Nasib Tenaga Kerja di Masa Pandemi
Rizqi Bagaskoro ASN BPS Kabupaten Tulangbawang Pandemi Covid-19 yang terjadi diawal tahun 2020 hingga saat ini sudah minginjak tahun ketiga, tentu berdampak sangat besar terhadap perekonomian dunia khususnya di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri segala...

Rizqi Bagaskoro
ASN BPS Kabupaten Tulangbawang
Pandemi Covid-19 yang terjadi diawal tahun 2020 hingga saat ini sudah minginjak tahun ketiga, tentu berdampak sangat besar terhadap perekonomian dunia khususnya di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri segala sektor ekonomi terkena dampak akibat dari pandemi covid-19 tersebut. Melemahnya konsumsi rumah tangga berdampak pada lesunya daya saing ekonomi, yang menyebabkan tingkat pengangguran di Indonesia akan semakin meningkat. Hal tersebut terlihat dari banyaknya para pekerja yang di PHK sebagai imbas adanya regulasi pengetatan diberbagai sektor dari aturan pembatasan sosial yang terjadi dibeberapa daerah memberikan pengaruh terhadap naik turunnya sektor ekonomi.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dari hasil survei angkata kerja (Sakernas) Agustus tahun 2021, di Indonesia terdapat lebih dari 8.7 juta jiwa yang tidak bekerja. Angka ini meningkat pesat seiring dengan meluasnya penyebaran covid-19 di Indonesia sebesar 26,29% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang berada dalam angka 6.9 juta jiwa. Hal ini tentu saja menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, sehingga pemerintah harus menyiapkan langkah-langkah mitigasi dampak pandemi virus corona (Covid-19) di sektor ketenagakerjaan.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menekan angka pengangguran di masa pandemi. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan sejak pandemi Covid-19, pihaknya telah melakukan upaya-upaya mitigasi risiko dampak pandemi Covid-19 di bidang ketenagakerjaan. Mulai dari pengembangan kompetensi kerja melalui program kartu prakerja, memprakarsai terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2020 terkait keringanan pembayaran iuran Jamsostek selama pandemi Covid-19, bantuan subsidi upah/gaji, bantuan langsung tunai untuk UMKM dan lainnya.
Dengan berbagai cara dan pemberian bantuan yang telah dilakukan pemerintah tersebut diharapkan dapat menjadi stimulus ekonomi. Hal ini bertujuan supaya para pelaku usaha maupun para tenaga kerja dapat terus melanjutkan kegiatan usaha/bekerja sehingga dapat menghindarai adanya PHK terhadap para pekerjanya.
Harapan
Harapan dan keyakinan akan berakhirnya pandemi tentu sangat besar, hal ini tentu saja harus menjadi perhatian bagi seluruh lapisan masyarakat. Kepatuhan masyarakat akan protokol kesehatan dan vaksinasi sudah pasti menjadi kunci utama akan usainya pandemi yang terjadi. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan tentunya telah melakukan berbagai langkah dan upaya, dimana hal ini akan menjadi sia jika tidak didukung oleh semua pihak. Menurut Kepala BPS, Margo Yuwono, selama pandemi terdapat dua tantangan utama masalah ketenagakerjaan. Pertama, banyak tenaga kerja yang beralih ke sektor usaha yang memiliki produktivitas rendah, seperti pertanian. Kedua, banyak tenaga kerja yang terdampak pandemi beralih ke sektor informal.
Jika melihat permasalahan tersebut maka solusi yang bisa dilakukan agar pengangguran tidak meningkat pesat adalah : Pertama, mengoptimalkan kartu Pra-Kerja bagi masayarakat yang terkena PHK, di mana program ini dapat menjadi basis untuk membenahi data pengangguran sehingga dapat dijadikan sebagai basis data pengangguran yang real time dan up to date, sehingga dapat dijadikan sebagai basis kebijakan-kebijakan di bidang ketenaga kerjaan.
Kedua, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berupa bantuan langsung tunai untuk mendukung UMKM pada tahun 2020 tercatat telah berhasil menjadi bantalan dukungan bagi dunia usaha, khususnya bagi sektor informal dan UMKM untuk bertahan dalam menghadapi dampak pandemi. Jika program ini terus “digenjot” secara maksimal tentunya dapat membantu dalam menekan penurunan tenaga kerja. Dilansir dari data BPS per Agustus 2020, terdapat penciptaan kesempatan kerja baru dengan penambahan 0,76 juta orang yang membuka usaha dan kenaikan 4,55 juta buruh informal.***