PGRI, Milenial, dan Masa Depan
Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila Hari itu saya mendapat kehormatan dari organisasi profesi guru terbesar dan tertua di republik ini untuk mendedah bagaimana memelihara organisasi yang sudah tua, gemuk, dan berciri...

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila
Hari itu saya mendapat kehormatan dari organisasi profesi guru terbesar dan tertua di republik ini untuk mendedah bagaimana memelihara organisasi yang sudah tua, gemuk, dan berciri khas hati hati dalam melangkah, walau sering dikesankan lamban. Pucuk pimpinan daerah yang hadir rata rata berusia setengah abad ke atas. Tentu dilihat dari rekam jejak, mereka adalah orang orang handal pada masanya. Gurat gurat kejayaan itu masih sangat kentara dari hal bicara, bahasa tubuh, bahkan cara mematut diri, sangat khas sekali sebagai pendidik generasi old.
Perjalanan organisasi terasa hidup manakala berada pada session diskusi; argumentasi praksis banyak sekali mereka ajukan sebagai kerangka berfikir, sehingga sampai pada suatu keputusan. Ciri khas musyawarah, mufakat; melekat sekali saat mereka mengambil keputusan. Perbedaan pendapat mereka sikapi dengan tertawa lepas, dengan tidak lupa menampilkan candaan menyegarkan.
Demikian juga pengadministrasian organisasi, sangat menjadi konsen mereka. Kartu tanda anggota, yang masa kini sudah menggunakan digital sistem; itupun sudah mereka lakukan. Kendala di sana-sini yang menjadi kekhasan pelayanan digital, menjadikan diskusi riuh rendah karena semua anggota rapat ingin berbicara guna menyumbangkan solusi pemikiran.
Belum lagi kostum, hampir seratus persen peserta menggunakan baju kebesaran organisasi. Hal makin menampilkan kewibawaan pendidik masa lalu. Mereka sangat rapi, tidak ada yang “klombrot”; bahkan cenderung mereka melengkapi dengan asesoris organisasi yang sangat menawan. Itulah ciri organisasi tua, diurus oleh orang tua, membicarakan hal hal kekinian yang cenderung bergerak dan berubah secara cepat dan dinamis. Tidak jarang usia mereka sebenarnya sudah tidak muda lagi untuk mengerjakan pekerjaan organisasi yang demikian kompleks; namun semangat pengabdian dapat meluluh-lantakkan semua rintangan.
Menjadi pertanyaan adalah, bagaimana keberlangsungan organisasi ini ke depan jika tidak dari sekarang mereka melakukan pengkaderan, guna menyongsong dunia baru mendatang. Dari hasil survey kecil kecilan; tatkala ditanyakan kepada guru guru muda yang baru menjadi ASN; tentang organisasi ini; banyak diantara mereka kurang begitu memahami. Sementara jika ditanyakan kepada guru honorer; mereka menyambutnya dingin. Begitu didesak dengan pertanyaan lain, ternyata mereka menjawab belum merasakan langsung keberadaan organisasi ini.
Tentu ini bukan persoalan sepele. Justru di sini letak permasalahan serius organisasi tua ini; karena keberlangsungan pengkaderan, terutama untuk generasi milenial, sudah seharusnya mendapatkan porsi prioritas lebih pada programnya. Even-even kekinian sudah harus banyak dikedepankan, agar mereka yang ada pada posisi milenial dapat ditarik sebgai anggota baru guna keberlangsungan organisasi. Mereka yang sudah ada di dalam, mulai diberdayakan untuk dilibatkan dalam mengambil keputusan kepuutusan strategis organisasi.
Generasi milenial memiliki keunggulan penguasaan teknologi digital yang lebih maju. Mereka hidup pada generasi yang dimudahkan oleh teknologi. Oeh karena itu, satu aspek keunggulan ini dapat dimanfaatkan untuk kemajuan organisasi. Kemudian sikap yang lebih terbuka pada pembaharuan, termasuk cara berfikir profit; pada mereka lebih maju selangkah. Sehingga organisasi profesi seperti PGRI sudah seharusnya beralih kiblat bukan organisasi profesi yang sosial oriented; akan tetapi organisasi profesi yang berbasis teknologi masa depan.
Tentu sulih generasi pada organisasi sebesar dan setua PGRI tidak bisa dilaksanakan seketika atau “ujug-ujug”; akan tetapi harus berproses secara terencana, tersetruktur, alami dan masif. Dengan cara ini tidak akan terjadi “gegar budaya” baik pada generasi tuanya maupun generasi penerus. Sehingga program program sudah ditetapkan akan maju berkelanjutan; sebagai contoh jika ketua umum dalam struktur organisasi dijabat generasi senior, maka wakil ketua, atau salah satu ketua jika banyak wakil, adalah dari generasi milenial yang sudah dikader sebelumnya melalui rekruitmen proses. Akhirnya; pada waktunya nanti regenerasi akan berjalan sebagai suatu sistem yang apik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Semua hal di atas adalah hal yang bersifat internal; sementara persoalan eksternal lebih seru lagi. Rekam jejak PGRI yang masa Orde Baru adalah organisasi “anak emas” pemerintah, karena organisasi pendulang suara setiap pemilihan umum; dan guru adalah merangkap juru kampanye serta panitia pemilihan tingkat paling bawah.
Zaman keemasan yang menggadaikan marwah organisasi berakhir dengan datang masa reformasi pada tahun 1998. Sejak itu PGRI mandiri, independen, dan profesional. Sejak itu pula hubungan organisasi seperti pelangi. Ada daerah yang hubungannya begitu mesra dengan pemerintah daerah, tetapi ada daerah yang berhadap-hadapan. Ada lagi yang jalan masing-masing. Oleh karena itu, pemerintah daerah ada yang menganggap organisasi ini pandainya hanya protes dan meminta minta, tetapi ada pemerintah daerah yang dapat seiring sejalan dengan PGRI; bahkan memberikan fasilitas serta kantor operasional.
Ada yang lebih sadis lagi: melaporkan organisasi ke pihak berwajib dengan tuduhan melakukan pungli, padahal itu uang iuran keanggotaan. Jadi, tidak aneh jika pimpinan PGRI untuk melakukan audiens dengan pemerintah daerah juga memiliki variasi yang beragam. Ada yang begitu mudah, bahkan kapan saja. Ada daerah yang sangat sulit untuk berjumpa dengan pimpinan pemerintah daerah, bahkan dipersulit. Ada daerah yang tidak jelas sikapnya; tergantung mood pimpinan daerah.
Warna ini akan semakin seperti pelangi jika semua dituliskan di sini; namun karena keterbatasan ruang; maka sampai di sini saja PGRI sudah cukup memiliki warna variasi yang sangat beragam; semoga organisasi profesi pendidikan tertua di negeri ini dapat terus menjadi organisasi perjuangan bagi guru. Sedangkan dinamika dalam perjalanannya, semua itu adalah hukum sosial yang harus dilakoni oleh organisasi ini.
Selamat ngopi pagi.