Sinkronisasi

Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila Karena ada keperluan yang krusial, saya harus menjumpai seorang pimpinan di negeri ini. Secara usia beliau memang ada pada fase  seseorang sangat ideal menjadi pimpinan dari suatu...

Sinkronisasi

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila

Karena ada keperluan yang krusial, saya harus menjumpai seorang pimpinan di negeri ini. Secara usia beliau memang ada pada fase  seseorang sangat ideal menjadi pimpinan dari suatu institusi. Pembawaannya yang ramah, adabnya yang santun, namun pendiriannya yang teguh, lugas menjadikan pembicaraan menjadi hangat, sehingga waktu dua jam tidak terasa.

Pembicaraan menarik adalah sekitar bagaimana membiasakan bekerja dengan sistem. Ternyata banyak pihak yang masih mengalami kesulitan dalam kerja tim atau kerja bareng. Sumber kesulitannya adalah pada penyelarasan (sinkronisasi)  pekerjaan. Pengintegrasian sistem hanya selesai pada alat dan metode, tetapi ketika menginjak pada penyinkronan pekerjaan, mulai hambatan muncul di mana-mana. Padahal, ini semua berawal dari masing masing komponen merasa paling penting. Kita sering lupa bahwa penyelarasan atau sinkronisasi itu diperlukan atas dasar kesadaran, karena membangun adalah merangkai ketidaksamaan menjadi harmoni.

Oleh karena itu, jika kita ingin mengetahui bagaimana sinkronisasi berlangsung ibarat memasukkan singa ke kandang banteng atau sebaliknya. Jika mengandangkan banteng ke kandang banteng atau mengandangkan singa ke kandang singa itu adalah kesamaan. Bukan keberagaman. Pada keberagaman akan ada sinkronisasi sehingga terjadi harmoni. Sebaliknya, kesamaan hanya akan menghasilkan kebersamaan.

Singa baru bermakna perkasa jika dia ada di kandang banteng. Banteng baru disebut digdaya jika ada dikandang singa. Karena keduanya bukan hanya sekedar beradaptasi dengan lingkungan tetapi juga mensinkronkan diri dengan tuntutan lingkungan.

Menyimak tamsil di atas, maka konsep sinkronisasi hakekatnya berbeda dari yang selama ini ada dalam benak banyak orang. Padahal sesuatu yang dapat disinkronkan adalah jika ada unsur pembeda; jika unsurnya sama, maka itu merupakan kesamaan. Upaya sinkronisasi inilah memerlukan kepiawaian tersendiri, dan tidak banyak orang mampu melakukannya. Kesamaan dan sinkronisasi bermuara pada kebersamaan, oleh karena itu ritme serta kebertautan harus sejalan.
Oleh karena itu, salah satu tugas pemimpin itu di antaranya adalah menyinkronkan semua yang menjadi tanggungjawabnya, sehingga terjadi harmonisasi. Inilah merupakan enargi yang luar biasa untuk dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, dalam harmoni ada perbedaan yang jika diselaraskan akan menjadi simponi. Pemimpin sebagai dirigen harus mampu menemukenali kemudian memanfaatkan perbedaan menjadi potensi, sehingga gerak langkah menjadi serasi.

Pemimpin yang mampu mensinkronisasikan apa yang menjadi tangungjawabnya adalah pemimpin yang mau menerima siapa saja sebagai mitranya. Alasan kesibukan atau alasan lain yang biasa dijadikan tameng untuk tidak mau bertemu dengan orang yang berseberangan atau berbeda pandang, maka pemimpin seperti ini sebenarnya sama halnya “katak dalam tempurung”. Pemimpin yang mau dan mampu mensinkronkan apa yang menjadi tangungjawabnya adalah pemimpin yang mau mendengarkan, mau beda pendapat, mau tidak dendam, mau tidak keras kepala, dan sebagainya; sehingga roda organisasi yang menjadi tangungjawabnya dapat berjalan mencapai tujuan bersama dari apa yang telah ditetapkan dan digariskan.

Sinkronisasi dapat dilakukan oleh siapa pun kita dalam kapasitas sebagai apa pun manakala:  pertama, adanya rasa kasih sayang pada sesama. Sebab, jika hati telah mati maka hal ini tidak mungkin dapat kita lakukan, karena jika hati keras dan tertutup, akan muncul anggapan dalam diri apa yang berbeda dengan kita itu musuh kita.

Kedua, adanya kebijaksanaan; hal ini bisa terjadi jika adanya akal sehat, maksudnya dalam melakukan sinkronisasi harus menggunakan akal bukan saling mengakali. Keduanya yaitu kasih sayang dan kebijaksanaan akan mendorong hati nurani untuk selalu memunculkan berpikir positif terhadap apa pun yang dijumpai dalam menapaki hidup dan kehidupan. Atas dasar kerangka pikir ini kita dapat mengatakan bahwa jika ingin melihat ke dalaman agama seseorang jangan dilihat hanya dari berapa banyaknya dia beribadah, tetapi lihatlah bagaimana dia memperlakukan orang lain. Karena adab memperlakukan orang lain itu adalah hakikat dari penjiwaan dan penghayatan seseorang terhadap ajaran agamanya.

Ternyata sinkronisasi yang paling sulit dalam hidup adalah menyambungkan antara kelahiran, kehidupan, dan kematian. Ketiganya sesuatu yang berbeda, namun satu dengan lainnya saling menjadi penyebab; walaupun tidak jarang rangkaian itu tidak berhubungan sama sekali. Hanya kodratlah yang merangkai ketiganya sehingga satu sama lain memberikan makna. Ini yang sering kita lupakan sehingga kita sibuk pada titik tengah yaitu kehidupan.

Kita seolah terbuai dengan rumitnya sinkronisasi di sana. Padahal semua itu fana dan akan berakhir dengan kematian. Kita sukses merangkai sinkronisasi kelahiran dan kehidupan, namun banyak di antara kita yang gagal menyinkronkan kehidupan dan kematian.

Mari kita berdoa sesuai dengan keyakinan kita masing masing agar terhindar dari kegagalan tadi.

Selamat ngopi pagi di hari Senin….