Akhir Tahun dan Celoteh di Kala Hujan
Ilhan Erda. Hari ini,3 hari menjelang tanggal puncak yang sahabat kita akan merayakan milad dari junjungan, Sang Juru Penyelamat yang mereka yakini. Kubuka beberapa portal web, media massa dan berbagai wahana media lainnya. Ada beberapa opsi yang s...

Ilhan Erda.
Hari ini,3 hari menjelang tanggal puncak yang sahabat kita akan merayakan milad dari junjungan, Sang Juru Penyelamat yang mereka yakini. Kubuka beberapa portal web, media massa dan berbagai wahana media lainnya. Ada beberapa opsi yang saling bertubrukan , saling menguatkan di antara satunya. Ada yang independen, ada yang pro mendukung, ada pula yang menghujat.
Ah…. itu sama ketika beberapa bulan yang lalu, musim kampaye Pemilihan Presiden tiba. Kala itu masing-masing kubu saling membuat opini, show di media, atau dengan sejuta trik dan taktik lewat macam-macam sarana.
Sungguh kadang diri ini rindu akan sebuah media, sebuah wawasan yang mendidik dan ini bisa terjadi seperti di jaman Pak Harto sebenarnya. Sayang otokrasi dan diktator yang berlebihnya malahan menyumbat dan menjadikan ketakutan mendalam. Kesegaran berita, sebuah suguhan menggugah , menginsprasi,idea dan semangat kebangsaan yang beragam malah semakin menjauh saja.
Sekarang, zaman yang dipuja katanya adalah masa pascrefomasi dan digadang-gadang negeri tercinta ini menjadi negara dengan 10 negara berpotensi menjadi negara besar. Lagi-lagi buaian palsu bin asal ini bahaya sekali. Bisa meninabobokan dan membuat lalai, atau ada sifat malas dan melupakan esensi kembali menjangkiti negeri ini.
“Apa toh peranan dan fungsi kamu ke negara ini. Apa kamu pejuang, ikut 10 November dan bla bla bla lainnya?
“Kita yang utama tetap berporos dan mengerucut ke Nabi Muhammad saw. Dijamin super kecewa jika kita menggadang,menggantungkan , mengidolakan tiada banding entah dengan salah satu Presiden, tokoh atau dan manusia lainnya. Ambil positifnya, buat dan bangun jejaring komunal baru yang bervisi sama. Baik dan jujur.” ungkap Mas Sabrang , saat diskusi di Pendopo menjelang subuh usai.
Jujur. Dalam hati saya,saya suka di bidang kreativitas. Walau sangat lamban dan gagap, rasanya lebih teduh, ayem dan elegan jika ada di ranah sini. Bisa di Jakarta, Lombok, Jambi,di Bali bertemu, bertambah sahabat, saudara yang dengan rendah hati, suka cita menjabarkan bagaimana proses kreativitas mereka masing-masing. Menelusuri alur impuls dan mengejawantahkannya ke sebuah perpektif baru, sesuai bidang keminatannya.
Ada perupa yang mengajarkan cara membangun jejaring. Ada komikus yang mengajarkan cara marketing dan build to fans. Atau motivator, penulis, orator yang dengan sejuta ketulusannya mengajarkan bagaimana intinya kita bisa meng-upgrade diri dan menjadi lebih baik. Tentunya ini akan berimbas kepada selain produktifiats kita, juga kualiats hidup dan karya bermutu dan punyai teman-teman yang berkesan, kreatif dan berdaya maksimal dalam hidupnya.
Inilah nuansa keberagaman seperti yang leluhur kita, Tantular kemas dan coba ikat dalam sebuah simbolika dan gagasan padu bernama Pancasila. Tentunya sebuah dinamika, atau turunannya dan bukan barang langsung jadi yang bisa kita telan mentah-mentah dan terima begitu saja.
Zaman sekarang. Indonesia yang digadang-gadang menjadi kembali sebuah negara besardengan potensi besarnya. Semuanya. Entah dengan konsepsi kemaritiman, berdikari, ber-trisakti nya ala Bapak Founding Father kita dan berbagai teorema yang di cipta atau digagas oleh setiap pemimpin negara kita ini.
“Perkaya dirimu terlebih dahulu. Dengan berkah rejeki tentunya.” saran lanjutan yang Mas Sabrang lontar ini sangat dalam makna dan filosofinya.
Bagaimana roda jaman yang terus beranjak menuju gegas batas akhir seperti yang dinukilkan di isyarat dan pratanda baik di sebuah babad, kitab, jangka atau bhumi yang semakin menua seiring dengan usia penghuninya yang juga sama. Adakah sebuah laku, kesan dan era yang lebih bermartabat selain dari adanya sebuah konsep kebaikan, tinggalan beradab diantaranya berupa harmonisasi dan berbagai variasi kebajikan dalam hidup kita.
Sungguh tak adil, jika hanya bisa mendikotomikan antara baik dan buruk, tinggi dan pendek, mulia dan busuk atau berbagai pro kontranya, friksi dan solid sebuah thema dan sub topik lainnya.
Esensia dan hal yang lebih mendalam ada lagi tentunya. Tuhan Maha Berkehendak. Lingkaran tindakan, atau alur kuasa kesempurnaan hanya ada mutlak pada-Nya. Jangan kan meraba, sekadar menatap semua pratanda dan isyarat Nya pun tak mampu.
Diri yang hina, hitam lagi tak kuasa mempunyai wewenang untuk sekedar menyebut diri ini layak, suci dan mampu mempretensi atau mewakili dari kepanjangan tangan Nya.
Tapi, ada sedikit. Sebuah poin yang sangat sederhana dan bisa menjadi batu pijakan awal, agar kita menjadi selalu lapang, dan sejuk dalam kehidupan ini.
Perbanyak sahabat, dengan berbagai macam karakter. Kembangkan tumbuhkan empati. Empati yang sedalam dan seluas-luasnya. Dan bacalah referensi atau sumber yang tentunya bisa menambah wawasan ,atau alur berfikir kita supaya tidak hanya sebidang.
Ah, daripada sekedar membuai, atau mengardik diri sendiri yang katanya orang lain menjadi korban system, satu desas –desus, menjadi pelaku dan berbagai statemen lainnya.
Mari mencari rumput, karena kambing di kandang sudah mengembik tanda perlu dikenyangkan. Ayam yang berpetok ria jua karena dedak dan beras yang belum disaji.
Dan tentunya Mamak, yang tepat hari ini merayakan Hari Ibunya, karena dengan berbagai ragam tingkah, pemikiran memang pantas buatnya spesial hari ini. Dan para sahabat yang juga merayakan tanggal 25 agungnya. Selamat Christmas dan berlibur.
Mari kita semangat, bergembira , dan nimati setiap jejak langkah kita di dunia ini yang ibarat “numpang minum “saja.