Ironi Tunggakan Pajak Kendaraan Dinas Pemkab Lampung Utara

Feaby Handana Selama beberapa tahun terakhir, ribuan kendaraan dinas milik Pemkab Lampung Utara ternyata tidak membayar pajak. Total tunggakannya pun bukan main besarnya. Sampai dengan Juni 2023, total tunggakannya diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar....

Ironi Tunggakan Pajak Kendaraan Dinas Pemkab Lampung Utara

Feaby Handana

Selama beberapa tahun terakhir, ribuan kendaraan dinas milik Pemkab Lampung Utara ternyata tidak membayar pajak. Total tunggakannya pun bukan main besarnya. Sampai dengan Juni 2023, total tunggakannya diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar.

Fakta yang selama ini jarang terdengar tentu membuat kita semua terkejut. Padahal, Pemkab Lampung Utara kerap kali diketahui membeli sejumlah kendaraan dinas untuk ‘memanjakan’ para pejabatnya. Anggaran yang dihabiskan untuk itu pun terbilang tidak sedikit.

Meski banyak anggapan kendaraan dinas yang lama masih layak pakai, toh, hal itu tak mampu mengurungkan niat mereka untuk merealisasikannya. Tahun ini pun sempat terdengar akan adanya pembelian lima unit mobil dinas dengan total biaya Rp1,8 miliar. Bahkan, yang lebih gilanya lagi, mereka sempat mengalokasikan anggaran sebesar Rp‎2,9 miliar hanya untuk membeli tujuh unit mobil dinas pada tahun 2021 silam.

Dalam perjalanannya, rencana pembelian kendaraan dinas itu tak berjalan sukses. Publik merespons rencana itu dengan kritikan – kritikan tajam mereka. Mereka menganggap pembelian mobil dinas itu sangat tidak tepat di tengah keterpurukan perekonomian akibat pandemi Covid-19.

Kabar mengenai rencana pembelian itu akhirnya meredup. Meski redup, namun rencana itu bukan berarti tidak terealisasi. Hanya saja pembeliannya tidak dilakukan secara berbarengan. Tujuannya, mungkin agar tidak mudah dipantau oleh publik. Itu dibuktikan dengan adanya sejumlah mobil dinas baru yang berseliweran di kantor mereka.

Sejatinya tidak ada yang salah dengan pembelian kendaraan dinas tersebut. Sebab, tujuannya pembelian itu untuk menunjang kinerja para pejabat dalam melayani rakyat. Tujuan mulia itu memang diatur dalam ‎Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/87/M.PAN/8/2005. Isinya tentang pedoman peningkatan pelaksanaan efisiensi, penghematan, dan disiplin kerja.

Dengan uraian di atas, tak salah rasanya jika kita menganggap bahwa kendaraan dinas khususnya mobil dinas bukanlah fasilitas yang mudah didapat oleh sembarang orang. Hanya yang berstatus pejabat dulu yang bisa mendapatkan itu. Kalau tidak, jangan pernah berharap untuk bisa memperolehnya.

Sayangnya, fasilitas ‘mewah’ itu ternyata tidak cukup mampu menggugah kesadaran para pemegang kendaraan untuk lebih baik dalam bekerja. Acap kali terdengar kabar adanya pejabat yang telat masuk kerja atau bahkan jarang ngantor. ‎Bahkan, yang lebih mirisnya lagi, kendaraan dinas mereka sering terlihat tak terawat.

Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan tidak dapat dibenarkan dengan dalih apa pun. Meski begitu, publik dapat sedikit memaklumi bahwa keadaan itu terjadi mungkin hanya sementara. Mungkin karena kesibukan yang menggunung, mereka lalai untuk merawatnya.

Setelah tak lagi sibuk, mungkin saja kendaraan dinas itu akan kembali terlihat terawat. Warna kendaraan yang kusam atau bagian yang rusak akan kembali seperti semula seiring dengan berakhirnya kesibukan mereka. Namun, untuk persoalan tunggakan pajak, publik memberikan respons berbeda. Mereka tidak akan pernah mau memakluminya, apalagi tunggakan itu ada yang sampai bertahun – tahun terjadinya.

Apa pun dalih yang disampaikan, opini negatif mereka tetap tidak akan berubah. Sebab, pajak merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap wajib pajak. Rakyat jelata hingga pejabat wajib melaksanakannya tanpa terkecuali.

Jika rakyat jelata saja mampu menunaikan kewajibannya, kenapa mereka yang tiap harinya kerap terlihat perlente‎ tidak mampu untuk itu. Padahal, pembayaran pajak itu kan hanya setahun sekali. Lain halnya jika kewajiban itu berlaku untuk tiap bulan.‎ Lagi pula, tiap tahunnya, mereka memiliki anggaran pemeliharaan kendaraan. Bukankah tidak sulit bagi mereka untuk ‘menyelipkan’ anggaran pajak kendaraan dalam anggaran tersebut. Langkah itu pun dibenarkan secara aturan.

Andainya pun anggaran itu memang tidak mencukupi, sejatinya mereka dapat menutupinya dengan uang pribadi mereka. Toh, besaran pajak itu tidak akan begitu menguras isi‎ kantong mereka. Anggaplah ini sebagai bala jasa atas fasilitas yang telah diberikan. Dengan demikian, kabar tentang ribuan kendaraan dinas yang menunggak pajak tak akan pernah terdengar di telinga.

Bupati Budi Utomo, si empunya kebijakan wajib menyelesaikan persoalan ini sesegera mungkin. Sebab, para pejabatnya telah gagal memberikan teladan yang baik pada rakyat dalam urusan pajak. Kalau terus dibiarkan, kepercayaan publik pada kepemimpinannya akan kian tergerus. Yang lebih fatalnya lagi, publik bisa saja meniru sikap pejabat – pejabat itu untuk tidak patuh dalam membayar pajak. Kalau sudah begitu, yang rugi kan kita juga. Sebab, anggaran pajak itu sejatinya akan dipergunakan untuk membangun daerah. Pembangunan di daerah akan terhambat akibat ulah pejabatnya. ‎Seperti kata pepatah, gara – gara nila setitik, rusak susu sebelanga.