Inilah yang Membuat Denny JA Jadi Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh
Oyos Saroso H.N./Teraslampung.com BANDARLAMPUNG–Selain naiknya harga gas elpiji, awal 2014 juga diramaikan dengan heboh sastra. Kehebohan terjadi setelah peluncuran buku “33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia”, pada Jumat...

Oyos Saroso H.N./Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG–Selain naiknya harga gas elpiji, awal 2014 juga diramaikan dengan heboh sastra. Kehebohan terjadi setelah peluncuran buku “33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia”, pada Jumat pekan lalu (3/1/2014) di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Jakarta.
Buku baru sebenarnya lumayan mentereng: tebal, cetakannya bagus, diterbitkan penerbit top, dan peluncurannya dihadiri para sastrawan dan pencinta sastra.
Salah satu pemicu kehebohan adalah bertenggernya nama Denny J.A., seorang ahli survai opini publik, dalam buku tersebut. Delapan juri yang terdiri atas para sastrawan memasukkan nama Denny JA karena Denny dianggap memenuhi syarat sebagai tokoh sastra Indonesia yang sangat berbepengaruh di Indonesia.
Seperti apa ‘puisi esai’ itu? Berikut ini contoh ‘puisi esai’ karya Denny yang diambil dari website pribadi Denny J.A. Seolah ingin memperjelas puisinya, Denny pun menulis catatatan kaki di bawah puisinya. Benar-benar ‘genre baru’ sastra Indonesia…
tak lagi putih; tiga belas tahun berlalu.
Korek api di tangan, siap membakarnya
menjadi abu masa lalu.
Ditiupnya api itu – terdiam ia dalam senyap malam.
Dibukanya jendela kamar: kelam langit Los Angeles
Yang dihuninya sejak 13 tahun lalu.
Ketika setiap malam ia menangis;
Ya, panggil saja ia Fang Yin – hamparan rumput harum artinya.
Nama sebenarnya dirahasiakan, menunggu sampai semua reda.
Terpaksa kabur dari Indonesia, negeri kelahirannya
Setelah diperkosa segerombolan orang
Tahun 1998, dalam sebuah huru-hara.
Ribuan keturunan Tionghoa1 meninggalkan Indonesia:
Setelah Mei yang legam, setelah Mei yang tanpa tatanan
Setelah Mei yang bergelimang kerusuhan.2
Hukum ditelantarkan, huru-hara di mana-mana
Yang terdengar hanya teriakan
Kejar Cina! Bunuh Cina! Massa tak terkendalikan.
Dari rumah-rumah dan pertokoan –
Semua terkesima, tak ada yang merasa siap
Melindungi diri sendiri dari keganasan.
Di hadapan para penjarah yang matanya bagai api
Yang siap menerkam; yang siap merampas apa saja
Yang siap memperkosa perempuan tak berdaya.
Kepada dirinya sendiri, yang hidupnya telah dirampas
Yang tak lagi bisa merasakan sejuknya angin
Sebab kebahagiaannya tinggal ampas.
Seperti minta tolong aparat keamanan;
Mereka melemparkan binatang itu ke kolam
Menggelepar-gelepar: airnya pun memerah.
Bersama sejumlah warga keturunan Tionghoa;
Mereka tinggal berdekatan di New York, Philadelphia,
Los Angeles, New Jersey – bagaikan perkampungan Indonesia.
Ke mana pun ia pergi, orang tuanya dan seorang psikolog mendampingi.
Setelah tiga bulan hidupnya menjadi normal.
Namun Fang Yin sudah berubah –
Ia tak lagi ceria, suka menyendiri saja.
Fang Yin malah menjauh, khawatir kalau-kalau tak berbeda
Dengan Kho, pacarnya dulu di Jakarta,
Yang meninggalkannya setelah tahu ia diperkosa.
Untuk pulang ke tanah kelahirannya, Indonesia;
Waktu itu usianya menginjak tiga puluh lima
Ia ingin memulai hidup baru, membangun keluarga.
Rindu kampung halaman tempat ia dilahirkan dan dibesarkan
Rindu teman-teman remaja, rindu masa-masa menghabiskan waktu
Jalan-jalan dan bercanda ria di Mal Citraland.
Trauma diperkosa masih berujud horor baginya.
Fang Yin membatalkan niatnya untuk kembali
Baginya Indonesia masa silam yang kelam
Akan dikirimkannya ke pemuda itu, tapi selalu dibatalkannya.
