Beranikah SBY Memecat Dirinya Sendiri?

Oyos Saroso H.N. BERANIKAH Pak  SBY memecat dirinya sendiri dari jabatannya sebagai ketua umum Partai Demokrat? Pertanyaan usil itu disampaikan Den Mas Ndruhun alias Raja Koplak ketika kami bertemu di warung bubur kacang ijo dan kopi Lampung tadi pag...

Beranikah SBY Memecat Dirinya Sendiri?

Oyos Saroso H.N.

BERANIKAH Pak  SBY memecat dirinya sendiri dari jabatannya sebagai ketua umum Partai Demokrat?

Pertanyaan usil itu disampaikan Den Mas Ndruhun alias Raja Koplak ketika kami bertemu di warung bubur kacang ijo dan kopi Lampung tadi pagi.

Ndruhun ngotot, mestinya SBY memecat dirinya sendiri jika dia memang terbukti menyuruh para anggota Fraksi Demokrat di DPR RI untuk kabur dari ruang rapat saat menjelang pemungutan suara RUU Pilkada, Kamis malam lalu (25/9/2014).

Saya hampir tersedak ketan hitam saat Den Mas Ndruhun, dengan gaya khasnya, meyakinkan saya bahwa SBY adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap lolosnya UU Pilkada yang mengembalikan hak DPRD untuk memilih kepala daerah itu.

“Kamu dulu pernah belajar logika kan? Nah, dalam kasus walk out-nya para anggota Fraksi Demokrat itu, kebo bunting pun tahu bahwa tidaklah mungkin mereka bergerak tanpa ada perintah. Poltak Ruhut Sitompul mengaku sudah tanya sama Benny Harman bahwa sudah ada perintah dari SBY. Lagi pula, apakah masuk akal ada orang di Partai Demokrat yang berani sama Pak SBY?” ujar Ndruhun, berapi-api.

Saya nyengir. Ndruhun menggeser posisi duduknya.

“Hmmm,,,,ya memang enggak ada sih…” saya menjawab sekenanya.

“Nah itu!” timpal Ndruhun. “Kalau memang SBY sendiri yang memerintahkan walk out, lalu di luar negeri dia mengungkapkan rasa kecewanya, kepada siapa rasa kecewa itu ditumpahkan? Kepada anggota fraksi pendukung pilkada oleh DPRD? Kepada PDIP, PKB, dan Hanura yang konon tak mau menerima tawaran opsi ketiga dengan sepuluh syarat absolut itu? Nah, karena logika itulah makanya mestinya kekecewaaan itu ditumpahkan SBY pada dirinya. So, ia pun harus memecat dirinya jika hasil penelurusan timnya menunjukkan bahwa sejatinya dirinyalah yang menyuruh anggota Faksi Demokrat walk out!”

“Aih! Dasar koplak lu!” saya menyemprot. “Sesuai dengana azas hukum kita, mestinya lu pakek azas praduga tak bersalah dong!”

“Hehehehe….. ini kan kita lagi ngomongin logika. Logika paling bodoh. Orang bodoh yang otaknya waras dan belum pindah ke dengkul. Bukan logika orang pintar atau soal tuduhan delik hukum….” Ndruhun cengengesan.

Tangan kanannya mengangkat cangkir berisi kopi nasgitel. Srrrrppppppppp.

“Sebaiknya kita tunggu hasil penelusuran tim SBY deh. Nanti pasti akan ada pernyataan resmi dari Pak SBY. Kita bisa lihat di youtube (baca; yutub)…”

“Ya! Kalau di yutub tak ada, nanti kita cari di kang tub! Hahaha…..” Ndruhun tertawa ngakak.

 

***

Kalau ada orang yang harus disayangi dan dikasihani pada beberapa hari terakhir ini, dialah SBY. Bayangkan, sebagai presiden sebuah negara yang dihormati di luar negeri, ternyata dia sering memanen hujatan, Dalam tiga hari terakhir, ketika orang Amerika Serikat menggelar jamun malam dan memberinya sebuah penghargaan karena dinilai berperan besar membangun jalinan kerjasama dengan AS dalam sepuluh tahun terakhir, di Indonesia SBY justru banyak dihujat.

Banyak warga Indonesia, di dalam maupun di lua negeri, menilai SBY telah mengubur demokrasi dengan memberi jalan lebar bagi lolosnya UU yang memberi hak maha besar kepada DPRD untuk memilih kepala daerah.

Dalam tiga hari terakhir, betapa kayanya khazanah bahasa, pola ungkap, desain kreatif, dan arsitektur kecemasan dilontarkan ke udara dengan harapan menembus jantung-hati SBY. Saking jengkelnya, bahkan seorang kawan saya berteriak lantang,”Pak SBY! Anda tidak perlu pulang lagi ke Indonesia! Tidak ada gunanya!”

Di antara riuh hujatan dan tebaran hastag #someonyouSBY!, saya terkesima dengan analisis mintilihir seorang pengamat politik yang lama mukim di Amerika, Om  Made Supriatma.

Menurut Om Made, sejatinya saat ini Pak Beye sedang memainkan peran sebagai ‘playing hero’. Ia sedang meniti tangga menuju jadi pahlawan, menjelang akhir kekuasannnya.

“Ketika orang sibuk berakrobat politik, dia jalan-jalan ke Amerika dan ketika pulang nanti dia akan bertindak sebagai hero, berada di garis depan menentang UU Pilkada.Hari ini SBY ada di Kyoto. Dia menerima gelar doktor dari Universitas Ritsumeikan, Kyoto. Dia akan pulang minggu petang waktu Indonesia dan kabarnya akan marah dan kecewa sebelum menggugat UU Pilkada.
Silakan Sodara ikut marah dan kecewa. Tapi tolong, kemarahan dan kekecewaan itu disalurkan ke SBY saja!” ujar Om Made.

O…. kini tahulah saya. Omongan Den Mas Druhun di warung kopi tadi pagi isinya benar. Enggak nyangka, tumben Den Mas Ndruhun alias Raja Koplak kali ini agak pinter.

Hmmmm,,,, cuma sesederhana itu alasannya? Kalau cuma sesederhana itu, wuih, alangkah kasihannya Pak SBY. Bukankah membuat skenario walk out, memberi jalan lahirnya UU Bedebah, menggugatnya di MK atau tidak mau menandatangani RUU tak lain dan tak bukan adalah sebuah kebodohan telanjang? Tidak. Tidak mungkin Pak SBY sebodoh itu. …

“Sudah selesai mikirnya?” lamunan saya tiba-tiba terganggu kedatangan Den Mas Ndruhun,

Den Mas Ndruhun datang ke rumah saya diiringi Karto Celeng, Kang Plin, dan Kang Plan.

“Sudah yakin siapa yang membuat skenario dan dan siapa yang akan jadi the best actor?” tanya Ndruhun sambil menarik kursi butut di teras rumah.  “Tidak perlu tanya sama Kang Iip Sariful Hanan  atau Mas  Tri Adi Sarwoko kalau cuma mau menerka arah ending sinetron ‘UU Pilkada’!”

Karto Celeng, Kang Plin, Kang Plan, dan Ndruhun ngakak bersama.