Gandrung

Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial Pascasarjana FKIP Unila Dalam Tari Gatotkaca Gandrung, dikisahkan Raden Gatotkaca jatuh cinta kepada Endang Pergiwa, yang kebetulan adalah putri  Raden Arjuna, pamannya. Gatotkaca tergila-gila dengan Sang Pu...

Gandrung

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial Pascasarjana FKIP Unila

Dalam Tari Gatotkaca Gandrung, dikisahkan Raden Gatotkaca jatuh cinta kepada Endang Pergiwa, yang kebetulan adalah putri  Raden Arjuna, pamannya. Gatotkaca tergila-gila dengan Sang Putri. Tarian ini sangat terkenal dan sering dibawakan pada even perkawinan yang menggunakan adat Jawa.

Untuk di Jawa Timur ada lagi tarian terkenal dari Banyuwangi namanya Gandrung Banyuwangi. Dari beberapa sumber diperoleh informasi konon Tari Gandrung sudah dikenal sejak mulai dibabatnya Hutan Tirtagindo atau Tirta Arum untuk lokasi ibu kota Blambangan. Hutan itu kemudian menjadi ibu Kota Blambangan, menggantikan ibu kota sebelumnya, yaitu Ulu Pangpang. Pemindahan ibu kota ini diprakarsai oleh bupati pertama Banyuwangi yaitu Mas Alit yang dinobatkan pada tanggal 2 Februari 1774.

Dalam cerita tutur masyarakat Banyuwangi disebutkan bahwa penari gandrung pertama adalah seorang laki-laki bernama Masran. Masran biasa keliling ke desa-desa untuk menari bersama dengan pemain musik yang memainkan kendang dan terbang. Masran dan timnya ini akan mendapatkan imbalan berupa beras dari masyarakat setelah pementasan. Namun, beras dan hasil bumi itu tidak untuk dimakan Masran sendiri, melainkan untuk diberikan kepada masyarakat lain yang kesulitan.

Berikut perkembangannya, Gandrung kini dikenal dengan tarian yang dibawakan oleh penari perempuan. Konon awal mula perubahan penari dari laki-laki ke perempuan ini berkaitan dengan kisah seorang gadis kecil bernama Semi. Semi yang pada tahun 1895 masih berusia 10 tahun itu mengidap penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Kemudian, ibunya yang bernama Mak Midhah pun bernazar jika Semi sembuh akan dijadikan Seblang atau penari. Rupanya, beberapa saat kemudian Semi sembuh dari sakitnya. Mak Midhah lantas memenuhi nazarnya itu dan menjadikan Semi sebagai penari. Semi ini kemudian menjadi pelopor penari Gandrung wanita.

Ternyata sekarang sudah mulai ada orang yang Gandrung akan jabatan tertinggi negeri ini. Sesuai dengan definisi operasional kata gandrung memiliki arti kasmaran atau jatuh cinta, jika kita membedah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gandrung memiliki arti sangat rindu atau tergila-gila karena cinta. Persoalannya “tergila-gila” itu kecenderungan lebih kepada perilaku abnormal. Persoalan lain adalah “pesta masih jauh, tenda sudah dibentang, karpet merah maunya sudah dibentang”; apakah ini tidak menciderai hati rakyat pemilih yang sekarang sedang berjuang dengan keadaan ekonomi yang tidak menentu. Apakah “rasa” untuk merasakan perasaan orang lain sudah mati, atau bebal; tampaknya kedua kata ini sekarang menyatu dan tidak dapat dipisahkan.

Empati sudah mati, sehingga tidak mampu lagi melihat dengan mata hati penderitaan orang kecil yang hidupnya makin setengah mati. Janganlah dustai mereka dengan janji yang entah kapan ditepati, mereka sudah sangat sering ditipu dan tertipu. Mereka didekati dan dipuji saat suaranya diperlukan, setelah pesta usai, suara sudah didapat; langkah seribu yang mereka lihat.

Mereka lupa, masyarakat sudah jenuh, bahkan jengah dengan tampilan yang dibuat buat hanya untuk menarik simpati. Ledakan ledakan kecil sudah mulai tambak, dengan tampilnya pemenang dari suatu pesta demokrasi yang calonnya justru dibiayai masyarakat. Ada pula yang tampil dengan slogan “duwit kalah karo wirid” (uang dikalahkan dengan wirid/doa) dan menjadi pemenang. Riak-riak seperti ini pada waktunya akan membesar, dan melibas apa saja yang menghalanginya.

Revolusi moral ini justru dimulai dari “wong cilik” sebagai akar rumput; mereka tidak perlu berseminar di Hotel bintang lima yang dingin dan mewah, justru mereka berpanas panas diterik matahari memperjuangkan idealisme. Mereka tidak perlu oligarki, tidak perlu orator; tetapi mereka bermodal keyakinan bahwa sesuatu yang dimulai dari yang bersih, mudah mudahan hasilnya juga bersih. Mereka tidak gandrung akan kemewahan, keterkenalan, kemonceran; akan tetapi lebih kepada kemaslahatan bersama. Mari kita belajar dengan mereka bagaimana harus bersikap kesatria tanpa harus gandrung terlebih dahulu.

Selamat ngopi pagi…