Sapi ‘Njerum’
Oleh: Sudjarwo Guru Besar Ilmu Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila Pagi itu cuaca agak mendung, mendadak muncul mahasiswa program doktor membawa persoalan penelitian lapangannya yang hampir selesai. Diskusi dimulai dari hal yang remeh temeh, namun...

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila
Pagi itu cuaca agak mendung, mendadak muncul mahasiswa program doktor membawa persoalan penelitian lapangannya yang hampir selesai. Diskusi dimulai dari hal yang remeh temeh, namun menjadi serius manakala membicarakan masalah politik local yang menjadi focus penelitian yang bersangkutan. Salah satu temuan lapangan adalah adanya indikasi pemimpin yang berkarakter seperti “sapi njerum”. Diksi ini berasal dari bahasa Jawa yang makna harfiahnya adalah sapi yang tidak mau berdiri tetapi duduk saja saambil mulutnya mengunyah balik makanan yang ada dalam perutnya.
Sapi adalah hewan pemamah biak yang memiliki kebiasaan beberapa saat setelah makan atau merumput, kemudian duduk mulutnya mengunyah kembali makanan. Makan seperti ini dalam bahasa Jawa disebut nggayemi. Sedangkan sapi duduk saat nggayemi sebut njerum. Ciri khas keluarga binatang memamah biak memang seperti ini, namun yang mendapat julukan popular njerum tampaknya hanya sapi.
Data ilmiah mengatakan pemamah biak (Ordo Artiodactyla atau hewan berkuku genap, terutama dari subordo Ruminantia) adalah sekumpulan hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang mencerna makanannya dalam dua langkah: pertama dengan menelan bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan mengunyahnya lagi.
Lambung hewan-hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang (poligastrik, makna harafiahnya: berperut banyak). Hewan pemamah biak secara teknis dalam ilmu peternakan serta zoologi dikenal sebagai ruminansia. Hewan-hewan ini mendapat keuntungan karena pencernaannya menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan, dengan dibantu mikroorganisme di dalam perut-perut pencernanya. Semua hewan yang termasuk subordo Ruminantia memamah biak, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, jerapah, bison, rusa, kancil, dan antelop.
Untuk urusan perhewanan kita serahkan kepada ahli perternakan; kemudian kita ambil tamsil itu jika ada pemimpin yang hanya duduk manis diruang berpendingin, duduk memutarmutarkan kursi, waktunya makan tiba kegiatan lanjut makan, selesai masuk ruang tidur di kursi, bangun hanya tandatangan tanpa dibaca. Keluar ruang jika meresmikan atau ada serimonial, selebihnya cukup berwakil.
Tipe kepemimpinan “njerum” seperti ini tampaknya disukai banyak pihak, karena habis hari habis waktu, selesai periode kepemimpinan selamat sejahtera tidak kesandung KPK, itu saja menjadi tujuan. Perkara kinerja dan prestasi itu nomor sekian, habis bulan dapat gaji dan tunjangan, keluarga dapat fasilitas, itupun masih kurang menurutnya: sehingga tidak segan segan meminta upeti kepada bawahan yang telah diangkat dengan perjanjian dari hati ke hati untuk menjadi mesin uang. Lebih sadis lagi jika ada peluang untuk korupsi tidak untuk mencegah ayau menolak, tetapi lebih kepada “asal tahu mana milikku”.
Kalau ada wartawan yang ingin wawancara, belu belum sudah keringat dingin, beribu alasan dibuat, padahal sang wartawan bertujuan mulia ingin mempopulerkan programnya, tapi apa hendak dikata karena prestasi tidak ada, yang ada hanya marah saja. Humas dikejar kejar untuk mengatakan yang baik saja, yang kurang simpan di bawah meja atau dalam laci meja. Lembaga ini menjadi tameng sekaligus “tempat lempar” semua persoalan jika ada pihak yang akan mengusik. Terlepas dari persoalan apakah wartawan itu sungguhan atau oknum yang mengaku wartawan, soal ini akan kita bicarakan pada persoalan lain.
Tampaknya negeri ini ada yang hilang, Program Latihan Kepemimpinan sudah tidak terdengar lagi, baik dikalangan muda maupun mahasiswa; baik local maupun nasional; sehingga manakala mereka menjadi pemimpin, tipe njerum menjadi pilihan popular. Organisasi masa dan partaipun sudah sangat jarang mempersiapkan kadernya dengan melatih menjadi pemimpin, sehingga semua seolah olah berjalan secara instant; dilakukan jika diperlukan terutama saat pemilihan umum saja. Organisaasi kepemudaan yang berupa komite pada jaman tahun 70 an sampai 90 an masih nyaring terdengar gaungnya, bahkan taringnya; namun sepuluh tahun terakhir ini hanya ada pada jejak digital.
Persyaratan pemimpin hanya melekat pada afiliasi organisasi politik, sementara basis masa hanya dijadikan legalisasi formal; akibatnya pemimpin tidak membumi, tetapi lebih kepada kelompok eksklusif; jika ada yang memberi kritik atau masukan, dianggap berseberangan, dan ini harus ditumpas. Akibatnya “iklim” organisasi tampak tenang dipermukaan, namun sejatinya ada bara api yang setiap saat bisa membesar dan bisa meluluhlantakkan semua sistem. Atau bisa jadi semua menjadi zombie, saling makan organ sendiri dan akhirnya semua hancur secara bersamaan.
Gejala seperti ini sampai mengusik salah seorang rekan guru besar di perguruan tinggi ternama dan terdepan di negeri ini, beliau memberi penilaian saat ini hanya ada dua figur pejabat tinggi pembantu presiden yang berani pasang badan untuk negeri ini. Beliau berdua ini cocok diberi label petinggi dengan jabatan sapu jagad karena semua urusan dilimpahkan kepada mereka berdua. Terlepas penilaian pro dan kontra kenyataannya mereka berdualah sebagai penjaga gawang terakhir yang harus membenahi sesuatu dari hulu sampai hilir, lintas sector, lintas bidang bahkan lintas segalanya.
Semoga sapi njerum segera berdiri, bila perlu diganti. Bukan hanya duduk dikursi ongkang ongkang kaki; agar semua kita menjadi lebih baik lagi di masa depan. Negeri ini sudah lelah memberi makan mereka yang tidak berbuat apa apa, sementara pajak rakyat sudah terkuras untuk membiayai mereka. BBM di tinggikan, masuk tempat wisata dimahalkan, hanya tinggal buang angin saja yang belum berbayar. Semoga semua ini menjadi pembelajaran kepada kita semua bahwa pemimpin itu memang dilahirkan dan ditempa, bukan diturunkan dari atas langit kecuali nabi dan rasul.
Selamat ngopi pagi..