Aku sendiri di sini
Dulu katamu akan menemaniku
Terutama di kala susah
Itu sebabnya kuterima cintamu
Aku sangat susah hati, Kho
Aku ingin dengar suaramu.
Tak pernah ada jawaban, bagai raib begitu saja.
Mungkin Kho juga mengungsi, tapi entah ke mana
Fang Yin tidak pernah tahu lagi tentangnya.
Yang sampai sekarang masih disimpannya
Adalah selembar sapu tangan
Yang saat ini ia genggam erat-erat, merisaukannya.
Saksi satu-satunya, sisa trauma masa lalu
Selama ini disimpannya diam-diam setangan itu
Ia sentuh permukaannya, masih terasa
Bekas air mata yang tetes demi tetes membasahinya dulu
Bagian abadi dari hidupnya.
Ia nyaris sembuh. Dan akan lengkap sembuhnya
Jika ia ikhlas menerima masa lalu yang telah hilang
Sebagai bagian dari permainan nasib manusia.
Beberapa kali perempuan itu nyaris bunuh diri
Tetapi karena ia menemaninya setiap hari
Jiwa anak keluarga kaya itu pun beranjak sembuh kembali.
Ia coba pahami apa yang ada di balik kata-katanya:
Terimalah kenyataan apa adanya!
Berdamailah dengan masa lalu.
Masa lalu tidak lagi menjadi bom di kepala
Namun kenangan itu bagai tawon yang tak henti menyengat
Tidak dengan mudah minggat.
Tampak tayangan sinema di permukaannya:
Tergambar rumahnya di Kapuk, Jakarta Utara
Sebuah bangunan yang tinggi temboknya.
Yang pagarnya seakan berlomba
Mana yang paling tinggi, mana yang paling kokoh.
Semua dihuni warga keturunan Tionghoa.3
Ternyata tak mampu mengamankannya
Tak mampu membendung gelombang huru-hara
Yang membakar Jakarta.
Fang Yin tidak kuliah, di rumah saja;
Ia hanya menonton televisi
Semuanya menyiarkan berita itu-itu juga.
Unjuk rasa di mana-mana
Menuntut Soeharto turun
Dianggap tak mampu pulihkan ekonomi negara.
Pengangguran merajalela
Harga barang-barang pokok melambung
Nilai rupiah semakin terpuruk.
Gerakan Reformasi mula-mula namanya
Segera berubah menjadi gelombang besar demonstrasi
Tak bisa dibendung lagi.
Di depan Universitas Trisakti
Empat mahasiswa tewas tertembak:
Malam pun mencekam, gejolak merebak.
Ribuan mahasiswa berkumpul
Di Universitas Trisakti
Duka cita berbaur teriakan kerumunan massa.
Siang hari semakin dipenuhi massa
Dan, tiba-tiba saja, sekelompok orang
Membakar ban-ban bekas di tengah jalan.
Truk yang melintas dihentikan massa
Dan teriakan bergema, semakin liar:
Bakar! bakar!
Merangsek ke tengah-tengah kota
Turun dari truk-truk yang muncul tiba-tiba
Entah dari mana datangnya.
Teriakan pun berubah arahnya
Dan terdengar Bakar Cina! Bakar Cina!
Menyisir toko, kantor, dan pemukiman Tionghoa.
Menyeret para penghuninya, menghajar para pria
Memperkosa perempuannya. Dan semakin siang
Semakin tak terbilang jumlahnya.
Adegan demi adegan horor itu di televisi. Ketakutan menyergapnya!
Ia telepon ayahnya di kantor, tak bisa pulang
Jalanan dipenuhi massa, tak terbilang.
Didengarnya suara-suara memekakkan telinga
Segerombolan orang merusak pagar rumahnya
Mereka masuk dan membunuh anjing herdernya.
Oleh para berandal itu ia dihajar.Fang Yin lari mengunci diri di dalam kamar
Juga tengah menghadapi ketakutan yang sama.
Pintu kamar Fang Yin didobrak, masuklah lima pria
Bertubuh tegap – ke ranjang mereka menyeretnya.
Pakaiannya dikoyak-moyak
Dan dengan kasar
Mereka pun memukul, menampar.
Jangan…Jangan…
Saya punya uang.
Ampun. Jangan.
Seseorang memegang kaki kirinya
Seorang lagi merentang kaki kanannya
Yang lain menindih tubuhnya.
