Dari Anies Baswedan untuk Kepala Daerah Lain

Oleh Syarief Makhya Akademisi FISIP Universitas Lampung Baru-baru ini beredar viral di media sosial sambutan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang masalah angkutan kota. Menurutnya di Jakarta sekarang tidak ada lagi bus kota yang ngetem, penump...

Dari Anies Baswedan untuk Kepala Daerah Lain
Dr. Syarief Makhya (Foto: Istimewa)

Oleh Syarief Makhya
Akademisi FISIP Universitas Lampung

Baru-baru ini beredar viral di media sosial sambutan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang masalah angkutan kota. Menurutnya di Jakarta sekarang tidak ada lagi bus kota yang ngetem, penumpangnya penuh atau sedikit tetap jalan tidak ngetem. Kondisi kendaraan juga tidak ada yang jelek, karena pengusaha berani mengambil mobil-mobil yang baru. Dampaknya, perusahan bus atau angkutan kota diuntungkan, penumpang merasa nyaman, waktu tempuh cepat karena tidak ngetem dan keamanan terjaga.

Tahun 2022, warga DKI yang naik bus sudah mencapai hampir satu juta orang. Kenaikannya tiga kali lipat dalam jangka tiga tahun dan beberapa tahun ke depan akan ditargetkan sampai empat juta orang.

Mengapa bisa ada perubahan transportasi angkot di Jakarta yang berbeda jauh sebelumnya yaitu ngetem, kendaraan jelek, dan tidak ada kepastian waktu tempuh, kata kuncinya karena Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan melakukan campur tangan untuk memberikan subsidi kepada perusahan bus dan angkutan kota dalam bentuk operator kendaraan jasanya dibeli per km/perhari ditanggung pemda. Sementara penumpang hanya dibebankan ongkos 5000 rupiah untuk tiga kali rute perjalanan yang rutenya bisa berganti-ganti.

Apa yang dilakukan Gubernur Anies Baswedan melakukan campur tangan dalam menangani masalah angkutan kota bisa dikategorikan sebagai best practices, yaitu inisiatif yang menghasilkan kontribusi menonjol (outstanding contributions) dalam meningkatkan kualitas kehidupan baik di kota-kota maupun masyarakat umum lainnya (Dubai Municipality, 2003).

Kebijakan Gubernur DKI Jakarta untuk memperbaiki transportasi kota, setidak-tidaknya sudah membuktikan ada dampak positif dalam meningkatkan kualitas pelayanan transportasi dan memberikan akses transportasi yang murah, dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Selain itu juga dalam prosesnya melibatkan partnership antara pemerintah daerah dan pihak swasta.

Pelajaran untuk Pemda Lain

Pertanyaan penting dari pengalaman kebijakan Anies Baswedan, mengapa pemerintah daerah yang lain tidak melakukan terobosoan untuk meningkatkan kualitas transportasi kota? Bahkan di beberapa pemda kepedulian dan keberpihakan untuk membangun trasportasi publik yang nyaman dan murah nyaris tidak ada. Angkutan transportasi publik jumlahnya sangat sedikit semua digantikan dengan transportasi online, yang mahal dan tidak membantu mengurangi kemacetan karena hanya diperuntukan untuk kebutuhan perorangan.

Jalan-jalan diperlebar dengan memanfaatkan siring ditutup dengan cor beton kemudian diaspal; tujuannya bukan untuk manusia supaya bisa jalan kaki dengan leluasa, tetapi diperuntukan untuk kendaraan. Di Jakarta, justru sebaliknya, fasilitas bagi pejalan kaki diperluas, sementara akses untuk kendaraan bermotor justru dipersempit.

Dengan modal data yang akurat, pemberian subsidi dari pemda dan kerjasama dengan pihak swasta, ternyata persoalan transportasi bisa diatasi dengan efektif, dan dampaknya membantu mengurangi kemacetan lalulitas dan mengurangi pencemaran lingkungan hidup.

Jadi, kata kunci untuk melakukan perubahan kebijakan pada kasus transportasi di Jakarta, bukan pada persoalan keterbatasan anggaran, tetapi kolaborasi pemerintah dengan swasta yang sama-sama kepentingannya terpenuhi dan saling membantu, serta ada komitmen kepala daerah yang kuat dan berpihak pada upaya untuk mengatasi kemacetan, menjaga lingkungan hidup serta mengurangi kendaran pribadi.

Kebijakan Anies Baswedan, memberi contoh ternyata mindset kepala daerah yang inovatif untuk melakukan perubahan dalam berbagai bidang bisa membangun terobosan kebijakan dalam mengatasi masalah – masalah publik.

Bisa jadi, kepala daerah yang tidak memiliki empati terhadap kebutuhan rakyat kecil dan tidak pernah merasakan naik angkutan umum, ngetem kadang-kadang sampai satu jam, mobil tidak ber AC, dan penumpang saling berdesakan, mengemudikan mobil seanaknya, musik di mobil seleranya hanya dinikmati sopir, mungkin pikiran dan visinya tidak akan menyentuh dan tidak berpihak pada kebutuhan kenyamanan masyarakat bawah.

Model pemerintahan kolaboratif dengan melibatkan pihak swasta dan faktor kepemimpinan yang visioner menjadi penentu keberhasilan dalam melakukan perubahan kebijakan. Masalah publik tidak mungkin bisa diatasi hanya mengandalkan kapasitas pemerintah yang memiliki keterbatasan, tetapi harus melibatkan kerjasama dengan peran swasta sehingga terjadi hubungan simbiosis-mutualisme yang saling menguntungkan.

Faktor kepemimpinan yang visioner dan keberpihan terhadap kelompok sasaran kebijakan yang dikategorikan kepentingan publik; bukan kepentingan mencari keuntungan juga menjadi kata kunci untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah publik.

Kepemimpinan Anies Baswedan adalah contoh kalau dia memiliki karakter yang kuat, visioner, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas, dan berhasil menerapkan pemerintahan kolaboratif. Kepemimpinan Anies Baswedan, layak dicontoh untuk para kepala daerah yang lain yang sekarang cenderung mandek dalam melakukan terobosan kebijakan.***