Menata Bintang

Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila Adalah kegembiraan tersendiri saat menjelang purnatugas mendapati sejumlah yunior menapaki karier mencapai jenjang akademik tertinggi. Harapan yang selama ini menanti untuk mendapa...

Menata Bintang

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila

Adalah kegembiraan tersendiri saat menjelang purnatugas mendapati sejumlah yunior menapaki karier mencapai jenjang akademik tertinggi. Harapan yang selama ini menanti untuk mendapatkan penerus generasi, menjadi kenyataan, dan ini adalah karunia yang tak terhingga dari Tuhan; diharapkan penerus penerus ini berada pada lahan yang subur karena mereka adalah bibit unggul.
Setiap insan akademik pada kalbunya akan memiliki dorongan untuk mencapai karier tertingginya; persoalan ada pada tidak semua mereka diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menggapai asa. Ada saja halang rintang yang menghalang sehingga tidak semua mereka mampu mencapai.

Seiring perjalanan waktu dengan populasi yang besar, dalam hal ini doktor, maka peluang untuk menggapai jenjang karier tertinggi menjadi lebih besar. Kenyataan itu terjadi saat ini, dimana mana perguruan tinggi negeri maupun swasta berlomba untuk masuk kejalur peluang guna menggapai asa bersama. Tidak terbayangkan sepuluh tahun yang lalu perguruan tinggi di tengah daerah kabupaten memiliki guru besar; untuk saat ini kondisi itu sudah menjadi keharusan dimanapun perguruan tinggi itu berada. Letak geografis bukanlah merupakan barometer pasif, akan tetapi lebih tertumpu pada bagaimana kinerja.

Hal lain juga menjadi kaharusan karena salah satu indicator dari kualifikasi perguruan tinggi adalah banyaknya guru besar yang dimiliki. Tentu saja ini mendorong perguruan tinggi untuk memfasilitasi tenaga pengajarnya mencapai jenjang karier akademik tertinggi tersebut. Di samping regulasi yang disiapkan pemerintah semakin hari semakin baik, berkualitas, terbuka dan terukur. Sehingga, semua pihak dapat melihat bagaimana regulasi usulan, persyaratan usulan dan sebagainya dengan menggunakan cara yang berbasis data. Berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu yang semua serba tidak jelas ukurannya dan regulasinyapun tidak memiliki pakem yang transparan.

Namun demikian, sesuai dengan hukum regulasi ilmu pengetahuan bahwa thesa baru yang ditemukan menjadi antithesa berikutnya, sehingga terus berkembang menuju kekesempurnaan; sekalipun kesempurnaan itu adalah nisbi. Demikian halnya dengan jumlah guru besar yang terus bertambah, pada sisi lain adalah anugerah, namun pada sisi lain adalah menjadi masalah jika tidak ada pengelolaan yang baik dan bijak. Karena mereka adalah asset bangsa yang potensial untuk dimanfaatkan sesuai keahliannya.

Ibarat menata bintang, maka diperlukan model atau pakem, agar semua bintang dapat memiliki kesempatan yang sama untuk bersinar menerangi sekitarnya serta bermanfaat bagi sesama. Namun juga satu sama lain tidak merasa lebih penting, justru sinergitas antar bintanglah membuat keindahan itu terwujud. Bayangkan rasi bintang (apabila diperhatikan dari bumi, bintang-bintang di langit membentuk pola yang tampak berhubungan. Pola atau konfigurasi tersebut disebut sebagai rasi bintang atau konstelasi bintang) .

Konfigurasi yang dibentuk oleh bintang-bintang berbeda dengan gugus bintang. Inilah yang seringkali disalah artikan. Gugus bintang merupakan sekumpulan bintang yang terikat oleh gaya gravitasi. Dengan demikian, gugus bintang berisi ratusan bahkan ribuan bintang dengan jarak yang saling berdekatan. Kumpulan bintang ini berada pada satu galaksi.

Gugus bintang dibedakan menjadi dua, yakni gugus bintang terbuka dan gugus bintang bola. Seperti namanya, gugus bintang bola memiliki bentuk menyerupai bola dan antarbintang terpisah secara berdekatan. Sedangkan gugus bintang terbuka memiliki posisi yang saling berjauhan dan tidak berbentuk. Ternyata, karakteristik yang ditampakkan oleh bintang-bintang menjadi sumber informasi bagi orang-orang terdahulu. Rasi bintang menunjuk arah utara, selatan, barat, dan tenggara.

Begitulah nenek moyang kita memanfaatkan konfigurasi bintang-bintang di langit. Berikut ini contoh konfigurasi yang dimanfaatkan oleh nenek moyang saat menentukan arah perjalanan: Rasi bintang Ursa Major yang digunakan untuk menunjukkan arah utara. Orion untuk mewakili arah barat. Scorpio untuk mewakili arah tenggara. Crux yang mewakili arah selatan Selain itu, rasi bintang juga digunakan sebagai dasar untuk menentukan musim dan kalender. Tentu saja, pada waktu itu teknologi belum secanggih saat ini. Pada masyarakat Jawa mereka mengenal adanya Lintang (Bintang) Panjer Sore, Panjer Wengi dan Panjer Esuk, yang masing masing memiliki tugas dan fungsi sendiri sendiri.

Untuk selanjutnya kita serahkan kepada ahli Astronomi untuk mendedahnya; tulisan ini ingin mengambil tamsil jika bintanggemintang itu adalah sebagai guru besar, maka para pemimpin harus mampu menyusun guru besar sebagai suatu modal; apakah dalam pola galaksi atau dalam pola gugus, guna para guru besar tadi untuk diminta paling tidak pemikirannya tentang soal soal yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, maka akan diperoleh suatu konsep yang luar biasa hasilnya. Karena kelompok ini sudah terbiasa untuk berbeda pendapat, dan mencari titik kebersamaan dalam perbedaan; maka enargi yang dihasilkanpun akan menjadi pendorong bagi terwujudnya cita cita membangun negeri.

Demikian juga untuk sang guru besar, diharapkan di samping kuwajiban utama melakukan penelitian, tidak kalah pentingnya juga melakukan desiminasi pemikirannya kepada masyarakat, baik masyarakat selingkung melalui jurnal ilmiah, dan masyarakat luas melalui media sosial atau media konvensional lainnya, atau juga mimbar ilmiah/dakwah yang dapat dipertangungjawabkan secara akademik. Hal ini penting agar masyarakat selalu mendapatkan pencerahan dari para pemikir yang mereka sudah di gaji menggunakan uang rakyat.

Kehadiran negara selama ini sudah cukup baik melalui fasilitas yang diberikan kepada para guru besar, tinggal bagaimana guru besar mempertanggungjawabkan kepada negara dan masyarakat bukan hanya sekadar pertangungjawaban administratif, akan tetapi lebih kepada pertangungjawaban moral akademik, dengan selalu memberikan pencerahan sesuai bidangnya, atau berkolaborasi seperti halnya rasi bintang yang disebutkan di atas. Tentu saja semua ini tetap pada koridor kepatutan, kesantunan, kedewasaan akademik.

Mari para guru besar kita saling bersinergi untuk selalu mencari titik kesamaan, biarkan perbedaan yang ada sebagai penciri bahwa itu merupakan kesempurnaan sebagai guru besar, bukan penghalang untuk memakmurkan jagad raya seisinya. Guru besar boleh pensiun secara administratif kenegaraan, namun pemikirannya akan terus diperlukan selagi hayat dikandung badan.

Selamat Ngopi!