Lurah Gembus
Oyos Saroso HN Mat Nduletak dan Mat Nduletik gusar. Sudah seminggu lebih kampungnya menjadi arena pertarungan dua kelompok persilatan. Dua perguruan silat berbeda aliran bertarung sengit di tengah-tengah kampung. Beberapa rumah milik penduduk yang ti...

Oyos Saroso HN
Mat Nduletak dan Mat Nduletik gusar. Sudah seminggu lebih kampungnya menjadi arena pertarungan dua kelompok persilatan. Dua perguruan silat berbeda aliran bertarung sengit di tengah-tengah kampung. Beberapa rumah milik penduduk yang tidak tahu masalah menjadi korban. Ada yang terbakar karena serangan tenaga dalam. Ada yang roboh karena serangan balasan dengan tenaga dalam. Yang lebih miris: ada lima warga tewas dengan kondisi hangus. Juga karena serangan tenaga dalam.
Warga kampung lari lintang pukang. Ada yang terbirit-birit hingga tak sadar masuk parit.
Mat Nduletak dan Mat Nduletik gusar karena tiba-tiba Den Bagus Gembus, Lurah Lemah Rengkah, tiba-tiba menghilang. Padahal, pada saat-saat genting seperti itu kehadiran Den Bagus Gembus sangat dibutuhkan. Ucapan Den Bagus Gembus adalah sabda. Sekali Den Bagus bilang “Berhenti!” , maka akan berhentilah pertarungan itu. Korban tidak perlu bertambah lagi.
Masuk hari kedelapan, warga kampung makin ketakutan. Mereka kemudian mencari Den Bagus Gembus ke seluruh pojok kampung hingga ke beberapa kampung sebelah. Hasilnya nihil.
Sementarai itu, pertarungan antara dua perguruan silat makin ganas. Perguruan Brom Ocorah yang terkenal sebagai kelompok aliran hitam membabat apa saja yang ada di depannya. Mereka tidak hanya balas dendam, tetapi juga berusaha menghancur-leburkan seluruh kampung.
Menurut Perguruan Brom Ocorah, Kelurahan Lemah Rengkah sudah layak dibumihanguskan karena sebagian besar warganya secara diam-diam mendukung Perguruan Setya Tuhu.
Pada hari ke-12, pada sepenggal sore yang basah, ketika Kelurahan Lemah Rengka keadaannya sudah makin parah, tiba-tiba Den Bagus Gembus muncul di balai kelurahan. Ia tampak didampingi beberapa staf setianya. Warga kampung pun lantas berduyun-duyun datang ke balai kelurahan untuk meminta perlindungan.
Warga berharap Den Bagus Gembus akan mengeluarkan maklumat tegas agar pertarungan dua perguruan silat bisa dihentikan. Den Bagus memasang mimik serius. Warga tak kalah serius hendak mendengarkan keputusan Den Bagus.
Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Den Bagus Gembus mulai bicara. Awalnya ia bicara ngalor-ngidul. Akhirnya ia memungkasi omongannya: “Jadi begini saudara-saudara…. Saya selaku pimpinan di sini berharap, kedua perguruan silat itu tidak saling menyerang. Sesama gerobak dilarang saling mendahului. Dengan begitu tidak akan terjadi gesekan sehingga kampung kita aman terkendali…”
Beberapa menit kemudian warga pergi satu per satu. Den Bagus meninggalkan balai kelurahan diiringi staf setianya.
***
Di pojok kampung, setengah berbisik Mat Nduletak mengomel. “Hasyu! Kalok cuma ngomong begitu istriku yang enggak pernah makan bangku sekolahan juga bisa!” kata Mat Nduletak.
“Hust! Hati-hati kalau ngomong. Kamu bisa ditangkap karena dianggap menghina Den Bagus!” kata Nduletik
Caca Marica Hehe yang sejak tadi penasaran ikut nimbrung. “Ternyata Pak Lurah Gembus memang gembusen ya?” tanya Caca Marica Hehe.
“Hust! Jangan keras-keras!” sergah Mat Nduletak. “Sudah. Ayo kita pulang. Besok pagi kita mengungsi ke tempat aman….”
Dilarang seperti itu, Caca Marica justru ketawa sambil ngoceh. “Saya kira dia macan, eh, ternyata cuma cempe! Kirain tempe dari kedelai super, eh, ternyata cuma tempe gembus! Huahahahahahahaha…..”
* keterangan:
tempe gembus = makanan yang hasil limbah pembuatan tahu. Di beberapa daerah di Jawa disebut juta tlember, tempe kabul, dan oncom
gembusen= badan bengkak karena terserang penyakit beri-beri.
BACA JUGA: Kabar Terakhir adalah Maling