Yang lain bersiap menunggu giliran
Ganas seringainya, tak ada belas
Bagi seorang perawan.
Berteriak sekuat-kuatnya
Bergerak-gerak mempertahankan kehormatannya
Memukul, menjambak sekenanya.
Sempat didengarnya para berandal tertawa
Melahapnya: Hihihihi, hahahaha –
Fang Yin pun kehilangan kesadarannya.
Ketika dibukanya mata
Didapatinya dirinya terbaring
Di rumah sakit.
Memberinya sapu tangan;
Fang Yin menghapus tetes air matanya –
Sapu tangan itulah yang setia menyertainya.
Tetes air matanya yang kedua
Tetes air matanya yang kesepuluh
Tetes air matanya yang keseribu
Ketika ia meminta Tuhan membuatnya mati saja
Ketika ia merasa diri lunglai, tak lagi bertulang
Sapu tangan itu merekam seperti buku diary.
Yang menyertai Kho menjenguknya.
Rina sangat memahaminya,
Rina banyak membantunya.
Ayah dan ibunya menangis memeluknya;
Fang Yin mengingat-ingat apa yang terjadi
Membayangkan apa yang telah dialami.
Dan teringatlah: ia telah diperkosa!4
Fang Yin menjerit kuat sekali
Seisi rumah sakit mendengarnya,
Ampun, ya Tuhan
Tolong aku
Ampun, ampun…
Tak tampak sama sekali.
Kerusuhan pun menjalar liar
Bagaikan api, bagaikan ular.
Begitu banyak orang-orang datang
Begitu saja, entah dari mana
Tak ada yang kenal mereka.
Mereka kekar dan tegap –
Mereka merusak, mereka membakar,
Mereka menjarah – dan massa pun terpancing.
Dan ketika tak ada lagi aturan yang tegak
Para penjarah meninggalkan lokasi –
Massa pun mengamuk tanpa sebab yang pasti.
Tunggang-langgang, tindih-menindih terjebak api
Dalam bangunan yang menyala-nyala
Terpanggang hidup-hidup – dan tewas sia-sia.5
Apa lagi masalah militer.6
Mereka cari nafkah berdagang saja
Dan ketika bingung, tak tahu harus mengadu ke mana.
Sedangkan Presiden Soeharto berada di Mesir sana;
Situasi menjadi semakin parah
Menanti Sang Presiden kembali.
Pukul 4.30 dini hari
Soeharto menyatakan tak bersedia mundur;
Ketegangan memuncak, ketenteraman pun hancur.
Kembali khawatir kalau huru-hara kembali datang;
Mereka jual barang-barang mereka, banting harga
Bersiap-siap hengkang ke mancanegara.
Ia menduga kerusuhan akan kembali terjadi
Dan orang-orang tegap yang brangasan
Akan memperkosanya lagi.
Apa salah saya, Papi?
Ayahnya tak menjawab,
Dipeluknya anaknya erat-erat.
Fang Yin menjerit-jerit –
Seorang guru spiritual coba menghentikannya
Mengajarkan keikhlasan Konghucu.
Fang Yin adalah gadis Naga, dan 1998 adalah Macan –
Naga kurang beruntung di tahun itu
Dan harus menerima dengan dada terbuka.
Ajaran tentang hubungan antarmanusia;
Ya, sebuah kitab kecil, Kitab Meng Zi:
Dan dibacakannya,
Yang tidak susila jangan dilihat
Yang tidak susila jangan didengar
Yang tidak susila jangan dibicarakan.
Ia tatap matanya, dialirkannya enerji,
Ditumbuhkannya semangat hidup,
Dan dengan tenang dikatakannya,
Lupakan saja. Mulailah hidup baru –
Keikhlasan akan mengalahkan kemalangan
Keyakinan akan mengalahkan derita.
Dalam sejarah Indonesia, warga Tionghoa
Acap jadi korban amuk massa.7
Uhhhh… Fang Yin tidak paham sejarah.
Fang Yin dan keluarga terbang ke Amerika;
Bukan karena tidak cinta Indonesia, kata ayahnya,
Tetapi keadaanlah yang telah memaksa.
Pejuang kemerdekaan, sahabat Bung Karno;
Sie Kok Liong namanya
Pemilik Gedung Kramat 106.
Yang melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928;
Apa gerangan arti Indonesia bagi Fang Yin dan keluarganya?
