Rumah Sakit Bersalin Kerap tak Beri Kesempatan Bayi Dapatkan ASI Eksklusif

ASI eksklusif (ilustrasi) BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com —  Banyak ibu gagal memberikan ASI eksklusif justru saat berada di rumah sakit bersalin. Hal itu terungkap dalam kelas edukasi ASI yang digelar oleh Komunitas ASI For Baby...

Rumah Sakit Bersalin Kerap tak Beri Kesempatan Bayi Dapatkan ASI Eksklusif
ASI eksklusif (ilustrasi)

BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com —  Banyak ibu gagal memberikan ASI eksklusif justru saat berada di rumah sakit bersalin. Hal itu terungkap dalam kelas edukasi ASI yang digelar oleh Komunitas ASI For Baby (AFB) Lampung, Sabtu (28/2/2015).

Rumarta salah satu peserta kelas Edukasi ASI mengatakan kegagalan dalam memberikan ASI pada bayinya yang pertama ketika menjalankan persalinan caesar di rumah sakit.

“Ketidaktahuan saya tentang pentingnya ASI justru diperparah ketika melakukan persalinan di rumah sakit, bahkan tanpa sepengetahuan keluarga bayi saya diberi susu formula sampai dia benar-benar tidak mau disodorkan ASI,” kata dia.

Hal sama disampaikan peserta lain Febri. Menurutnya pihak rumah sakit seperti tidak memberi ruang bagi dirinya saat ingin rawat gabung dengan bayinya.

“Sampai saya sendiri yang bolak-balik ke ruangan anak untuk menyusui anak saya. Tapi saya malah mendapat teguran supaya tidak sering-sering menemui bayi karena bisa membuat bayi rewel,” ujar dia.

Demikian juga dengan Masaji, dia mengaku terpaksa memberi formula lantaran bayinya tidak pipis seharian dan dianggap asinya kosong.

“Bidan menyarankan untuk memberi formula, meskipun saya menolak tetap saja dibelakang saya para perawat menyuguhkan formula sampai anak saya tertidur pulas dan tidak mau asi,” katanya.

Menurut Lianita Prawindarti Wakil Ketua Divisi SDM dan Pengembangan Organisasi AIMI Pusat, bayi bisa bertahan bisa tidak mendapat asupan tiga hari pasca-persalinan. “Tapi bukan berarti tidak ada memberikan payudara pada bayi, tetap harus diberikan secara terus menerus,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, asi akan keluar seiring keluarnya plasenta dan dengan menyusui akan memancing kolostrum keluar.

“Indikator bayi berkecukupan mendapat asupan asi saat seminggu pertama persalinan adalah dengan dibuktikannya keluar kotoran dan kencing pada bayi,” kata dia lagi.

Lebih lanjut ia menjelaskan sufor hanya boleh diberikan apabila ada kondisi bayi atau ibu dalam keadaan tertentu. “Itu pun diberikannya harus dalam pengawasan dokter dan setiap kali memberikan sufor harus diketahui oleh ibu atau ayahnya yang dibuktikan dengan pembubuhan tanda tangan,” kata dia.

Terkait banyaknya keluhan ibu melahirkan yang tidak mendapat dukungan dari pihak tenaga kesehatan dalam memberikan ASI, AIMI ataupun AFB tidak bisa memberi saksi apapun.

“Kami hanyalah sebuah organisasi atau komunitas yang sifatnya memberi dukungan pada kaum perempuan untuk bisa mendapatkan haknya untuk dapat memberikan asi secara tepat dan benar,” imbuh Lianita.

Sementara itu Ketua Komunitas AFB Lampung Upi Fitriyati mengatakan siap menampung pengaduan yang berkaitan dengan kendala dalam memberikan asi pada bayi.

“Kami membuka layanan pengaduan dan konsultasi menyusui secara online,” kata dia.

Pengaduan terkait kendala menyusui yang biasa ditemukan di rumah sakit bersalin atau lainnya bisa dilayangkan melalui layanan Eni 081379450134, Andriana 08127915159, Febriyani 08129228599 atau email Afb.Lampung@gmail.com.

“Pengaduan dari masyarakat ini nantinya akan kami teruskan kepada pemangku kebijakan agar pengontrolannya dapat berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku,” tutupnya.

Rls