Awas Ada Polisi!
Syamsul Arifien* Paruh kedua 90-an saya sering bermalam di bangku panjang teras kantor polisi. Maaf, bukan sebagai tahanan, tetapi saya sedang menjalankan tugas ‘kenegaraan’ sebagai wartawan dari sebuah koran daerah tempat saya bekerja. Banyak ‘keas...

Syamsul Arifien*
Paruh kedua 90-an saya sering bermalam di bangku panjang teras kantor polisi. Maaf, bukan sebagai tahanan, tetapi saya sedang menjalankan tugas ‘kenegaraan’ sebagai wartawan dari sebuah koran daerah tempat saya bekerja.
Banyak ‘keasyikan-keasyikan’ yang saya nikmati selama bergaul dengan bapak-bapak polisi itu. Yang tentu saja tidak pernah saya tuliskan sebagai berita. Para perwira polisi yang dulu setiap hari saya selalu membutuhkan konfirmasi berita dari mereka, barangkali sekarang sudah berpangkat tinggi dengan jabatan tinggi pula, dan telah menyebat berdinas di kesatuan-kesatuan Polri tanah air. Sejak saya non aktif dari pers, sudah tak pernah bertemu atau ada kontak lagi dengan mereka.
Kalau malam tiba, sering saya mengikuti kegiatan patroli pak Polisi, baik bersama satuan lantas maupun satuan serse. Tidak jarang pula saya mengikuti rombongan Polisi menyusuri jalan tikus ketika ada suatu peristiwa, yang tentu saja karena saya ingin mendapatkan berita langsung dari tangan pertama. Saya juga beberapa kali turut ‘nyangkut’ di bak truk dalmas yang meluncur ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) kerusuhan (tawuran, penjarahan) yang terjadi di awal-awal reformasi.
Kalau ada seorang penyidik KPK yang kemudian dipolisikan sendiri oleh polisi karena tuduhan penganiayaan terhadap pelaku kriminal – di masa sang penyidik itu masih berdinas aktif di Korp baju coklat – sesungguhnya ‘drama-drama’ kekerasan terhadap pelaku kriminal sudah bukan rahasia lagi dilakukan demi mengorek pengakuan si pelaku kejahatan.
Ada suatu peristiwa kerusuhan di pusat pertokoan hingga terjadi perusakan dan penjarahan toko-toko. Puluhan pemuda yang terlibat kerusuhan itu ditangkap di TKP, lalu baju celana dilucuti hingga menyisakan celana dalam. Di bawah guyuran hujan lebat yang airnya menggenangi jalanan berlubang para tersangka dipaksa beramai-ramai ‘mandi’ air berlumpur itu. Lantas dengan berjalan jongkok dan kedua tangan menelingkup ke belakang kepala, mereka diangkut ke atas truk untuk kemudian menjalani interogasi di kantor Polisi.
Menjadi Polisi itu memang sangat istimewa, tugasnya juga sangat mulia, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Maka tentram dan nyamanlah kehidupan masyarakat dibawah naungan kasih sayang Polisi. Kalau masyarakat tidak tentram dan tidak nyaman hidupnya, maka perlu dipertanyakan hakikat keberadaan Polisi. Dan jika masih saja masyarakat tidak tentram dan tidak nyaman dengan adanya Polisi, perlu juga ditanyakan kepada masyarakat apakah benar negara tidak memerlukan Polisi.
Kalau seorang pengendara motor tiba-tiba di perjalanan kepergok patroli Polisi, dadanya langsung berdegub kencang, wajahnya kecut, hatinya cemas. Seandainya bisa menghindar, maka ia akan berlari sipat kuping mencari jalan lain, supaya tidak dicegat Polisi. Kenapa demikian? Anda pasti punya jawaban sendiri-sendiri.
Kalau suatu hari rumah kita disambangi Polisi, belum apa-apa nyali kita sudah ciut, rasa was-was dan takut spontan menyerbu, mental mendadak jatuh, apakah Polisi itu adalah momok atau sosok hantu yang menakutkan? Bermacam-macam suasana phisikologis masing-masing orang yang hanya bisa menjelaskan.
Padahal Polisi itu benar-benar penegak hukum. Kalau Anda menaiki kendaraan bermotor tanpa dilengkapi surat-surat resmi kendaraan dan berkendara, kesalahan mutlak ada pada diri Anda. Tetapi jika syarat dan rukun berkendara Anda sudah komplit, tetapi Anda tetap saja takut bertemu Polisi, berarti ada sesuatu hal yang perlu diurai sebab musabab yang menjadikan apriori sebegitu rupa. Adakah karena faktor traumatik empirik tertentu yang kemudian dijadikan apologi, bahwa sebaiknya dalam hidup ini jangan sampai bertemu dan/ atau berurusan dengan Polisi.
Sering terdengar ungkapan jika melapor ke Polisi karena kehilangan kambing, maka tidak hanya kambing, akhirnya sapi juga jadi ikut hilang. Tetapi saya ingin tegaskan kembali, bahwa Polisi adalah pemelihara keamanan, penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Artinya 100 persen tugas Polisi adalah berurusan dengan hajat kehidupan masyarakat. Berkepentingan dengan ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Akan tetapi kalau hati masyarakat selama ini masih merasakan tidak bisa leluasa dari rasa khawatir “Awas Ada Polisi”, artinya dalam proses kesejarahan dan dinamika hubungan Polisi dan masyarakat belum bisa berfungsi dan terlaksana sebagaimana seharusnya. Di sinilah masing-masing pihak idelanya dapat memosisikan diri secara tepat, proporsional dan saling berkepastian.
Seperti contoh fakta yang dalam sepekan ini menyita perhatian masyarakat Lampung, yakni tentang pemberitaan tentang aksi arogansi oknum polisi kepada seorang jurnalis koran daerah. Tak hanya kalangan pers yang menyesalkan tindakan tak manusiawi aparat Polisi atas warga sipil, masyarakat umum pun turut prihatin, sebab dampak dari peristiwa semacam itu sangat memberatkan beban phisikologis masyarakat (korban), pun pula menambah kesan makin mendalam di hati warga masyarakat, tentang tidak enaknya berurusan dengan Polisi.
Beruntung para petinggi Polri Lampung bertindak sigap, berjiwa ksatria mengakui kesalahan lalu meminta maaf dan memberikan ruang secara obyektif kepada korban untuk menempuh jalur hukum. Tak kalah juga Plt Kapolri memberikan perhatian khusus dan meminta Polda Lampung menangani kasusnya dengan adil. Kapolda Lampung juga telah memastikan akan menindak tegas anak buahnya yang terbukti bersalah dalam insiden yang mencoreng citra kepolisian ini.
Demikianlah, Polisi juga manusia. Jangan sampai karena nila setitik menjadikan rusak susu sebelanga. Artinya Polisi kita dituntut semakin profesional bekerja, karena kita semua sangat mencintai mereka, dan sangat membutuhkan perlindungan, pengayoman serta pelayanan mereka.
Sebagaimana para orang tua juga yang juga banyak bermimpi agar anak-anaknya kelak bisa menjadi Polisi. Karena Polisi itu adalah ksatria negara. Kepada Polisi-Polisi yang baik Indonesia senantiasa mendamba, Indonesia senantiasa memanggil.
*Ketua Kelompok Musik Jamus Kalimosodo Lampung