantul pertama kali dideskripsikan oleh fisikawan dari Arab bernama Ibn Sahl pada abad 10. Sedangkan Ibn al-Haytham mendiskusikan cermin cembung dan cekung dalam geometri bola dan tabung, dan beliau melakukan beberapa percobaan dengan cermin, dan menyelesaikan permasalahan menemukan titik di sebuah cermin cembung di mana sinar yang datang dari satu titik dipantulkan ke titik yang lain. Pada abad 11, cermin kaca yang jernih diproduksi di Al-Andalus.
Kini makna cermin tidak hanya konkret. Cermin juga bisa bermakna abstrak. Hal ini sejalan dengan perkembangan budaya tutur yang dimiliki oleh manusia. Cermin pada hakikatnua tetaplah benda yang memantulkan kejujuran berakurasi tinggi. Ia akan memantulbalikkan benda yang ada di hadapannya sesuai dengan aslinya. Jika didekatkan kepermukaannya akan semakin besar bayang benda. Jika dijauhkan maka akan kecil ukuran bayang bendanya.
Sementara cermin dalam konsep abstrak adalah apa yang dipersepsikan orang lain terhadap diri kita. Produk itulah disebut sebagai cermin diri. Cermin abstrak cenderung lebih subjektif, sesuai dengan tangkapan kebermaknaan dari apa yang kita tampilkan, kemudian diberi sikap oleh penerima, sejurus kemudian diberi nilai. Pada posisi penilaian inilah wilayah subyektifitas begitu tinggi. Oleh karena itu banyak rumpun ilmu ilmu sosial membuat parameter acuan normative sebagi tolok ukurnya.
Seiring perkembangan jaman, manusia memiliki medan interaksi yang sangat luas, banyak dan komplek; maka cermin diri berubah menjadi evaluasi diri. Adapun cerminnya diperankan oleh para mereka yang bersinggungan dengan pribadi atau kelompok yang dinilai. Disinilah wilayah konflik internal dan eksternal terjadi; internal dalam artian dalam diri sendiri, eksternal dalam arti dengan fihak di luar diri.
Jika kita ingin jujur dan merenung sejenak, “huru-hara” sosial yang saat ini menimpa beberapa instrumen sosial yang ada di negeri ini adalah akibat ketidakberterimaan akan cermin yang dipakai: karena tidak memuaskan selera, dengan memudahkan persoalan, kemudian berganti cermin di tengah jalan. Perilaku inilah yang menggiring masyarakat sebagai cermin, membentuk opini sesuai apa yang mereka tangkap dan persepsikan. Muka yang sudah hancur bukan diperbaiki, justru cermin yang akan diganti. Salah salah bukan cermin datar yang kita raih justru cermin cembung atau cekung yang kita dapat, menjadi sempurnalah kehancuran muka sosial tadi.
Peribahasa lama “buruk muka, cermin dibelah” ternyata sudah ditinggalkan, berganti pada “buruk muka, cermin diganti”. Jika cermin dibelah persoalan selesai. Tidak menimbulkan kepuasan pribadi. Berbeda dengan cermin yang diganti. Dengan memilih cermin baru, dianggapnya persoalan tampak selesai dengan damai, walau sebenarnya itu menipu diri. Dengan kata lain, menyelesaikan masalah dengan masalah, akhirnya hidupnya dililit masalah. Tinggal kembali kepada pribadi kita, apakah kita mau menghindari masalah, atau menyelesaikan masalah. Jika kita menghindari maka masalah itu akan terus mengejar dan membiyak banyak, sementara jika kita menyelesaikan masalah maka kita akan mendapatkan pengalaman baru guna menghadapi masalah baru lagi dihadapan kita yang sudah menunggu untuk juga diselesaikan.
Cermin yang jujur adanya di hati nurani kita masing masing, karena hanya kita dan Sang Maha Pencipta lah yang mengenali ketidaksempurnaan kita; karena ketidaksempurnaan itulah yang meneguhkan akan kesempurnaan kita sebagai manusia. Semoga di tahun baru hijriyah ini kita dapat menemukenali kelemahan diri kita. Pada kelemahan itulah kita akan terus menyempurnakannya, dengan cara sesuai tuntunan syariat keyakinan yang kita yakini sebagai agama.
Selamat ngopi.