Bangun Jembatan Gantung, Gubernur Ridho Hubungkan Dua Desa Ini Setelah 65 Tahun Terpisah

TERASLAMPUNG.COM — Jarak Desa Rulung Mulya (Natar, Lampung Selatan) dan Desa Batanghari Ogan (Kabupaten Pesawaran) sebenarnya hanya sepelemparan batu. Namun, dua desa bertetanggga itu selama 65 tahun terpisah jarak dan terasa sangat jauh karena...

Bangun Jembatan Gantung, Gubernur Ridho Hubungkan Dua Desa Ini Setelah 65 Tahun Terpisah
Warga Desa Rulung Mulya memeluk erat Gubernur Ridho karena sangat terharu dan gembira desanya dengan desa tetangga kini terhubung oleh jembatan gantung.

TERASLAMPUNG.COM — Jarak Desa Rulung Mulya (Natar, Lampung Selatan) dan Desa Batanghari Ogan (Kabupaten Pesawaran) sebenarnya hanya sepelemparan batu. Namun, dua desa bertetanggga itu selama 65 tahun terpisah jarak dan terasa sangat jauh karena dipisahkan Sungai (Way) Seputih yang lumayan lebar dan dalam.

Mulai Rabu (26/7/2017) desa bertetanngga yang dulunya jauh kini terasa dekat karena sudah ada jembatan gantung yang membentang di atas Way Seputih.

Peresmian pemakaian jembatan gantung sepanjang 144 meter dengan lebar 1,20 meter itu dilakukan Gubernur Ridho Ficardo di Dusun Jelujur, Desa Rulung Mulya, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Rabu (26/7/2017).

Raut cerah pun tidak hanya terpancar di wajah Gubernur Ridho. Warga dari dua kampung itu terlihat ceria. Bahkan, ungkapan keceriaan itu mereka tunjukkan dengan merangkul erat-erat Ridho saat gubernur muda itu meresmikan jembatan.

Dengan hadirnya jembatan gantung itu, tidak hanya dua desa yang terhubung, tetapi dua kabupaten: Desa Rulung Mulya ada di Kabupaten Lampung Selatan, sedangkan Desa  Batanghari Ogan di Kabupaten Pesawaran.

“Dengan dibukanya akses antardua desa ini, semoga mobilitas warga makin lancar dan perekonimian kedua desa membaik,” kata Ridho.

Pembangunan jembatan ini bermula dari permohonan Indra Jaya, warga Dusun Jelujur melalu akun Facebook Gubernur Ridho. Melalui Gerakan Seribu Jembatan Gantung dari Lampung untuk Indonesia, Gubernur bersama Vertical Rescue Indonesia dan Pramuka bahu membahu selama sembilan hari membangun jembatan tersebut.

Menurut Nugroho, koordinator Koordinator Gerakan Seribu Jembatan Gantung dari Lampung untuk Indonesia, seluruh dana pembangunan jembatan berasal dari pribadi Gubernur Ridho dari gaji yang tak pernah diambil selama ini.

Vertical Rescue Indonesia, komunitas panjat tebing yang berpusat di Bandung, Jawa Barat. Komunitas ini berpengalaman membangun 27 jembatan gantung di berbagai wilayah Indonesia dari Jawa, Kalimantan, hingga Papua.

“Ini jembatan ke-28 yang kami bangun dan pertama di Sumatera,” kata Nugroho

Gubernur Ridho meminta masyarakat menjaga dan memelihara jembatan gantung tersebut dengan mematuhi peringatan. Meski semi permanen Gubernur Ridho menegaskan pembagunan harus menggunakan standar sehingga aman digunakan masyarakat.

Gubernur Ridho mencoba jembatan gantung (Foto: Yopie Pangkey)

Ke depan, Gubernur Ridho mengatakan Pemerintah Provinsi Lampung akan membangun jembatan ini secara permanen sehingga aman untuk warga.

Kegembiraan warga yang puluhan tahun harus bersusah payah menyeberangi salah satu sungai terbesar di Lampung itu diwujudkan dengan menghibahkan tanah. Bahkan Nonny, warga Desa Relung Mulya menghibahkan rumahnya untuk dijadikan akses jalan ke arah jembatan yang dipakai menjadi jalan menuju jembatan gantung.

“Puluhan tahun kami berjuang agar dibangun jembatan gantung. Banyak permohonan disampaikan bahkan sampai ke pusat. Alhamdulillah Pak Ridho mau membangun jembatan gantung,” kata Imron, sesepuh Dusun Jelujur yang merupakan generasi kedua Desa Rulung Mulya.

Dari arsip surat permohonan jembatan gantung yang masih dipegang Imron, pada 29 Juli 2002, yang ditujukan kepada Bupati Lampung Selatan, masyarakat Desa Rulung Helok yang kini dimekarkan menjadi Desa Rulung Mulya, membutuhkan jembatan gantung. Surat itu, menyebutkan selama 52 tahun masyarakat menggunakan perayu dayung untuk menyeberang.

Pengasuh Pondok Pesantren Al Ikhlas, KH Miftahul Huda, yang sejak kecil tinggal di Rulung Mulya dan melintasi sungai untuk bejalar ke Gaya Baru, Lampung Tengah, mengatakan kehadiran jembatan tidak lagi harus membuat warga berputar 30 km atau satu jam perjalanan lewat Tegineneng jika ingin ke Metro.

“Sungai ini bisa dilewati kalau musim kemarau, di musim penghujan harus pakai getek,” kata Miftahul Huda.

Menurut KH Miftahul, hubungan kedua desa yang terpisah Way Sekampung ini terbina sejak puluhan tahun. Kedua warga desa ini melintasi sungai untuk bertani, berkebun, dan sekolah.

“Banyak juga yang menyeberang untuk jual beli hasil bumi, seperti cokelat, padi, jeruk, durian, dan duku. Jembatan ini bakal membuat geliat ekonomi meningkat,” kata Miftahul Huda.