Pemecatan Kepala Desa Subik Lampung Utara
Feaby Handana Dengan dalih untuk kelancaran roda pemerintahan Desa Subik, Abung Tengah, Pemkab Lampung Utara memilih untuk memberhentikan Poniran HS dari jabatannya sebagai Kepala Desa Subik, Alasan pemecatan itu disebut – sebut akibat i...

Feaby Handana
Dengan dalih untuk kelancaran roda pemerintahan Desa Subik, Abung Tengah, Pemkab Lampung Utara memilih untuk memberhentikan Poniran HS dari jabatannya sebagai Kepala Desa Subik, Alasan pemecatan itu disebut – sebut akibat ijazah paket B milik Poniran dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Bandarlampung.
Keputusan untuk memberhentikan Poniran HS tertuang dalam surat keputusan Bupati Lampung Utara nomor : B/325/25-LU/HK/2022 tentang pemberhentian Kepala Desa Subik. Keputusan ini berlaku sejak tanggal 4 Oktober lalu.
Sejatinya tidak ada yang salah dari kebijakan yang dibuat oleh pemkab terkait persoalan tersebut. Hanya saja, pemilihan waktunya yang tidak benar. Ya, mestinya mereka mau sedikit bersabar untuk menunggu hingga persoalan ini memiliki kekuatan hukum tetap.
Dasar hukum utama yang digunakan di balik pemberhentian itu dinilai tidak tepat. Sebab, putusan PTUN dianggap belum memiliki kekuatan hukum tetap. Pihak tergugat dalam perkara ijazah Poniran sedang mengajukan banding pada PTUN Medan.
Kesan tergesa – gesa dapat ditangkap dengan baik oleh publik. Sulit rasanya untuk membantah anggapan tersebut. Akibatnya, kebijakan yang dibuat untuk kepentingan masyarakat justru akan menciptakan kegaduhan baru yang membuatnya semakin tak berujung.
Di samping itu, kebijakan ini dikhawatirkan akan membuat citra pemkab menjadi buruk di mata publik. Sebab, sebagai institusi pemerintah sudah sepantasnya mereka memberikan teladan yang baik pada masyarakat dengan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Toh, cepat atau lambat, perkara ini pasti akan berujung seiring berjalannya waktu. Apa susahnya bersabar menunggu hal itu.
Akibat kebijakan tersebut, spekulasi liar pun tak dapat dihindari. Mereka mulai meragukan tujuan utama yang melandasi terbitnya keputusan tersebut. Jangan – jangan dalih efektivitas dan kelancaran pemerintahan desa di sana hanya sekadar tameng. Ada motivasi lain di balik keputusan tersebut. Benar atau tidaknya spekulasi itu tentu hanya mereka saja yang tahu. Kendati demikian, kita juga tak boleh berburuk sangka dengan pemerintah. Bisa jadi memang tujuan utamanya memang demikian.
Apa yang dikhawatirkan pun akhirnya terbukti. Persoalan ini semakin berlarut – larut dikarenakan Poniran HS sebagai pihak yang paling dirugikan berupaya melakukan perlawanan. Dengan segala daya dan upayanya, ia mencoba mempertahankan apa yang menurutnya menjadi haknya.
Surat keberatan tentang pemberhentiannya pun disampaikannya pada pihak pemkab melalu kuasa hukumnya. Surat itu berisikan permintaan untuk membatalkan keputusan pemberhentiannya. Jika tidak diindahkan, ia tak segan akan menempuh upaya – upaya hukum untuk mengembalikan apa yang menurutnya memang menjadi haknya. Upaya hukum dan mengadu pada lembaga legislatif pun menjadi pilihan yang akan ia tempuh.
Tak hanya menyasar pada pemkab, kubu Poniran pun menyasar pada warga. Ada warga yang disebut – sebut telah dilaporkan oleh kuasa hukumnya lantaran menyatakan ijazah yang digunakan klien mereka tidak sah atau palsu. Laporan kepolisian mengenai hal itu dikabarkan dibuat belum lama ini.
Di lain pihak, kebijakan yang terkesan ugal – ugalan ini juga memantik reaksi kalangan akademisi. Intinya, kebijakan yang dibuat itu termasuk blunder yang mestinya dapat dihindari. Blunder ini menjadi sinyal ketidakpiawaian pemkab dalam menentukan kebijakan terkait persoalan ini.
Selain itu, sangat kurang elok juga rasanya jika pemkab terlalu mencemplungkan diri dalam sengketa Yahya Pranoto dengan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar/PKBM Sepakat (Iskandar Zulkarnaen) yang menerbitkan ijazah paket B Poniran.
Yang paling bijaksana dalam persoalan ini mestinya melakukan pemberhentian sementara dan bukannya memberhentikan secara permanen. Pertimbangannya, tentu karena masih belum adanya keputusan tetap seputar perkara tersebut. Dengan demikian, pemkab dapat menghindari kegaduhan yang bisa saja terjadi akibat kebijakan yang mereka buat.
Meski begitu, kegaduhan sudah kadung terjadi. Kini, publik hanya dapat mengamati bagaimana akhir dari persoalan ini. Apakah Poniran HS, Ketua Pusat Kegiatan Belajar Mengajar/PKBM Sepakat (Iskandar Zulkarnaen) ataukah pihak pemkab yang akan memenangi pertarungan ini, hanya waktu yang akan dapat menjawabnya. Jika pemkab kalah dalam pertarungan ini, publik akan selalu mengingat bahwa pemerintahan saat ini bukanlah teladan yang baik dalam persoalan hukum. Pun demikian sebaliknya.