Ini Alasan Polisi Belum Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi di Dinas Lingkungan Hidup Lampung
Zainal Asikin | Teraslampung.com BANDARLAMPUNG — Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Bandarlampung, masih menunggu hasil penghitungan (audit) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Lampung, terkait dugaan k...
Zainal Asikin | Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG — Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Bandarlampung, masih menunggu hasil penghitungan (audit) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Lampung, terkait dugaan korupsi pengelolaan dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi pengujian sampel air, di UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi (DLHP) Lampung tahun anggaran 2015 dan 2016 sebesar Rp 345.608.000.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandarlampung, Kompol Harto Agung Cahyono mengatakan, pihaknya akan segera menginformasikan siapa calon tersangka dugaan korupsi pengelolaan dana Pendapatan Asli Daerah (PAD), dari retribusi pengujian sampel air di UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi (DLHP) Lampung tersebut, setelah hasil audit kerugian negara dari BPK keluar.
“Hasil audit dari BPK belum keluar, sampai saat ini kami masih menunggu hasil audit resminya. Kalau hasil hitungan kasar penyidik, jumlah kerugian negara sebesar Rp 345.608.000,”ujarnya kepada teraslampung.com, Minggu (15/10/2017).
Menurutnya, jika dalam waktu dekat ini belum juga menerima hasil audit dari BPK lampung, pihaknya akan membawa ke BPK pusat untuk melakukan audit kerugian negara perkara dugaan korupsi di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi (DLHP) Lampung tersebut.
“Kami ingin dugaan korupsi yang tengah disidik ini, tidak terlalu lama-lama dan juga berkas perkaranya dapat segera dilimpahkan ke Kejaksaan,”ungkapnya.
Mantan Kasat Reskrim Polres lampung Tengah ini menguatarakan, perkara dugaan korupsi PAD di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung tersebut, pihaknya sudah mengantongi siapa nama-nama calon tersangkanya. Namun hal itu baru akan diungkapkannya, setelah hasil audit resmi nilai kerugian negara dari BPK sudah keluar.
“Kalau hasil penghitungan kerugiannya sudah keluar, kami akan langsung beberkan nama tersangkanya. Calon tersangkanya, orang yang bertanggungjawab pada pengelolaan retribusi pengujian sampel air di UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan,”terang Alumnus Akpol 2005 tersebut.
Dikatakannya, dalam perkara tersebut, penyidik sudah memeriksa sekitar 40 saksi. Untuk saksi yang diperiksa, dari para pegawai di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi (DLHP) Lampung dan juga beberapa perusahaan yang melakukan uji sampel air. Dari hasil pemeriksaan saksi dan bukti-bukti yang didapat tersebut, status perkaranya ditingkatkan ke penyidikan.
Diketahui, kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi pengujian sampel air, di UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi (DLHP) Lampung terjadi di tahun 2015 dan 2016. Saat itu UPT Pengelolaan Laboratorium Lingkungan, melakukan pengujian kualitas air seperti limbah cair dari beberapa perusahaan industri, rumah sakit serta perhotelan.
Setiap melakukan uji sampel air, UPT menarik retribusi yang besarannya ditetapkan pemerintah daerah (Pemda). Mengenai besaran retribusi tersebut, tergantung jumlah parameter yang akan diuji serta biaya pengambilan sampel air kepada perusahaan-perusahaan. Seharusnya biaya retribusi itu disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
Dalam pengelolaan retribusi tersebut, diduga ada penyimpangan anggaran. Kemudian penyidik melakukan penyelidikan mengambil sampel dari 25 perusahaan yang telah melakukan uji sampel air. Diketahui, jumlah anggaran yang telah disetorkan dari 25 perusahaan tersebut, sebesar Rp 753.905.000. Namun yang tercatat dalam laporan keuangan UPT, hanya sebesar Rp 408.717.000.
Berdasarkan hasil dari hitungan penyidik, jumlah kerugian negara mencapai Rp 345.608.000. Dari fakta tersebut, ada perbedaan laporan pendapatan UPT dengan yang disetorkan dari 25 perusahaan. Sehingga adanya dugaan penyelewengan dana dalam pengelolaan retribusi, penyelewengan dana itu karena tidak disetorkan sebagian retribusi ke kas negara.