Mereka harus hengkang demi keselamatan jiwa.
Fang Yin mendengar Indonesia sudah stabil kembali;
Beberapa warga keturunan Tionghoa menjadi menteri
Tradisi Imlek diberi hak hidup seperti dulu lagi.
Koran berbahasa Cina sudah boleh beredar
Program berbahasa Cina ditayangkan di televisi.
Agama Konghucu sudah diakui.8
Kadang jumpa, berbagi cerita tentang Imlek dan segala rupa;
Sudah banyak yang ganti negeri
Menjadi warga Amerika, Singapura, dan lain-lainnya.
Yang kelam hitam;
Namun, Imlek masih tetap menyatukan mereka
Walau berbeda agama dan negara.
Pantang jadi warga negara lain;
Kepada Fang Yin ayahnya sering berpesan
Dan mewanti-wanti,
Jangan pindah menjadi warga lain negeri.
Ayahnya mendapatkan rezeki di Indonesia
Pada waktunya harus kembali ke sana.
Fang Yin sudah pindah warga negara;
Paspor Amerika Serikat sudah di tangannya,
Prosesnya dibantu oleh seorang pengacara.
Agar tumbuh kembali cinta tanah airnya
Negeri yang sejak dulu mereka bela –
Sejak zaman pergerakan yang melibatkan buyutnya.
Perpustakaan menyediakan segala macam buku,
Buku menyediakan segala macam ilmu,
Dan ilmu akan bisa mengubah manusia.
Tak ingin melihat Indonesia lagi;
Ayahnya sudah putus asa
Meyakinkan Fang Yin untuk kembali.
Fang Yin tetap berkeras hati
Untuk tinggal di Amerika Serikat sendiri –
Budaya modern pegangannya, kebebasan sandarannya.
Itu sebabnya ia marah kepada Indonesia;
Fang Yin tak suka kekerasan
Itu perkara ia benci Indonesia.
Apa yang tak berubah di bawah Matahari?
Nasihat ayahnya sudah begitu dalam berakar.
Tapi kita lahir di Indonesia, jadi mati sebaiknya di sana –
Luka masa silam harus dilawan
Cinta Ibu Pertiwi harus ditumbuhkan.
Kemarahan Fang Yin pun mulai reda
Walau kesedihan atas huru-hara itu
Masih membayang seperti hantu.
Bertahun buku filsafat, sastra, agama, politik dilahapnya;
Ilmu pengetahuan memahatnya
Derita panjang masa silam justru melezatkan sikap hidupnya.
Fang Yin mulai merasakan rindu.
Terkenang kampung halaman, masa remaja di Jakarta;
Tak sadar, disebutnya nama Albert Kho, cinta pertamanya.
Sejak kepindahannya ke Amerika,
Mereka tak pernah lagi menjalin hubungan;
Hanya sapu tangan itu yang kini tersisa.
Rina nama istrinya, dulu sahabat kental Fang Yin –
Ia juga seorang keturunan Tionghoa;
Keduanya telah menjadi Muslim dan Muslimah.
Menjenguknya di rumah sakit dulu;
Fang Yin hanya bisa diam, menyimpan kepedihan
Ditinggal orang yang sudah sangat lekat di hati.
Korek api ia nyalakan –
Ingin dibakarnya sisa kenangan pacarnya dulu:
Masa silam harus segera dihapus dari ingatan.
Tangan yang memegang korek kembali gemetar;
Dan api pun tak jadi berkobar.
Mula-mula perlahan, lama-lama semakin mengiris –
Ditahan-tahankannya
Agar tak ada orang lain mendengar.
Dan tanpa pikir panjang, ia bakar sapu tangan itu;
Api menyala, sapu tangan terbakar
Ia melihat seluruh dirinya yang lama menjadi abu.
Derita panjang ikut terbakar,
Cinta pada Kho terbakar
Cemburu pada Rina pun lenyap terbakar.
Terbakar sudah, bagai ritus penyucian diri;
Waktu senyap – lama sekali.
Jadi perempuan yang sama sekali baru
Bersih dari kengerian masa lalu.
Ia kini berhasil berdamai dengan masa silam
Ia kini berhasil menjadi Fang Yin yang baru.
Aku berniat kembali ke Ibu Pertiwi
Ijinkan kuhabiskan sisa hidup di sana
Tanah yang melahirkanku, jadikan juga tanah yang nanti menguburku.
