Lik Parjo Diculik

Oyos Saroso H.N. Lik Parjo diculik. Itulah berita yang kudengar 16 tahun lalu. Kabar itu begitu cepat menyebar hingga ke kanpung-kampung di tengah hutan dan lereng gunung. Kampung kami pun geger. Anak-anak, termasuk saya, mulai takut bermain jauh da...

Lik Parjo Diculik

Oyos Saroso H.N.

Lik Parjo diculik. Itulah berita yang kudengar 16 tahun lalu. Kabar itu begitu cepat menyebar hingga ke kanpung-kampung di tengah hutan dan lereng gunung. Kampung kami pun geger. Anak-anak, termasuk saya, mulai takut bermain jauh dari rumah.

Hingga beberapa bulan kemudian, kami masih dihantui kecemasan. Kami langsung bergidik ketika mendengar kata culik. Nyali kami langsung ciut saat ada orang berbisik-bisik sambil menyelipkan kata ‘culik’.

“Nanti diculik seperti Lik Parjo!” kata Mbak Gembili, ketika saya dan kawan-kawan akan pergi bermain sepakbola di lapangan pinggir kampung.

“Hiya, culik itu senang sama anak-anak nakal seperti kalian. Nanti kalau kamu ditangkap penculik, matamu dicungkil, dijadikan bahan dawet…” Kang Gembolo ikut menimpali.

Hallah! Ngapusi! Culik itu wong macul entuk melik (culik itu orang mencangkul mendapatkan ikan kecil),” kata Badar, kawan kami yang paling bandel dan jago berkelahi.

Tapi tidak semua anak pemberani seperti Badar. Kami takut. Kami tidak mau bernasib seperti Lik Parjo yang dihilangkan oleh penculik dan kornea matanya dicungkil untuk sesajen pembangunan jembatan baru. Hingga beberapa bulan kemudian, kami tidak pernah lagi mandi di sungai yang jernih, menyelam ke dasar sungai, atau perosotan dari tebing sungai. Kami juga tidak pernah bermain sepakbola lagi di lapangan pinggir kampung.

***

Setelah berbilang tahun Lik Parjo tidak pulang, kami menjadi biasa kehilangan Lik Parjo. Istri dan anak-anak Lik Parjo memang masih tampak sedih. Namun, kesedihannya tidak seperti saat awal Lik Parjo menghilang (atau dihilangkan).

Selama  Lik  Parjo hilang, istri Lik Parjo mengganti peran Lik Parjo mencari nafkah dengan memburuh di kebun dan sawah tetangganya. Empat anak Lik Parjo terpaksa berhenti bersekolah karena tak punya biaya dan tak ada orang yang mau peduli. Mereka akhirnya benar-benar ikhlas Lik Parjo diculik. Mereka meyakini Lik Parjo dipanggil Allah SWT karena dicintai-Nya. Kata Lik Karmini, istri Lik Parjo, hanya dengan keyakinan seperti itulah dia dan anak-anaknya bisa mengikhlaskan kepergian Lik Parjo dan tidak dendam sama sang penculik.

Culik pun tidak menakutkan lagi bagi saya dan kawan-kawan seusia saya. Maklum, saya kini sudah 19 tahun. Saya sudah tahu bahwa tak mungkin para penculik mencari sasaran anak-anak untuk diburu kornea matanya dan dijadikan bahan membuat dawet atau tumbal pembangunan jembatan.

Setelah saya beranjak dewasa, saya baru tahu bahwa hilangnya Lik Parjo ada hubungannya dengan suksesi di kampung kami. Kampung kami sebenarnya sangat kecil. PAD (penghasilan asli desa) sangat kecil. Namun, tiap tahun bantuan untuk kampung kami dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi menggerojok deras. Itulah sebabnya jabatan kepala kampung menjadi incaran bagi warga kampung yang punya ijazah SMP.

Ya. Dulu untuk jadi kepala kampung harus berijazah SMP. Sementara Lik Parjo punya ijazah SMA. Di kampung kami, hanya Lik Parjo yang berijazah SMA. Lik Parjo kabarnya juga pernah mondok di sebuah pesantrean dan kuliah di Yogya. Tapi sepulang dari Yogya Lik Parjo tinggal di rumah saja.Ia tidak pergi ke kota untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha.

Di kampung, Lik Parjo membuka usaha konfeksi dan sablon kecil-kecilan. Di depan rumah Lik Parjo dipasang plang “SABLON DAN KONFEKSI PARJO”. Pelan dan pasti, usahanya berkembang. Sekolah-sekolah dari luar kampung banyak yang memesan seragam di “SABLON DAN KONFEKSI PARJO”. Namun, kehidupan baik itu tidak berlangsung lama. Ketika perekonomian Lik Parjo sudah membaik dan dia menjadi orang terpandang di kampung, tragedi itu pun terjadi: Lik Parjo tidak pulang setelah pergi kulakan bahan baju seragam sekolah di kota.

Ihwal sebab hilangnya Lik Parjo baru saya ketahui secara agak pasti ketika saya beranjak dewasa. Kata sebagian warga kampung kami, hilangnya Lik Parjo ada hubungannya dengan kemonceran  Lik Parjo menjadi orang sekolahan yang sukses bisnis sablon di kampung. Menyandang status ‘orang sekolahan yang sukses’ membuat Lik Parjo jadi incaran Lurah Klawer dan para berandalannya.

Konon, Lurah Klawer mencurigai Lik Parjo bakal mencalonkan diri sebagai kepala kampung atau lurah di kampung kami. Lik Parjo menjadi calon kuat karena memenuhi semua syarat sebagai pemimpin: amanah, jujur, soleh, bijaksana, berpendidikan, dermawan, tidak memikirkan diri sendiri, dsb.

Agar Lik Parjo tidak menjadi kepala kampung dan membuat pening kepala Lurah Klawer, cara termudah adalah menghilangkan Lik Parjo dari kampung.  Bagaimana pun caranya Lik Parjo harus hilang.