Kepala Daerah Jadul
Oleh Syarief Makhya Akademisi FISIP Universitas Lampung Jadul singkatan dari jaman dulu yang dalam bahasa gaul anak muda diartikan kuno atau ketinggalan zaman. Kepala daerah jadul, dalam tulisan ini diartikan tidak melek teknologi informasi, tidak pe...

Oleh Syarief Makhya
Akademisi FISIP Universitas Lampung
Jadul singkatan dari jaman dulu yang dalam bahasa gaul anak muda diartikan kuno atau ketinggalan zaman. Kepala daerah jadul, dalam tulisan ini diartikan tidak melek teknologi informasi, tidak peduli dengan perkembangan kemajuan kekinian, dan masih kental dalam mengambil kebijakan dengan cara-cara lama yang berbasis serba manual, lamban, hirarkis, dan masih sarat dengan pungli.
Dalam berbagai kesempatan Presiden Jokowi sering menyentil kalau birokrasi pemerintahan masih lamban dalam merspons perubahan yang begitu cepat disegala bidang dan belum optimal dalam memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.
Kenapa adaptasi penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dibebankan dan menjadi tanggung jawab kepada kepala daerah? Bukankah masalah tersebut secara teknis menjadi tanggung jawab birokrasi pemerintahan yang dikoordinasikan oleh sekretaris daerah (Sekda)? Dari aspek kewenangan, secara teknis benar hal itu menjadi tanggung jawab sekda atau kepala-kepala dinas atau pejabat eselon 3, namun pengambil kebijakan sepenuhnya menjadi kewenangan kepala daerah.
Jadi, kalau kepala daerahnya jadul atau tidak memiliki visi untuk menerapkan pemerintahan berbasis electronik dalam mengelola urusan-urusan publik, maka kendati bawahannya memiliki kemampuan teknis, punya wawasan penguasaan pemerintahan berbasis aplikasi atau memiliki wawasan pemerintahan cergas (agile government), maka tidak akan pernah ada harapan untuk mewujudkan pemerintahan berbasis elektronik tersebut.
Di beberapa Provinsi seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, atau di beberapa Kabupaten seperti di Banyuwangi, dan kabupaten lain sudah menerapkan pemerintahan berbasis aplikasi dan mempraktikkan pemerintahan yang cerdas dan tegas (cergas). Tetapi, secara umum mayoritas pemerintah daerah terutama yang di luar Pulau Jawa, masih belum sepenuhnya mengimplementasikan model pemerintahan yang memanfatkan penggunaan teknologi informasi atau berbasis digitalisasi pemerintahan.
Keterbatasan Infrastruktur ?
Masalah yang sering dikeluhkan oleh pemda terutama di luar Jawa, bukan hanya problem kepala daerahnya yang masih jadul, juga faktor infrastruktur di luar Jawa seperti keterbatasan jaringan internet, dan kapasitas sumberdaya manusia yang masih lemah, serta jumlah pengguna smartphone juga masih terbatas.
Persoalan keterbatasan tersebut sebenarnya isu nya sudah lama, tetapi tidak kunjung untuk diatasi, kemauan pemerintah untuk menggelontorkan dana yang besar untuk membangun jaringan internet masih kecil, juga mengarahkan agar SDM di pemda menguasai keterampilan IT juga masih terbatas, Namun, di kota-kota kondisi infrastruktur dan SDM nya relatif lebih baik dibandingkan di desa-desa, seharusnya seluruh layanan sudah harus berbasis electronik atau berbasis aplikasi. Di Kabupaten Lampung Tengah, selangkah lebih maju, sudah ada perpus berbasis aplikasi, SIGARUDA Lamteng, layanan pengaduan aspirasi Lamteng, dan Slamdung Lampung Tengah.
Proses pemerintahan berbasis aplikasi, berbasis elektronik, atau berbasis digital bukan hanya sebatas teknis dalam pengertian hanya alat untuk memudahkan pelayanan, tetapi subtansinya adalah ada perubahan kultur dan perubahan mindset. Mindset adalah perubahan pola pikir yang dilakukan oleh aparatur birokrasi, dari pelayanan yang mahal menjadi gratis, pelayanan tertutup menjadi terbuka, dan dari pelayanan lamban menjadi serba cepat.
Perubahan mindset tersebut hanya bisa diwujudkan jika didukung dengan model pemerintahan yang mempraktekan digitalisasi pemerintahan. Dengan digitalisasi pemerintahan proses pelayanan publik akan menutup pintu bagi aparatur birokrasi untuk menarik keuntungan dari pelayanan yang serba manual, karena seluruh proses layanan diatur oleh sistem.
Selama pandemi, aplikasi peduli lindungi adalah salah satu contoh akselerasi inovasi di bidang pelayanan kesehatan. Masyarakat begitu mudah melakukan registrasi vaksin, bisa mengikuti perkembangan informasi covid-19, pelayanan kesehatan, dst. Peduli lindungi adalah salah satu wujud dari pelayanan kepada masyarakat khususnya dalam masa pandemi. Nampaknya, digitalisasi pemerintahan yang dilakukan pemerintah pusat lebih akseleratif di bandingkan di pemerintah daerah.
Ke depan hampir dapat dipastikan model penyelenggaraan pemerintahan secara teknis akan bertumpu pada pelayanan publik berbasis elektronik. Saat ini, transformasi digital di sektor pemerintah terus berjalan, dan ditargetkan pada 2023 sudah mulai masif . Pemerintah juga bakal mempersiapkan aplikasi yang bersifat umum, agar bisa melayani masyarakat di ruang digital melalui satu sistem. Beberapa aplikasi yang dimaksud antara lain, e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-payment, hingga e-money.
Dengan demikian, kerja-kerja pemerintahan yang serba manual akan segera berakhir. Implikasinya, rakyat dalam memilih kepala daerah tidak lagi memilih kepala daerah yang masih Jadul dan beralih pada sosok kepala daerah yang memiliki Visi Mewujudkan Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Gubernur Jawa-Barat Ridwan Kamil atau Gubernur DKI Anis Baswedan, adalah contoh kepala daerah yang berhasil membangun pemerintahan berbasis digital, yang bisa jadi rujukan bagi daerah lain untuk melakukan inovasi pemerintahan.***