Lahir di sana tak ia minta
Ketika trauma masih menganga
Indonesia hanya kubangan luka.
Negeri itu menjadi cermin dirinya yang terus berubah
Ia ingin seperti buyutnya
Lahir, cari nafkah, berjuang lalu mati di sana.
Seperti nyiur yang melambai-lambai
Mengimbaunya untuk segera pulang!
Fang Yin merasakan rindu, menitikkan air mata.
Akan baik peruntungannya;
Ia rindu masa remaja,
Ia rindu tempat dulu menghabiskan senja di Jakarta.
Membawa kemarahan yang sangat
Membawa dendam kesumat
Kepada Indonesia.
Ia ingin Indonesia seperti dirinya: menang melawan masa lalu
Musibah dan bencana datang tak terduga
Yang penting harus tetap punya mimpi.
Ya, ya – niatnya pun teguh: Aku segera kembali ke sana!
Aku segera pulang ke sana!
Aku segera hidup di sana!
Beberapa kasus kerusuhan anti-Cina yang pernah terjadi yaitu: (dikutip dari http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/11/riwayat-kerusahan-rasial-di-indonesia/… Lihat juga, Karta Raharja Ucu, “Tionghoa dan Sejarah Kelam Kerusuhan di Indonesia”, http://m.today.co.id/index.php?kategori=nasional&sub=nasional&detail=8182)
Bandung, 5 Agustus 1973. Kasus serempetan gerobak dengan mobil berbuntut perkelahian. Kebetulan penumpang mobil orang-orang Cina. Akhirnya, kerusuhan meledak di mana-mana.
Medan, 12 April 1980. Sekelompok mahasiswa USU (Universitas Sumatera Utara) bersepeda motor keliling kota, sambil memekikkan teriakan anti-Cina. Kerusuhan itu bermula dari perkelahian.
Solo, 20 November 1980. Kerusuhan melanda kota Solo dan merembet ke kota-kota lain di Jawa Tengah. Bermula dari perkelahian pelajar Sekolah Guru Olahraga, antara Pipit Supriyadi dan Kicak, seorang pemuda keturunan Tionghoa. Perkelahian itu berubah menjadi perusakan dan pembakaran toko-toko milik orang-orang Cina.
Surabaya, September 1986. Pembantu rumah tangga dianiaya majikannya yang keturunan Cina. Kejadian itu memancing kemarahan masyarakat Surabaya. Mereka melempari mobil dan toko-toko milik orang-orang Cina.
Pekalongan, 24 November 1995. Yoe Sing Yung, pedagang kelontong, menyobek kitab suci al-Quran. Akibat ulah penderita gangguan jiwa itu, masyarakat marah dan menghancurkan toko-toko milik orang-orang Cina.
Bandung, 14 Januari 1996. Massa mengamuk seusai pertunjukan musik Iwan Fals. Mereka melempari toko-toko milik orang-orang Cina. Pemicunya, mereka kecewa tak bisa masuk pertunjukan karena tak punya karcis.
Rengasdengklok, 30 Januari 1997. Mula-mula ada seorang keturunan Cina yang merasa terganggu suara beduk Subuh. Percekcokan terjadi. Masyarakat mengamuk, menghancurkan rumah dan toko Cina.
Ujungpandang, 15 September 1997 Benny Karre, seorang keturunan Tionghoa dan pengidap penyakit jiwa, membacok seorang anak pribumi, kerusuhan meledak, toko-toko Tionghoa dibakar dan dihancurkan.
Februari 1998 Kraksaan, Donggala, Sumbawa, Flores, Jatiwangi, Losari, Gebang, Pamanukan, Lombok, Rantauprapat, Aeknabara: Januari – Anti Tionghoa
5-8 Mei 1998 Medan, Belawan, Pulobrayan, Lubuk-Pakam, Perbaungan, Tebing-Tinggi, Pematang-Siantar, Tanjungmorawa, Pantailabu, Galang, Pagarmerbau, Beringin, Batangkuis, Percut Sei Tuan: Ketidakpuasan politik yang berkembang jadi anti Tionghoa.
Jakarta, 13-14 Mei 1998. Kemarahan massa akibat penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang dikembangkan oleh kelompok politik tertentu jadi kerusuhan anti-Cina. Peristiwa ini merupakan peristiwa anti-Cina terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Sejumlah perempuan keturunan Tionghoa diperkosa.