“Cawe-cawe” Proyek Lampung Utara, Fakta atau Hoax?

Feaby Handana Isu adanya cawe-cawe dalam proyek di Dinas Pendidikan Lampung Utara sukses menyita perhatian publik. Cawe-cawe ini disebut-sebut menjadi kunci munculnya para “pengantin” dalam proyek tersebut. Proyek Dinas Pendidikan Lampung...

“Cawe-cawe” Proyek Lampung Utara, Fakta atau Hoax?
Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayan Lampung Utara

Feaby Handana

Isu adanya cawe-cawe dalam proyek di Dinas Pendidikan Lampung Utara sukses menyita perhatian publik. Cawe-cawe ini disebut-sebut menjadi kunci munculnya para “pengantin” dalam proyek tersebut.

Proyek Dinas Pendidikan Lampung Utara sumber dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus fisik tahun 2023. Total dananya diperkirakan mencapai sekitar Rp13,6 miliar. Belasan miliar DAK itu terdiri dari Rp1,6 M untuk PAUD, Rp9-an miliar untuk SD, dan Rp3-an miliar untuk SMP.

Sistem yang digunakan dalam pengadaan proyek-proyek fisik  kebanyakan menggunakan sistem pengadaan langsung. Hanya beberapa proyek yang menggunakan sistem lelang.

Kabar tentang cawe-cawe dalam proyek sejatinya bukanlah barang baru bagi publik. Telinga maupun mata publik  kerap disuguhkan persoalan itu di televisi atau di dunia maya. Tak terhitung jumlah kasus berikut para tersangka proyek yang mampir dalam ingatan mereka.

Lantaran cukup akrab dengan isu tersebut, mereka pun sudah tahu apa sebenarnya tujuan cawe-cawe tersebut. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk memperkaya diri sendiri. Sebab, jumlah uang yang dikumpulkan sangatlah banyak.

Bilangan angka yang dihasilkan bisa saja mencapai 10 atau sebelas digit atau bahkan di atasnya. Sederhananya, perputaran uangnya bisa jadi mencapai belasan, puluhan atau mungkin ratusan miliar. Jumlah yang bagi kebanyakan orang hanya bisa dilihat dan diraih dalam mimpi saja. Tapi tidak untuk kenyataan.

Awalnya, publik tak begitu menggubris isu tersebut. Toh, bagi mereka, isu seperti itu tak ubahnya seperti hantu. Terdengar tapi tak terlihat. Namun, sekarang ini, akal sehat mereka dipancing untuk bereaksi.

Semua itu dikarenakan sosok yang menyampaikan isu itu bukanlah orang sembarangan. Yang bersangkutan merupakan Ketua DPRD Lampung Utara periode 2014-2019. Penyampaiannya pun dilakukan dalam kegiatan resmi di gedung legislatif. Inilah alasannya mengapa publik sangat sulit untuk menafikan isu tersebut.

Tak ada asap kalau tak ada api. Begitulah kira-kira kalimat yang mereka ucapkan saat pertama kali isu tersebut sampai di telinga mereka. Pepatah ini dianggap lebih dari mampu untuk mewakili perasaan mereka terkait isu tersebut.

Melalui pepatah tersebut, mereka seakan hendak mengatakan bahwa setiap persoalan yang muncul pastilah ada pemicu di belakangnya. Pun demikian dengan persoalan ini. Sah-sah saja rasanya jika publik berpikir negatif atau bahkan cenderung membenarkan pernyataan tersebut. Sebab, dalam pemikiran mereka, isu cawe-cawe itu mungkin tak akan pernah muncul jika memang hal yang menjurus ke arah sana itu tak pernah ada.

Kecurigaan mereka juga dilatarbelakangi oleh operasi tangkap tangan di Lampung Utara pada awal Oktober 2019 silam. Tersangkanya? Siapa lagi kalau bukan Bupati Agung Ilmu Mangkunegara. Agung pun kemudian berurusan dengan Komisi Antirasuah atau KPK akibat tersangkut perkara korupsi. Padahal, kala itu ia belum genap tujuh bulan menjabat sebagai bupati periode kedua.

Singkat cerita, akibat perbuatannya, Agung mendapatkan vonis hukuman penjara selama 7 tahun dan dikenakan pidana denda sejumlah Rp750 juta, subsidair 8 bulan kurungan penjara dan pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara sejumlah Rp74.634.866.000, subsidair 2 tahun kurungan penjara.

Dalam perjalanannya, Agung mengajukan Peninjauan Kembali atau PK atas perkara suap free proyek yang menjeratnya. Hasilnya, PK-nya dikabulkan. Hukuman Agung berkurang dari 7 tahun penjara menjadi 5 tahun pidana. Ia juga mendapatkan keringanan uang pengganti dari sebelumnya Rp74 miliar menjadi Rp63 miliar. Berkat hasil PK ini pulalah Agung akhirnya bebas bersyarat pada 23 Januari 2023 lalu.

Kendati demikian, dalam konteks ini, tak adil rasanya jika menyamaratakan informasi tersebut dengan kasus yang menjerat Agung Ilmu Mangkunegara atau kasus lainnya. Harus ada bukti-bukti kuat dan nyata terlebih dulu.

Tanpa itu semua, wajib hukumnya bagi kita semua untuk menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah. Yakin saja, kebenaran pasti akan menemukan jalannya sendiri. Pun demikian sebaliknya.