Lagi, Tantangan Kota Menghadapi Pagebluk dan Setelahnya
Dr. [Eng]. IB Ilham Malik Kepala Pusat Riset dan Inovasi (Purino) Metropolitan, Institut Teknologi Sumatera (ITERA) Diskusi perdana bertema “Strategi Penanganan Pandemi Pusat dan Daerah” di acara Webinar Kompas Collaboration Forum City Leaders Commun...

Dr. [Eng]. IB Ilham Malik
Kepala Pusat Riset dan Inovasi (Purino) Metropolitan, Institut Teknologi Sumatera (ITERA)
Diskusi perdana bertema “Strategi Penanganan Pandemi Pusat dan Daerah” di acara Webinar Kompas Collaboration Forum City Leaders Community#APEKSInergi memberikan beberapa pemahaman kepada publik terkait isu penanganan pandemi di wilayah perkotaan. Beberapa hal tersebut saya catat dibawah ini.
Pertama, sesungguhnya infrastruktur kota dan SDM kota lebih siap menghadapi tantangan perkotaan diberbagai sektor termasuk di masa pandemi. Masalahnya adalah kenapa pemerintah kota terlihat kesulitan menyelesaikan masalah tersebut? D iantaranya adalah soal isu persentase penduduk yang sudah divaksinasi. Dengan adanya koordinasi intensif dengan pusat, penyediaan tempat vaksin yang lebih merata, dan bisa diambilnya berbagai terobosan bersifat persuasif kepada warga, maka persentase di wilayah perkotaan seharusnya bisa lebih tinggi dari pada yang sudah dicapai pada saat ini.
Jika menyimak hasil survei Kompas di sembilan kota di seluruh Indonesia maka kita masuk isu yang kedua, yaitu adanya masalah di kepemimpinan. Sebab isu terkait dengan keterbatasan dan pengaturan anggaran dan kebijakan sebenarnya dapat terselesaikan dengan cepat jika ada kepemimpinan (kolektif) dalam penyelesaian setiap masalah.
Kepemimpinan dari setiap kepala daerah benar-benar teruji. Dan setiap kada bukan saja mengatur bawahannya di setiap level kepemimpinan di kedinasan, tetapi juga bagaimana ia dapat mengatur sinergi dengan pimpinan lain sebagaimana yang tergabung dalam Forkompinda (Forum Komunikasi Pemimpin Daerah). Intensifikasi koordinasi di level kebijakan dan teknis akan memberikan kepastian pada tahapan pelaksanaannya di lapangan oleh setiap manajer lapangan. Karena itu, kepemimpinan ini perlu mendapat perhatian dan perlu terus di pupuk agar semakin terasah setiap kali ada tantangan yang harus dihadapi dalam wilayah perkotaan.
Ketiga, kota haruslah mampu beradaptasi dan berinovasi akan dapat menghadapi berbagai persoalan perkotaan. Ini isu yang serius karena hanya adanya kemampuan beradaptasi atas setiap perubahan saja yang akan dapat menjamin keberlanjutan kota. Dan ini bukan hanya soal penanganan disaat wabah, namun lebih dari pada itu, ketika harus beradaptasi dengan pola kehidupan baru yang melanda semua hal. Isu permukiman, pendidikan, kegiatan komersial serta isu kebudayaan harus dapat disikapi dengan baik. Keberadaptasian terhadap segala perubahan akan menjamin keberlanjutan dan keberhidupan suatu kota.
Saya melihat tantangan besar di APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) ada di hal ini. Tidak semua kota memiliki kemampuan untuk beradaptasi. APEKSI harus dapat menjadi wadah berbagai pengalaman dan bahkan berbagi keberdayaan agar kota yang sudah mampu beradaptasi dapat menularkan kemampuannya pada kota lain. Bisa dalam bentuk bantuan asistensi hingga bantuan SDM guna memperkuat kemampuan kota-kota lain yang masih berproses berdaya dan berkemampuan.
Isu lain yang tidak kalah pentingnya adalah yang Keempat yaitu komunkasi pusat, provinsi dan kab/kota perlu dibuat berkala terutama terkait dengan koordinasi dan sinkronisasi program. Ada fenomena dimana ada kebijakan pusat terdampak ke daerah. Misalnya pembukaan penerbangan internasional dan juga wisawatan manca. Kebijakannya dibuat oleh pemerintah pusat namun dampaknya seperti kesiapan bandara dan tempat penginapan karantina para tamu manca disiapkan oleh pemerintah setempat. Padahal, kota sendiri masih ada kendala di pengaturan anggaran dan SDM untuk menghadapi pagebluk dan berbagai hal yang menyertainya. Karena itu, adanya usulan agar pemerintah pusat membuat komando khusus untuk isu pagebluk dan penanganannya juga dilakukan pusat meskipun implementasinya ada di daerah, kota akan terus berhadapan dengan beragam perubahan.
Analisisis kependudukan menyebutkan bahwa ada lebih dari 67% penduduk Indonesia akan tinggal di dalam wilayah yang disebut “kota”. Maka, ini kita artikan dua hal yaitu: Pertama, akan ada perubahan membesarnya “kota lama”. Kedua, akan munculnya daerah baru yang disebut “kota baru”. “Kota baru” ini mungkin pada saat sekarang ini adalah pusat kegiatan kecamatan yang memiliki aktivitas komersial tinggi dan berpenduduk banyak. Bisa juga ia adalah ibu kota kabupaten yang secara bertahap terus ramai dan akhirnya bisa membuatnya memisah diri dari yang sebelumnya sebagai bagian dari kabupaten menjadi kota administrasi mandiri. Fenomena ini sudah sangat sering dijumpai. Beberapa anggota APEKSI juga adalah kota-kota baru yang merupakan pecahan dari kabupaten induknya yang terjadi akibat akselerasi pembangunan, kependudukan dan aktivitasnya.
Ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari bahasan ini. APEKSI perlu membangun sistem koordinasi yang dapat memperkuat setiap kota anggotanya. Bagaimanapun APEKSI memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Ia bisa menjadi kepanjangtanganan Kemendagri dan juga Bappenas dalam memperkuat daerah di level kepemipinan, manajemen, SDM dan juga sinkronisasi dan akselerasi program. Mungkin ini bahasan yang klasik tetapi menjadi tetap relevan sebagai akibat munculnya masalah-masalah serupa dari masa lalu ke masa sekarang ini. Dan dibutuhkan cara-cara baru untuk menyelesaikannya. Sebagaimana sering disampaikan oleh berbagai pihak bahwa untuk mendapatkan hal baru dibutuhkan cara baru. Tidak bisa menggunakan cara-cara lama.***