Stasiun Riset Way Canguk: Menyelamatkan Satwa Langka dari Kepunahan
Para peneliti berdiskusi di Stasiun Riset Way Canguk Sepenggal senja pada tahun 2007. Hari sudah beranjak gelap. Namun, Meyner Nusalawo, tidak beranjak dari tempat duduknya. Dia tetap berdiri di salah satu sudut hutan Taman Nasional Bukit B...
| Para peneliti berdiskusi di Stasiun Riset Way Canguk |
sudah beranjak gelap. Namun, Meyner Nusalawo, tidak beranjak dari tempat duduknya.
Dia tetap berdiri di salah satu sudut hutan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS). Dengan handy talky-nya, Nusalawo, terus melakukan kontak
dengan rekan-rekannya yang sejak pukul 15.00 WIB mulai memasang beberapa jaring
di tengah-tengah hutan BBNSP. Jaring-jaring berukuran 12 x 3 meter yang diikat
pada dua batang pohon itu merupakan jebakan bagi kelelawar.
Nusalawo bukanlah pemburu. Ia adalah manajer Stasiun Riset Way Canguk.
Kawan-kawan Nusalawo yang malam itu memasang jaring untuk menjaring kelelawar
adalah para peneliti di Stasiun Riset Way Canguk, sebuah pusat penelitian
satwa dan flora yang dibentuk oleh Wildlife Conservation Society-Indonesia
Programme (WCS-IP) dan Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi
Alam (PHKA) di hutan TNBBS.
semalam para peneliti itu bisa menjaring sembilan ekor kelelawar, tapi
terkadang tak satu pun kelelawar yang terjaring. Kelelawar-kelelawar itu lalu
diteliti, kemudian dilepaskan lagi ke habitatnya.
| Alat penjebak kelewar. (dok noonathome.wordpress.com) |
Meyner Nusalawo,di sekitar Way Canguk terdapat sedikitnya tiga gua alam yang
menjadi habitat berbagai jenis kelelawar. Di hutanTNBBS itu diketahui terdapat
38 jenis kelelawar dari delapan famili. Di seluruh Indonesian terdapat sembilan
famili kelelawar. Goa-goa alam itu juga menjadi menjadi habitat yang baik bagi
berbagai jenis satwa liar jenis langka di dunia.
dibuka tahun 1997, di Stasiun Riset Way Canguk sudah banyak dilakukan
penelitian soal satwa dan vegetasi, baik untuk kepentingan konservasi maupun
untuk kepentingan akademik. Mereka mengamati dan mempelajari tentang harimau,
gajah, badak, kucing emas, burung rangkong, siamang, gajah, ficus, berbagai
jenis mamalia, kelelawar, tumbuhan langka, dan satwa langka lainnya.
mempelajari tentang satwa liar, para peneliti memasang beberapa kamera trap.
Untuk mencari dan menemukan jejak seekor harimau, gajah, atau burung, misalnya,
harus dilakukan pemasangan kamera trap berkali-kali. Bisa ratusan bahkan ribuan
kali.
adalah menemukan kembali burung tokhtor sumatera (Sumatran
Ground-Cuckoo/Carpoccocyx viridis) yang sudah seabad lebih dinyatakan punah.
penelitian di wilayah Way Canguk, Sukaraja, Kubu Perahu, dan Ranau di Lampung
Barat. Namun, burung langka itu justru ditemukan di pasar di daerah Liwa,
Lampung Barat. Burung tersebut sekarang sedang menjadi objek penelitian di
stasiun riset Way Canguk.
riset tersebut berada di tepi Sungai Canguk, berada di tengah-tengah hutan TNBBS yang sangat kaya jenis flora dan fauna. Kawasan di sekitar
Stasiun Riset Way Canguk dibagi dalam plot-plot penelitian untuk memudahkan
para peneliti untuk mengidentifikasi lokasi temuan.
hidup di dalam hutan lebat yang menjadi habibat banyak satwa langka, para
peneliti bisa bertemu biawak, tupai tanah, berbagai jenis burung, dan primata,
seperti cecah dan siamang, yang bermain di sekitar stasiun riset itu. Namun,
banyak juga satwa langka yang hanya bisa mereka temukan lewat rekaman kamera
trap yang mereka pasang di beberapa tempat.
| Kelelawar |
di Balai BBNSP menyebutkan di hutan yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai
Situs Warisan Dunia itu telah teridentifikasi terdapat 514 jenis tumbuhan, 126
jenis anggrek, 26 jenis rotan, 15 jenis bambu, Rafflesia (Rafflesia sp),
bunga bangkai (Amorphophallus titanum dan A. deculsivae).
yang telah teridentifikasi adalah 118 jenis mamalia, tujuh jenis primata, 425
burung, sembilan jenis rangkong, 91 jenis herpetofauna (reptil dan ampibi), dan
51 jenis ikan.
dunia. TNBBS merupakan kombinasi hutan pantai dan pegunungan, hutan hujan
dataran rendah (0 sd 600 meter dpl), pegunungan (2000 m dpl), air terjun, dan
danau. Di dalam TNBBS terdapat kandungan emas, sumber panas bumi, dan 23 daerah
aliran sungai yang menghidupi lebih dari 10 juta orang di Lampung, Bengkulu,
dan Sumatera Selatan. Sebanyak 181 sungai di Sumatera berhulu di TNBBS.
burung yang langka dilindungi yang masih hidup di hutan Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan adalah rangkong. Rangkong merupakan salah satu jenis burung
yang biasa hidup di hampir daerah di seluruh Indonesia. Ciri khasnya antara
lain paruhnya yang besar. Jenis-jenis rangkong tertentu, misalnya rangkong
badak (Buceros rhinoceros) paruhnya tampak sangat menonjol seperti
tanduk dengan warna paruh yang sangat mencolok.
beberapa puluh tahun terakhir. Jika tidak ada upaya pencegahan terhadap
perambahan dan perusakan hutan, TNBBSyang luas seluruhnya sekitar
356.800 ha itu, pada tahun 2010 akan kehilangan sekitar 70 persen areal
berhutan di dalamnya.
punahnya (endagered list) TNBBS tentu menjadi hal yang ironis. Sebab, sejak
Juli 2004 UNESCO menetapkan TNBBS sebagai situs alam warisan dunia (World
Heritage Site). UNESCO telah merekomendasikan berbagai isu sensitif yang harus
ditangani di TNBBS itu agar tetap dapat dilestarikan, seperti perambahan hutan,
tata batas, pembangunan jalan, penebangan liar (illegal logging), dan
restrukturisasi kelembagaan pengelolaannya. (Oyos Saroso HN)



