Aman Pangan, Aman Kita Semua
Ridwan Saifuddin Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengingatkan, pandemi virus corona atau Covid-19 yang melumpuhkan berbagai sektor perekonomian, telah memicu krisis pangan di berbagai negara. Akses pangan warga terhambat, bukan lantaran terbata...

Ridwan Saifuddin
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengingatkan, pandemi virus corona atau Covid-19 yang melumpuhkan berbagai sektor perekonomian, telah memicu krisis pangan di berbagai negara. Akses pangan warga terhambat, bukan lantaran terbatasnya supply, tetapi melemahnya daya beli karena ekonomi yang berhenti.
Andy Sumner, profesor pembangunan internasional di King’s College London, memperingatkan terjadinya “tsunami kemiskinan.” Pandemi dapat memukul mundur kondisi kemiskinan global 10-30 tahun ke belakang.
“Hasil studi terbaru, setengah miliar orang bisa terperosok dalam kemiskinan karena ekonomi di seluruh dunia menyusut akibat wabah virus korona,” tulis The Guardian (9/04/2020).
Diperlukan langkah efektif untuk mengatasi pukulan hilangnya pendapatan warga, akibat pembatasan saat ini. Langkah kebijakan untuk memastikan, warga tidak terperosok dalam kemiskinan yang lebih dalam dan panjang. Alokasi dana publik harus lebih efektif menjawab masalah. Tidak justru melahirkan masalah baru.
Kita butuh protokol keselamatan, bukan hanya protokol kesehatan untuk menghindari wabah, tetapi juga protokol keselamatan dari kelaparan dan kemiskinan. Pangan, dalam hirarki kebutuhan, sifatnya dharuriyat. Wajib. Menjaganya, adalah tanggung jawab negara terhadap warganya.
Diperlukan kebijakan sistemik untuk masalah pangan ini. Di dalamnya, selain pertanian, ada faktor ekonomi, juga teknologi. Di daerah, di mana sektor pertanian cukup baik berproduksi, supply relatif aman. Kebijakan ekonomi dalam tata niaga dan distribusi yang dibutuhkan, agar akses pangan bisa merata dirasakan seluruh warga.
Jangan sampai, sebagian warga kekurangan makanan karena defisit daya beli, sementara yang lain justru berlebihan. Bahkan, sampai membuatnya kelebihan berat badan (obese), lantaran di rumah saja.
Pandemi menjadi alasan kuat pemerintah untuk segera berbuat. Mendorong perilaku yang baik para pelaku pasar. Menata tata niaga dan distribusi komoditi, utamanya pangan. Mendorong kejujuran dan menindak kecurangan. Dan, ini tidak mungkin dengan simsalabim.
Ahli ekonomi Samuelson berpendapat: “Patriotisme lebih efektif untuk memotivasi warga, reaksi akan cepat karena perasaan heroisme, ketimbang dari hari ke hari berada dalam situasi yang tidak menyenangkan.”
Menghadapi ancaman krisis, pemerintah perlu lebih dalam masuk tata niaga pangan. Langkah ini perlu, karena pandemi membuat situasi abnormal. Daya beli terpuruk. Kemiskinan mengancam. Baru, kemudian aspek pertanian lain berikut teknologinya. Sebab, dalam jangka panjang, krisis pangan tetap mengancam.
Pemerintah wajib menghadirkan teladan. Memperkuat kesadaran, kita adalah mahluk sosial. Sudah fitrah, saling membantu dan bekerja sama. Masing-masing punya tanggung jawab moral untuk menjaga. Mengorganisir dan menggerakkannya, butuh kinerja tinggi penguasa.
Tanggung jawab pemerintah, termasuk di dalamnya, memilah antara mereka yang patut menerima bantuan dan yang tidak. Berlaku adil dalam mendistribusikan, juga dalam urusan publik lainnya. Kredibilitas jaring pengaman sosial diuji.
Semoga krisis pangan bisa dihindari, sampai wabah tertangani. Jika sampai warga kelaparan, semua yang kita khawatirkan bisa terjadi!
Ngeriii…