Kota Menggala, Menua tanpa Peremajaan

Dr. Eng. Ir. IB Ilham Malik Kota Menggala sebagai pusat pemeritahan daerah Kabupaten Tulangbawang sebenarnya sudah memiliki modal berkembang sebagai pusat kegiatan ekonomi komersial dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ruang kota sudah terbentu...

Kota Menggala, Menua tanpa Peremajaan

Dr. Eng. Ir. IB Ilham Malik

Kota Menggala sebagai pusat pemeritahan daerah Kabupaten Tulangbawang sebenarnya sudah memiliki modal berkembang sebagai pusat kegiatan ekonomi komersial dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ruang kota sudah terbentuk sedemikian rupa dan memberikan gambaran tentang arah kebijakan pemda di masa lalu yang ingin menciptakan Kota Menggala sebagai growth pole Lampung. Maka, gagasan mengangkat isu Kerajaan Tulangbawang dan berdirinya Universitas Megaupak menjadi penanda arah kebijakan pembangunan kabupaten ini. Hal ni harusnya semakin dipertajam dengan kebijakan pembangunan kabupaten yang semakin jelas dan mudah dilihat atau ditebak oleh masyarakat dan investor. Tidak selamanya pengusaha hanya bermain di sisi “kebun dan hutan” saja.

Pada masanya mereka juga akan melangkah ke investasi di kegiatan perdagangan dan jasa. Membangun indusri, permukiman dan kota, misalnya, akan tiba juga masanya. Masa itu hadir bukan karena urusan “waktu”, tetapi lebih pada sisi visi dan komitmen daerah mengarahkan dan memfasilitasi perkembangan ke arah sana. Masyarakat dan investor akan mengisi “ruang-ruang investasi” yang disiapkan oleh pemda. Maka posisi pemda hanyalah membangun titik-titik gula pertumbuhan, yang akan memanggil banyak investasi dari masyarakat dan investor.

Apa yang terjadi pada Kota Menggala pada hari ini? Jika kita mendatanginya dari pintu tol (SS) Gunung Batin maka kita akan disambut oleh jalan kecil berhutan dan tidak menunjukkan tanda-tanda mau menuju ke sebuah area bernama Kota Menggala. Saya tidak mempertanyakannya jika ini memang bagian dari konsep pengembangan kota “kerajaan Tulangbawang”. Tetapi saya meyakini pada hari ini, apa yang terjadi pada saat ini, bukan bagian dari perencanaan itu. Terlebih lagi ini adalah “jalan lama” yang menghubungkan Kota Menggala Kabupaten Tulangbawang (Tuba) ke Kota Panaragan Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba).

Memasuki dan mengeliling Kota Menggala saya masih merasakan suasana “Kota Kampung”. Lagi-lagi hal ini tidak ada masalah selama masyarakat sejahtera. Tidak selamanya penampakan kampung dianggap sebagai keterbelakangan yang keterlaluan. Toh kita sudah belajar banyak dari apa yang terjadi di negara lain, China, Timteng, Korea Selatan termasuk AS dan Jepang, tentang bagaimana keterbelakangan mereka kala itu tidak menghalangi mereka menjadi maju. Hanya dalam hitungan belasan tahun, kota berwajah kampung berubah menjadi modern.

Kota Menggala tak perlu diartikan menjadi “kota” apabila ia menjadi kota dengan gemerlap gedung tinggi dan kehidupan hedonis. Dunia kapitalisme tak perlu berseliweran dan mendarah daging. Pola hidup tetaplah sama. Tetap dengan kultur ke-Lampung-an yang memegang prinsip “piil pesenggiri”. Kemajuan itu berwujud pada kualitas bangunan, kualitas ruang kota, budaya hidup bermasyarakat yang lebih guyub, humanis dan jenaka. Sehingga warga kota hidup dalam ketenangan tetapi kota mereka modern secara fisik: bersih, rapi dan “wangi”.

Saya sangat terkesima setelah mengilingi kota ini. Kantor Pemda Tulangbawang bak bangunan tua tak berpenghuni. Kerusakan pagar, jalan, cat yang kumal, tulisan nama Menggala telah ada huruf yang hilang sehingga menjadi “enggala”, memberikan tanda-tanda pada semua pihak yang ada di sana atau yang datang ke sana. Kota ini tak terurus. Kota yang belum berkembang menjadi “kota” sesungguhnya, telah menua. Bukan menua karena usia, tetapi menua secara fisik akibat tak terurus.

Harusnya apa yang saya katakan ini bisa dijawab dengan satu kata, salah! Sebab bukankah setiap tahun ada banyak anggaran yang disiapkan oleh pemda untuk membangun daerahnya? Bukankah ada banyak perusahaan yang bisa diajak membangun kota? Bukankah dengan anggaran yang ada juga bisa merawat jalan, sapras dan bangunan gedung pemda? Harusnya ada. Tetapi kenapa tidak terlihat? Apa yang terjadi dengan penganggaran pembangunan pusat kota di Kabupaten Tulang Bawang?

Membangun kota memang tidak perlu buru-buru. Karena membentuknya sebuah kota juga lama sekali. Tidak bisa di kebut dalam 5 tahun ia berubah dari kampus menjadi kota. Tetapi, setidaknya, menjaga dan mengembangkan secara terus menerus apa yang ada saat ini, akan memberikan gambaran pada publik tentang masa depan kota ini akan kemana nantinya. Apakah memberikan keyakinan ataukah tidak?

Sekarang ini, saya memberikan info bahwa ada kesan tidak ada harapan di Kota Menggala. Mungkinkah ini disebabkan oleh adanya branding Tubaba yang menekan branding Tuba? Kalau ini benar begitu, kalahkan dong oleh Tuba branding-nya Tubaba ini. Bukankah “Energi Tuba” sesungguhnya lebih besar dari pada energinya Tubaba?

Kerajaan Tulangbawang harus dinampakkan dengan pembangunan Kota Menggala yang mengangkat dan mengadopsi keagungan dan keluarbiasaan Kerajaan Tulangbawang. Tantangan dalam setiap membuat dokumen urban planning dan urban design memang pada sisi paduan “mimpi, realitas dan persepsi masa depan”. Jika perencana tak memadukannya, tidak menemukan cara menterjemahkannya dengan benar, memang ini menjadi masalah serius.

Fenomena ini memang bukan hanya terjadi di Kota Menggala. Tetapi juga terjadi di Kota Blambangan Umpu (Kabupaten Way Kanan), Kota Kotabumi (Kabupaten Lampung Utara), dan Kota Liwa (Kabupaten Lampung Barat). Tetapi, pemda setempat harus memacu masa depan kota ibukota kabupatennya. Jika tempat bermalam tidak ada (hotel bintang 2 atau 3), jika tempat wisata menikmati daerah ini tak ada, lalu untuk makan sarapan, makan siang dan makan malam juga tak tersediakan dengan konsep yang jelas dan luar biasa, lalu apa yang bisa diapresiasi? Tidak apa-apa asalkan masyarakat nyaman, sejahtera dan bahagia. Semoga saja memang begitu.***

*Dr Eng Ir IB Ilham Malik*, _Kepala Pusat Riset dan Inovasi (Purino) Metropolitan Institut Teknologi Sumatera