Menikmati “Nasehat Lebah” Karya Indra Intisa
Oleh Sukur Budiharjo* Saya awali tulisan ini dengan mengutip pendapat Maman S Mahayana, pengajar FIB Universitas Indonesia, yang mengatakan bahwa buku-buku pelajaran sastra di sekolah telah menciptakan pandangan sesat tentang tradisi perpuisian N...

mengutip pendapat Maman S Mahayana, pengajar FIB Universitas Indonesia, yang
mengatakan bahwa buku-buku pelajaran sastra di sekolah telah menciptakan
pandangan sesat tentang tradisi perpuisian Nusantara. “Pantun dan syair
diajarkan sekadar ciri-cirinya belaka dan tidak menempatkannya sebagai kekayaan
intelektual bangsa ini. Akibatnya perjalanan perpuisian Indonesia seolah-olah
terdiri dari puisi lama (tradisional) dan puisi baru (modern). Itulah pandangan
sesat yang lain. Jadi, wahai para pengamat sastra Indonesia, kembalilah ke
jalan yang benar!” kata Maman S Mahayana di penghujung esainya (“Dinamika
Pantun dan Syair”, Kompas, 29 Mei 2015, halaman 27).
layaknya menjawab berbagai sinyalemen yang mengatakan bahwa puisi lama telah
mati atau nyaris menjadi fosil sastra penghuni museum yang sekadar layak
diziarahi. Padahal, karya-karya sastra puisi lama yang beragam bentuknya itu
tentu saja akan senantiasa hidup sepanjang masa jika kita kreatif memberikan
muatan-muatan yang kontekstual dengan kehidupan zaman (yang kini tengah berada
di abad informasi dan serba digital).
Indonesia tempo doeloe ternyata memberikan andil yang tidak kecil dalam memutus
mata rantai perjalanan karya kreatif puisi bangsa ini. Sebutlah buku Puisi Lama
karya Sutan Takdir Alisyahbana dan Kesusasteraan Indonesia Lama karya Zuber
Usman. Kedua buku ini menjadi buku babon dalam pengajaran sastra, baik di
sekolah menengah maupun di perguruan tinggi.
Mahayana. Sebab, pantun dan syair, misalnya – yang terlanjur dikelompokkan
sebagai puisi lama – hingga kini masih ditulis oleh siapa pun penyukanya. Salah
satunya adalah Indra Intisa, penyair yang lahir 27 September 1984 di Jambi ini.
Dari tangannya telah hadir buku Manuskrip Puisi Lama: Nasehat Lebah (Bandung:
Penerbit Asrifa, tanpa tahun, viii + 90 halaman).
kita akan memperoleh vitamin rohani dan nyamikan batin yang mampu meningkatkan
kualitas akhlak dan budi pekerti. Sebab, sesuai dengan judulnya, puisi-puisi
yang tergelar di dalam buku kumpulan puisi ini layaknya berisi nasihat. Ini
dikemas dalam puisi syair (17 buah), gurindam (7 buah), pantun (8 buah), talibun
(5 buah), karmina (4 buah), seloka (4 buah), dan mantra (4 buah). Seluruh puisi
merupakan karya orisinal penyair Indra Intisa, bukan karya puisi yang sekadar
mengutip-ngutip puisi karya anonim yang layaknya banyak kita temukan di dalam
buku-buku pelajaran atau buku kumpulan puisi lama yang sudah ada.
Nasihat Dunia dan Akhirat” (hlm. 16) yang mengingatkan kita agar senantiasa
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menjalani kehidupan di dunia dan
tidak melupakan kehidupan akirat. Berikut ini puisi tersebut.
Alamat diri takkan selamat
Cinta dunia jadikan sesat
Sehingga diri suka bersiasat
Silaunya dunia indah di mata
Kejar jabatan demi penjara
Alamat badan akan celaka
“Nasehat Harta” (hlm. 42) yang mengajak kita agar tidak kemaruk terhadap harta.
Banyak harta malas sedekah
Tentu dirimu akan serakah
Bagaikan badan tidak berbaju
Jangan lupa segera berzakat
Kelak diri masuk neraka
Kelak dirimu selalu mujur
Supaya harta tidak tercemar
melewatkan puisi “Karmina Rukun Islam” (hlm. 70). Sebab, kaum muslimin
senantiasa diwajibkan untuk mengamalkan Rukun Islam secara konsisten. Berikut
ini puisi selengkapnya.
Mengucap sahadat aalah pertama
Shalat ditinggal agama pun runtuh
Puisi ramadhan adalah wajib
Zakat fitrah pencuci harta
Amalan sempurna adalah haji
Malas” (hlm. 84) berikut ini, yang secara substansial menyodorkan ketauhidan
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Jin kayu
Jin sungai
Jin laut
Dan jin segala jin
Pergilah engkau dari hati
Jika gaib kembali gaib
Ini pusaka bukan sembarang pusaka
Pusaka diisi dengan mantra
Jika kutiup kembali rahmat
Bismillahhirrahmanirrahim
Puah … Puah
merk lama, puisi-puisi dalam kumpulan puisi ini mampu menghadirkan aroma dan
cita rasa baru. Sebuah kekayaan intelektual yang layak kita resepsi dengan
sepenuh hati.