Gentrifikasi Penduduk dalam Perencanaan Ruang Kota dan IKN
Dr Eng. Ir. IB Ilham Malik* Isu gentrifikasi akhir-akhir ini mendapatkan perhatian dari berbagai pihak terutama dari kalangan perencana kota. Isu gentrifikasi sebenarnya sudah sangat lama muncul sebelumnya, tetapi tidak menjadi pembahasan yang seri...

Dr Eng. Ir. IB Ilham Malik*
Isu gentrifikasi akhir-akhir ini mendapatkan perhatian dari berbagai pihak terutama dari kalangan perencana kota. Isu gentrifikasi sebenarnya sudah sangat lama muncul sebelumnya, tetapi tidak menjadi pembahasan yang serius di berbagai tempat, yang akhirnya berdampak pada perencanaan tata ruang yang tidak menempatkan isu gentrifikasi sebagai isu penting di dalam perencanaan ruang yang mereka susun.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gentrifikasi adalah imigrasi penduduk kelas ekonomi menengah ke wilayah kota yang buruk keadaannya atau baru saja diperbaiki dan dipermodern. Para ahli sendiri memiliki definisi dan pemahaman yang beragam tentang gentrifikasi. Namun, semuanya mengacu pada bentuk masalah sosial yang menyebabkan perubahan rupa kondisi sosial kawasan perkotaan.
Kita harus mengakui bahwa perencanaan tata ruang yang disusun lebih mengutamakan data angka semata. Tidak menempatkan manusia (by nama by job) dan berbagai jenis makhluk hidup, sebagai sebuah entitas yang memang berada di lokasi tersebut dan keberadaan mereka harus diakomodasi. Dalam berbagai kasus, berbagai macam makhluk hidup yang ada di dalam suatu kawasan yang direncanakan, haruslah dapat diakomodasi dalam batasan tertentu. Bahkan, mungkin perlu di rekayasa untuk lebih mendominasi pemanfaatan ruang yang ada di area yang direncanakan oleh tim perencana pemanfaatan ruang.
Setiap perencanaan tata ruang yang dibuat oleh pihak yang bertanggung jawab dalam penyusunan dokumen tersebut, sering tidak menempatkan manusia yang berada di dalamnya sebagai sebuah entitas yang harus dikelola secara prioritas. Bahkan banyak kita temukan di dalam berbagai macam dokumen perencanaan tata ruang yang dibuat oleh pemerintah bersama dengan penyusun dokumen tersebut, menempatkan manusia yang ada di dalam ruang yang mereka rencanakan semata-mata sebagai data angka, sehingga penempatan manusia yang ada di dalam ruang yang direncanakan tersebut tidak terencana dengan baik.
Berbagai hal yang berkaitan dengan sumber penghidupan manusia yang ada di dalam ruang yang mereka rencanakan, pola aktivitas masyarakatnya, dari mana dan kemana, dan mereka melakukan apa saja, hampir tidak di akomodasi dan bahkan tidak direncanakan secara jelas oleh dokumen perencanaan tata ruang tersebut.
Jadi, ada masalah yang sangat serius dalam perencanaan tata ruang di Indonesia. Namun, masalah yang sangat serius ini sering dilihat sebagai sebuah fenomena dalam bingkai kewajaran dalam perencanaan tata ruang. Inilah bentuk kecelakaan di dalam perencanaan tata ruang yang dibuat oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan pengabaian keberadaan makhluk hidup yang ada di dalam kawasan yang direncanakan. Terutama berkaitan dengan manusia yang ada di dalamnya serta berbagai macam habitat lainnya, yang masih dianggap sebagai fenomena persoalan, tetapi tidak menjadi cikal atau elemen penting yang memberikan pengaruh dalam perencanaan tata ruang yang mereka rencanakan akan terbentuk di masa depan.
Tentu saja, hal ini nanti akan disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung suatu area yang mereka rencanakan. Juga disesuaikan dengan peta kecenderungan perilaku geografi yang akan terjadi di tempat tersebut, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, serta berbagai jenis perilaku alam lainnya. Hal itu tentu saja harus dapat diakomodasi dengan baik, dengan tetap memperhatikan penduduk sebagai sebuah entitas penting dalam perencanaan tata ruang. Penduduk yang ada di dalam wilayah perencanaan bukan hanya dilihat sebagai sebuah angka, tetapi juga dapat dilihat secara utuh sebagai sebuah nama dan sebagai sebuah makhluk yang berinteraksi dengan pemerintah dan perencana, yang harus juga dapat diakomodasi keberadaannya didalam ruang yang direncanakan tersebut.
Berbagai daerah yang ada di Indonesia, pada saat ini, masih sangat banyak yang belum memiliki rencana tata ruang, baik itu rencana umum tata ruang maupun (apalagi) rencana detail tata ruang. Fenomena ini memang memprihatinkan. Tetapi juga dapat dilihat sebagai sebuah potensi untuk memperbaiki rencana tata ruang yang ada di Indonesia. Namun hal ini juga sangat bergantung pada bagaimana cara pandang asosiasi tenaga ahli yang menaungi para konsultan yang menyusun dokumen perencanaan tata ruang. Juga sangat dipengaruhi oleh visi ruang masa depan dan juga aksi dari sekolah perencanaan yang ada di Indonesia. Apakah mereka melihat ada suatu hal yang perlu diperbaiki dalam dokumen tata ruang dan mereka juga tahu cara untuk memperbaikinya, sehingga kemudian mereka bisa menyempurnakan dokumen tata ruang melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan juga peningkatan dokumen pedoman sudut pandnag (framing) dalam penyusunan dokumen tata ruang?
Isu pengabaian terhadap manusia dan juga makhluk hidup yang masuk dalam rencana tata ruang, yang ditunjukkan dengan melihat mereka sebagai sekedar angka, bukan sebagai makhluk individu yang memiliki nama dan status, masih marak terjadi. Dan ini juga terjadi di dalam dokumen perencanaan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN). Ada berapa banyak penduduk yang terkena dampak dari pembangunan IKN? Akan dibawa ke mana dan ditempatkan di mana mereka dengan berbagai macam status yang disematkan dalam komunitas tersebut pada masing-masing individu?
Berbagai jenis pekerjaan dan sumber daya manusia yang ada di dalam area eksisting yang ada pada saat ini, harus menjadi latar dalam merencanakan penempatan penduduk tersebut ada dimana dan fasilitas apa yang harus disiapkan agar mereka dapat berkembang lebih maju secara ekonomi sosial dan juga budaya. Jika ini bisa dilaksakan dan menjadi ruh para perencana kita, maka bahaya laten gentrifikasi dalam dokumen tata ruang pun bisa dicegah.***
*Dr Eng, Ir. IB Ilham Malik, Ketua Program Studi (Kaprodi) Perencanaan Wilayah & Kota, PTN Institut Teknologi Sumatera (Itera)